Jalan yang Mudah vs Jalan yang Benar

0
22 views
Ilustrasi: Akses jalan rute Nabire ke Bomomani di Papua sudah putus, karena jembatan ambrol digerus arus banjir. (Romo Roy Djakarya Pr)

Kamis, 26 Desember 2024

Kis. 6:8-10; 7:54-59.
Mzm. 31:3cd-4,6,8ab,16bc,17; Mat. 10:17-22.

DALAM hidup ini, sering kali kita dihadapkan pada pilihan antara jalan yang mudah dan jalan yang benar.

Jalan yang mudah tampak menggiurkan, tidak ada tantangan besar, tidak ada risiko yang mengancam, dan sering kali membawa kenyamanan sementara.

Tuhan menciptakan kita dengan hati nurani yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Namun, sering kali, suara hati ini terbungkam oleh ketakutan atau kenyamanan duniawi.

Realitas masyarakat di sekitar kita sering kali menghadirkan pertentangan antara hati nurani yang murni dan kenyataan yang keras.

Dosa sosial, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan kerap memanggil kita untuk bertindak, untuk menyuarakan kebenaran.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”

Teks ini mengingatkan kita bahwa menjadi pengikut Kristus bukanlah perjalanan yang mudah. Ada tantangan, penganiayaan, dan bahkan penolakan yang harus kita hadapi karena iman kita.

Yesus tidak menyembunyikan kenyataan ini. Ia memberi tahu kita bahwa hidup dalam kebenaran akan memunculkan kebencian dari dunia, tetapi juga menjanjikan keselamatan bagi mereka yang bertahan.

Hidup di zaman modern ini mungkin tidak selalu menghadapkan kita pada penganiayaan fisik seperti yang dialami Stefanus martir pertama kita, tetapi tantangan iman tetap ada.

Dunia sering menawarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Kristus: materialisme, egoisme, dan toleransi terhadap dosa. Ketika kita memilih untuk hidup dalam kebenaran, kita mungkin menghadapi ejekan, diabaikan, atau bahkan dikucilkan.

Kita dipanggil bukan untuk mencari penerimaan dunia, melainkan setia kepada Tuhan. Ketika kita bertahan dalam iman, kita menunjukkan bahwa kasih kita kepada Tuhan lebih besar daripada rasa takut akan kebencian dunia.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku berani memilih jalan kebenaran meski sulit sekalipun?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here