Lectio Divina 12.1.2025 – Engkaulah Anak-Ku Yang Kukasihi

0
4 views
Pembaptisan Yesus, by Jacopo Robusti Tintoretto, c.1585

Minggu. Pesta Pembaptisan Tuhan (P)

  • Yes. 40:1-5.9-11
  • Mzm. 104:1b-2.3-4.24-25.27-28.29-30
  • Tit. 2:11-14;3:4-7
  • Luk. 3:15-16.21-22

Lectio

15 Namun, karena orang banyak sedang menanti-nanti, dan semuanya bertanya dalam hati tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, 16 Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.

21 Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit 22 dan turunlah Roh Kudus dalam wujud serupa burung merpati ke atas-Nya. Terdengarlah suara dari langit, “Engkaulah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan.”

Meditatio-Exegese

Orang banyak menanti dan berharap, bertanya dalam hatinya Yohanes adalah Mesias

Santo Lukas secara unik menampilkan kisah pembaptisan Yesus tanpa menyebut peran Yohanes Pembaptis, sepupu-Nya. Seolah peran Yohanes tiada makna.

Namun, dengan cara menampilkan Yohanes dalam keheningan total, Santo Lukas menyingkapkan penghormatan umat atas peran Yohanes sebagai nabi terakhir Perjanjian Lama. Ia menghantar semua umat untuk menyongsong datangnya Sang Mesias.

Dengan kata lain, setelah menyajikan kisah masa kecil Yesus dan Yohanes, pembaptisan dan karya pelayanan Yohanes, tugas pengutusan Yohanes ditampilkan secara paripuna: mewartakan pertobatan, pembaptisan (Luk 3:3-18) hingga penangkapannya oleh Herodes Antipas (Luk 3:19-20).

Setelah kehadiran Yohanes, pusat sejarah bergeser kepada Yesus. Ia memulai warta tentang Kerajaan Allah, saat keselamatan telah datang dan terus berkembang. Warta-Nya tanpa henti diteruskan dan dikumandangkan Gereja hingga kini dan kesudahan zaman. 

Kehadiran Yesus pasti dipengaruhi fakta geografis, sosiologi, ekonomi, budaya, dan politik saat itu. Namun, penginjil mau menyingkapkan bahwa yang menentukan sejarah manusia bukan penguasa politik eksploitatif dalam diri Kaisar Tiberius, Pontius Pilatus, Herodes Antipas, Filipus dan Lisanias (Luk 3:1) atau penguasa agama dalam diri imam agung Hanas dan Kayafas (Luk 3:2).

Penentu sejarah keselamatan manusia adalah Allah sendiri. Ia mendatangi Yohanes, “Datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun.” (Luk 3:2).

Maka, sabda Allah memanggil Yohanes dari padang gurun untuk menjumpai umat Israel. Nabi terakhir Perjanjian Lama dipanggil untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan di antara umat (Luk. 1:16-17.76). Persiapan itu mencakup: mempersiapkan seluruh umat untuk menerima pengampunan Allah melalui pembaptisan (Yer 3:34; Yeh 36:25). 

Yohanes mengajak umat untuk menjalin kembali relasi mesra dengan Allah. Bila dulu memunggungi Allah, sekarang berbalik dan menghadap-Nya. Cara untuk membangun kembali relasi itu adalah dengan melaksakanan keadilan dan memperlakukan sesama manusia sebagai gambar dan rupa Allah, seperti diajarkan Yohanes dan para nabi (Luk 3:10-14; Kej 1:27).

Saat semua orang menyangka bahwa Yohanes adalah nabi yang dinantikan (bdk. Kel. 18:15), Yohanes menyatakan secara terus terang bahwa ia bukan Mesias. Injil Yohanes mencatat bahwa Ia hanya mempersiapsiapkan jalan bagiNya (Yoh 1:19-23).

Ia justru menunjuk dan mengantar para muridnya untuk berjumpa dan mengikuti Sang Mesias, Kristus, Yang Diurapi (Yoh. 1:36). Yohanes tidak bersaksi dusta (Yoh. 1:20).

Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku

Di hadapan Sang Mesias Yohanes perlu merendahkan diri, hingga pada taraf yang lebih rendah dari seorang budak. Budak, dalam budaya Yudeo-Romawi, bertugas, salah satunya, membuka tali kasut/sepatu tuannya, ketika ia akan masuk rumah atau ruang pesta.

Sikap batin dan hidup Yohanes diarahkan sebagai pelayan Sang Mesias yang akan datang. Dan Yohanes merasa tidak layak melepaskan tali sepatu-Nya (Luk. 3:16), “Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.”, non sum dignus solvere corrigiam calceamentorum eius.   

Sedangkan Yesus dilukiskan Santo Lukas sebagai Pribadi yang lebih berkuasa. Santo Lukas menggunakan kembali kata yang telah dipakai Santo Markus: ισχυροτερος, ischyroteros, yang berkuasa atau kuat. Sebagai “Orang yang kuat”, ισχυρου, ischyrou, Yesus mampu mengalahkan setan (Luk. 11:22; Mrk. 3: 23-27).

Ungkapan yang lebih berkuasa, dalam  Yes. 9:5, berpadanan dengan kata μεγαλης, megales, dan dikenakan pada Sang Mesias. Kata ini juga dikenakan untuk Sang Pencipta alam semesta dan sejarah, “Tuhanlah Raja, Ia berpakaian kemegahan, Tuhan berpakaian, berikat pinggang kekuatan” (Mzm. 93:1).

Ungkapan akan datang menggemakan pada seruan kerinduan pada Sang Mesias yang dimadahkan pada perayaan Pondok Daun, “Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan.”(Mzm. 118:26).

Kelak, jemaat yang dibina Santo Lukas mengimani kepenuhan nubuat Nabi Zakharia akan Sang Mesias yang lembut datang dengan menunggang keledai, lambang kelembutan hati, “Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.”(Za. 9:9).

Gereja mengajarkan, “Yohanes Pembaptis adalah perintis Tuhan yang langsung; ia diutus untuk menyiapkan jalan bagi-Nya. Sebagai “nabi Allah yang mahatinggi” (Luk. 1:76). Ia menonjol di antara semua nabi. Ia adalah yang terakhir dari mereka dan sejak itu Kerajaan Allah diberitakan.

Ia sudah bersorak gembira dalam rahim ibunya mengenai kedatangan Kristus dan mendapat kegembiraannya sebagai “sahabat mempelai” (Yoh. 3:29), yang ia lukiskan sebagai “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29).

Ia mendahului Yesus “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk. 1:17) dan memberikan kesaksian untuk Dia melalui khotbahnya, pembaptisan pertobatan, dan akhirnya melalui mati syahidnya.” (Katekismus Gereja Katolik, 523)

Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api

Yohanes kemudian menyatakan bahwa Pribadi yang dilayaninya akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (Luk. 3:16). Yang membabtis dengan Roh Kudus dan api hanyalah Sang Mesias, Anak Allah yang yang menghapus dosa dunia (bdk. Yoh. 1:29.33). 

Roh Tuhan selalu mencipta dan membaharui segala sesuatu. Sang pemazmur bermadah (Mzm. 104:30), “Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.”, Emittes spiritum tuum, et creabuntur, et renovabis faciem terrae.

Api, dalam tradisi Kitab Suci, selalu berkaitan dengan pernyataan diri Allah dan tindakan-Nya di bumi dan hidup umat-Nya. Allah sering menampakkan kehadiran-Nya melalui api, seperti yang api bernyala-nyala di semak,  tetapi tidak menghanguskannya ketika Allah berbicara pada Musa (Kel. 3:2).

Citra api juga digunakan untuk melambangkan kemuliaan Allah (Yeh. 1:4. 13), kehadiran-Nya yang melindungi (2Raj. 6:17), kekudusan-Nya (Ul. 4:24), penghakiman yang adil (Za. 13:9); dan kemarahan-Nya atas dosa (Yes. 66:15-16).

Api juga digunakan sebagai lambang Roh Kudus (Mat. 3:11; Kis. 2:3). Api Allah memurnikan dan membersihkan, serta mengilhami untuk menghormati diri-Nya dan sabda-Nya dengan tulus.

Gereja mengajarkan tentang makna api, “Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan dalam Roh Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi Elia, yang  “tampillah bagaikan api; perkataannya bagaikan obor yang menyala” (Sir. 48:1), dengan perantaraan doanya menarik api turun atas kurban di gunung Karmel – lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh.

Yohanes Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk. 1:17) mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api” (Luk. 3:16). Mengenai Roh ini Yesus berkata, “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku menginginkan api itu telah menyala.” (Luk 12:49).

Dalam ‘lidah-lidah seperti api’  Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentekosta dan memenuhi mereka (Kis 2:3-4). Dalam tradisi rohani, lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan mengenai karya Roh Kudus. “Janganlah padamkan Roh.” (1 Tes 5:19)” (Katekismus Gereja Katolik, 696).

Di samping dilambangkan dengan api, dalam upacara Pembaptisan, air digunakan sebagai lambang tindakan Roh Kudus. Air menjadi tanda sakramental yang berguna bagi kelahiran kembali.

“Seperti pada kelahiran kita yang pertama kita tumbuh dalam air ketuban, maka air Pembaptisan adalah tanda bahwa kelahiran kita untuk kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam Roh Kudus.

“Dibaptis dalam satu Roh”, kita juga “diberi minum dari satu Roh” (1Kor. 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan dan yang memberi kita kehidupan abadi.” (Katekismus Gereja Katolik, 694).

Hidup Yohanes Pembaptis berakhir dalam kekejaman, seperti yang dialami oleh banyak nabi terdahulu. Ia tidak takut menghadapi ancaman kematian oleh kekuasaan politik, sosial, budaya, bahkan agama resmi, karena bersaksi tentang kebenaran dan Dia yang mengutusnya.

Terhadap kesaksiannya, didapati dua tanggapan berbeda. Bagi para pendosa, mereka segera berbalik dan berpihak pada Allah. Sedangkan bagi para penguasa, segera kekerasan dikenakan pada pewarta kebenaran.

Yohanes, akhirnya, menghabiskan masa hidup di penjara hingga dipenggal kepalanya. Lukisan cara kematiannya menjada pralambang hidup Yesus yang ditolak dan dibunuh, tetapi Ia sekaligus menjadi teladan hidup bagi mereka yang membela kebenaran dan ditolak oleh kesewenang-wenangan.   

Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan

Kini, Allah sendirilah menyingkapkan jati diri Yesus Kristus. Allah sendiri melukiskan identitas Yesus dengan kata-kata yang megah dan meriah (Luk. 3:22), “Engkaulah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan.”, Tu es Filius meus dilectus; in te complacui mihi.

Allah bersabda, menyingkapkan jati diri Yesus, sesaat setelah Ia dibaptis dan sedang berdoa. Saat itulah, terbukalah langit, dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya; disertai suara dari langit.

Burung merpati adalah simbol Roh Allah yang berbicara pada para nabi. Tetapi sekarang, Ia sepenuh-penuhnya hadir dalam diri Yesus seperti nubuat Nabi Yesaya (Yes. 11:2), “Roh Tuhan akan ada padanya.”, et requiescet super eum spiritus Domini

Lambang merpati menunjukkan bahwa melalui kedatangan Yesus, Allah yang sempurna menyatakan diri-Nya hadir. Kehadiran Roh Kudus membuktikan  tugas pengutusan Kristus untuk menyelamatkan manusia sungguh tugas yang kudus, berasal dari Allah.

Lambang  merpati juga menunjukkan bahwa, melalui pembaptisan-Nya, Allah mau menjumpai manusia. Perjumpaan ini terjadi dalam diri Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis memperkenal Yesus sebagai Mesias atau Kristus, yang, dalam Perjanjian Lama, tetap saja mengambil kodrat manusia.

Sekarang Allah menetapkan-Nya sebagai Anak yang dikasihi. Gelar ‘Anak yang dikasihi’ membuktikan kehadiran Allah selalu melampaui apa yang dialami umat Israel melalui ritus keagamaan atau peristiwa hidup lainnya. 

Suara dari langit adalah tanda lain yang menyertai penyingkapan jati diri Yesus di Sungai Yordan. Suara itu mengingatkan dua nubuat dalam Perjanjian Lama. Yang pertama adalah madah yang dikidungkan pemazmur untuk Sang Raja-Mesias (Mzm. 2:7), “Engkaulah anak-Ku. Pada hari ini engkau kunyatakan sebagai anak.”, Filius meus es tu; ego hodie genui te.

Dalam tradisi Perjanjian Lama, raja dan Mesias dianggap sebagai anak angkat Allah. Namun, Yesus adalah Anak yang terkasih, searti dengan putra tunggal.

Nubuat kedua yang diucapkan oleh suara dari langit dikutip dari nubuat Nabi Yesaya dalam Nyanyian Hamba Tuhan (Yes. 42:1), “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan.”, Ecce servus meus, suscipiam eum.

Pribadi yang digambarkan oleh pemazmur dan Nabi Yesaya dinyatakan dalam diri Yesus Kristus: Sang Raja-Mesias dan Mesias yang menderita. Maka, kisah pembaptisan Yesus yang dilukiskan oleh Santo Lukas dengan sumpurna menyingkapkan dan mengajarkan misteri pribadi Yesus sebagai Mesias-Kristus, Raja, Hamba, Nabi, dan Anak Allah.

Katekese

Pembaptisan kita. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:

“Ketika Yesus dibaptis di Sungai Yordan, langit terbuka dan Roh Kudus turun atas-Nya seperti merpati, saat itu terdengar suara dari surga: Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat. 3:17).

Kita menemukan kembali makna pembaptisan kita dalam Pesta Pembaptisan Tuhan.

Sama seperti Yesus adalah Anak Yang Dikasihi Bapa, kita juga, yang lahir dari air dan Roh Kudus, adalah saudara dan saudari bagi lebih banyak saudara dan saudari. Kita diberi tugas untuk bersaksi dan mewartakan kasih Allah yang tanpa batas kepada seluruh umat manusia.

Pesta Pembaptisan Yesus mengingatkan kita akan pembaptisan kita sendiri. Kita  dilahirkan kembali dalam Sakramen Baptis.  Kita juga dilahirkan kembali dalam Sakramen Baptis. Dalam sakramen itu, Roh Kudus turun dan tinggal di dalam diri kita. Inilah alasan mengapa kita harus mengingat tanggal baptis kita. Tentu beberapa dari kita tak mengetahuinya…

Pekerjaan rumah yang harus dilakukan ketika kita pulang ke rumah, yakni bertanya: kapan aku dibaptis? Apakah aku selalu merayakan ulang tahun pembaptisanku setiap tahun di dalam hati? Lakukan itu.

Dengan cara melakukan itu, kita berlaku adil pada Tuhan yang telah bermurah hati pada kita.” (Pesta Pembaptisan Tuhan, Angelus, Lapangan Santo Petrus, Minggu, 12 Januari 2020)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau hadir sebagai Allah Tritunggal Mahakudus. Kobarkanlah hatiku dan kuatkanlah untuk selalu setia berpegang pada janji baptisku dan terus berupaya memperkenalkan-Mu pada siapa pun yang kujumpai. Amin.   

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk tetap setia dan tekun melaksanakan janji baptisku?

Tu es Filius meus dilectus; in te complacui mihi – Lucam 3:22

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here