Puasa sebagai Perjalanan Spiritual

0
12 views
Ilustrasi: Berpuasa. (Ist)

Senin, 20 Januari 2025

Ibr. 5:1-10.
Mzm. 110:1,2,3,4.
Mrk. 2:18-22

DALAM menghayati hidup beriman, ada kalanya kita terjebak dalam rutinitas keagaamaan. Kita menjalankan ibadah sebagai bagian dari kebiasaan, tanpa benar-benar memahami maknanya. Salah satu ibadah yang paling sering terancam menjadi rutinitas semata adalah puasa.

Puasa adalah lebih dari sekadar menahan diri dari makan dan minum. Puasa adalah perjalanan spiritual yang menghubungkan kita dengan Sang Pencipta. Puasa mengajari kita kesabaran, pengendalian diri, dan keikhlasan.

Makna puasa itu hanya dapat dirasakan jika kita menjalankan puasa dengan hati yang penuh penghayatan. Puasa bukan sekadar formalitas atau kewajiban, melainkan jalan menuju kedekatan dengan Allah. Jika kita berpuasa hanya untuk memenuhi kewajiban, maka kita kehilangan esensi dari ibadah itu sendiri.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jawab Yesus kepada mereka: Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Jawaban Yesus dalam ayat ini mengajarkan kita sebuah prinsip mendalam tentang puasa dan relasi kita dengan Allah.

Ketika Yesus berbicara tentang sahabat-sahabat mempelai laki-laki, Ia mengingatkan bahwa selama mempelai, yang adalah Yesus sendiri hadir, tidak ada alasan untuk bersedih atau berpuasa.

Kehadiran mempelai adalah saat penuh sukacita, persekutuan, dan pesta. Yesus juga mengisyaratkan bahwa akan datang waktunya mempelai itu diambil dari mereka, dan pada saat itulah puasa menjadi bagian dari perjalanan iman.

Hingga kita bisa memahami bahwa puasa bukan hanya tentang menahan diri dari makan atau minum, tetapi lebih dari itu, ia adalah jalan untuk menempatkan kembali Allah di pusat hidup kita.

Ketika dunia ini membuat kita lupa akan kasih-Nya, puasa mengarahkan hati kita kembali kepada Sang Mempelai.

Dalam kerinduan itulah, kita menemukan makna terdalam dari puasa: mencari kehadiran Allah, memperbarui komitmen kita kepada-Nya, dan mengingat kasih-Nya yang tak pernah berakhir.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku berani menahan lapar dan haus demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan bagi sesama?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here