SATU bungkus plastik kacang dalam konteks refleksi memberi banyak inspirasi yang bisa dibagikan bagi para mahasiswa.
Mereka membangun kesadaran diri, mengenal diri: Who am I?
Menginsipirasi diri untuk menjalani tahap demi tahap tangga kehidupan. Melakukan refleksi saling meneguhkan dan mempererat dinamika kelompok, syering berbagi pengalaman dan membuat resolusi untuk dijalani di tahun baru 2025.
Mereka berasal dari berbagai daerah Nusantara dan sedang menjalani program belajar, kuliah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Mereka hadir 12 orang di Rumah Retret Rumah Doa & Biara Santo Dominikus (Susteran OP), tanggal 3-4 Januari 2025 di Maguwa, Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Dalam bimbingan dan binaan Program Pintui Depan Yayasan Karya Cipta Asa (YKCA).
Syukur dan terimakasih
Dalam syeringnya. ke-12 mahasiswa itu merasa bersyukur dan berterimakasih atas campur tangan banyak tangan. Juga berkat berkat nyata dari Tuhan sehingga mereka bisa berkenalan dengan YKCA yang akhirnya mencarikan dana bagi mereka untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Guna merajut asa untuk mengembangkan diri, keluarga. Dan ke depannya usai lulus kuliah nanti, masing-masing bisa berkontribusi untuk mengembangkan daerah asalnya.
Mereka membuat flowchat perjalanan hidup, berjanji menjaga “value” nilai keutamaan hidup.
Sebungkus plastik kacang belajar reflektif
Kacang jangan lupa pada kulitnya. Refleksi ini mengajak para mahasiswa untuk tidak meninggalkan asal dari Sang Penciptanya. Mereka menyadari dalam syeringnya pentingnya doa. Tidak meninggalkan perjuangan keluarga dan tidak melupakan campur tangan orang-orang baik.
Memilih kacang yang “mentes“
Segengam kacang dipilih kacang yang paling baik. Kacang yang “mentes” atau bernas. Menyisihkan kacang yang tidak baik simbol egoisme, kemalasan dan ketidak bermaknaan.
Mereka sadar perlunya menjadi kacang yang berisi dan baik luar dalam. Punya 4B. Yakni, brain cerdas pintar, punya behavior yang berperilaku baik dan santuan. Juga harus punya beauty. Cantik luar dan dalam. Cerdas, memiliki kebiasaan baik dan memiliki kecantikan luar dalam. Dari semua itu kemudian diharapkan muncul daya inner beauty.
Tidak menjadi sampah
Refleksi dari segenggam kacang mengajak para mahasiswa memiliki “parallel thinking” atau berpikir paralel. Ketika menikmati gurihnya kacang tidak meninggalkan kulit kacang sebagai sampah. Tetapi mencoba melihat cakrawala baru ternyata kulit kacang bisa dipakai untuk membuat hiasan dinding.
Bunga, burung dan hiasan yang indah. Kulit kacang bisa dirangkai dan dijadikan mosaik untuk tas dan kerajinan tangan lainnya.
Orang muda yang optimis
Bertemu dan berdialog, saling syering bersama. Dan di antara mereka satu hal yang boleh ditangkap: “Mereka bagian kaum muda yang memiliki harapan. Menyiapkan diri untuk bertumbuh dan berpengharapan bermakna bagi orang lain”.