Lectio Divina 1.2.2025 – Siapa Sebenarnya Orang Ini?

0
9 views
Topan di Danau Galilea, by Rembrandt van Rijn

Sabtu. Minggu Biasa III, Hari biasa (H)

  • Ibr. 11: 1-2.8-19
  • Mzm. Tanggapan Luk. 1:69-70.71-72.73-75
  • Mrk. 4:35-41

Lectio

35 Pada hari itu, menjelang malam, Yesus berkata kepada mereka, “Marilah kita bertolak ke seberang.” 36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak bersama Yesus yang sudah ada dalam perahu di mana Yesus dan perahu-perahu lain menyertai Dia.

37 Lalu mengamuklah topan yang dahsyat sekali dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 38 Yesus sedang tidur di buritan memakai bantal, lalu murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya, “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?”

39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu, “Diam. Tenanglah.” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 40 Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu ketakutan? Belumkah kamu percaya?” 41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain, “Siapa sebenarnya orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”

Meditatio-Exegese

Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?

Hari itu sudah gelap. Yesus meminta para rasul untuk berlayar ke arah timur Danau Galilea. Perahu yang digunakan berlayar kemungkinan milik Petrus, Andreas saudaranya, dan Yakobus serta Yohanes anak Zebedus.

Tiba-tiba badai mengamuk dan mengaduk-aduk danau yang semula tenang. Perahu oleng dan air pun memenuhinya. Saat badai menerjang dan perahu hampir tenggelam, ternyata  “Yesus sedang tidur di buritan memakai bantal.” (Mrk. 4:38).

Santo Markus menggambarkan Yesus yang sangat manusiawi. Ia telah mencapai kelelahan luar biasa, sehingga tidur seperti orang mati, ungkapan dalam bahasa Inggris, deadly tired.

Ia perlu memulihkan energi yang terkuras karena melayani orang banyak di Kapernaum, sehingga makan pun tidak sempat (Mrk. 3:20).

Keempat nelayan yang berpengalaman itu begitu cemas, karena badai yang mereka alami luar biasa ganas. Kepanikan mereka menandakan mereka sungguh tidak mampu lagi mengendalikan perahu.

Jerit kepanikan mereka nyaring terdengar (Mrk. 4:38),  “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?”, Magister, non ad te pertinet quia perimus?

Mereka membangunkan Yesus untuk ambil bagian dalam mengendalikan perahu, supaya lolos dari amukan badai. Sapaan pada Yesus pun seperti sapaan biasa: Guru.

Dalam benak keempat nelayan dan kedelapan orang lain, hanya Allah sajalah yang mampu mengatasi badai yan mengancam hidup mereka. Bukan Yesus.

Siapa sebenarnya orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?

Sesaat setelah Yesus bangun, Ia menghardik danau yang bergolak. Sabda-Nya, “Diam. Tenanglah.” seketika itu danau menjadi teduh (Mrk. 4:39).

Setelah laut diam dan tenang, Ia bertanya pada para rasul (Mrk. 4:39), “Mengapa kamu ketakutan? Belumkah kamu percaya?”, Quid timidi estis? Necdum habetis fidem?

Ia bertanya demikian, karena ketakutan yang melanda hati para rasul membutakan jiwa dan budi, sehingga mereka tidak mengenali siapa diri-Nya. Rasa takut harus tidak melumpuhkan seluruh kehendak untuk mengambil tindakan tepat untuk terus percaya pada Allah.

Tetapi, sering terjadi sebaliknya. Ketakutan merampas dan mencampakkan kepercayaaan iman.

Keberanian yang bahu-membahu dengan iman memungkinkan siapa pun untuk memeluk kebenaran sabda Allah dan mengasihi-Nya dengan setia serta bertindak sesuai dengan kehendak-Nya.

Kasih Allah menguatkan iman dan kepercayaan pada-Nya. Kasih-Nya memampukan untuk bertindak adil dan murah hati pada sesama. Bahkan, kasih itu menguatkan saat menghadapi penentangan atau bahaya.

Saat di dalam perahu yang diombang-ambingkan ombak, para murid dilanda ketakutan. Ketakutan itu mencampakkan iman yang mereka memiliki iman.

Hati dan budi mereka tertutup, sehingga tak lagi mengenali  bahwa Ia adalah Sang Mesias, Juruselamat. Ketidak-tahuan itu akan terus berlangsung hingga pengakuan Thomas, yang disebut Didimus, “Ya Tuhanku dan Allahku.” (Yoh. 20:28).  

Ketakutan dan ketidak percayaan menghalangi pengenalan akan tanda kehadiran-Nya. Tanda pertama kehadiran Sang Mesias adalah ketika Ia mengampuni dosa orang yang lumpuh, “Siapa yang dapat mengampuni dosa selain Allah sendiri?” (Mrk 2:7).

Sekarang pun Allah dapat mengendalikan daya kekuatan alam, sehingga mereka pun bertanya (Mrk. 4:39), “Siapa sebenarnya orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”, Quis putas est iste, quia et ventus et mare oboediunt ei?

Katekese

Membangunkan Kristus yang tidur dalam dirimu. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430: 

“Ketika kamu telah mendengar seruan untuk mengabaikan-Nya, itu berarti engkau sedang diguncang oleh prahara.  Ketika amarahmu menggelegak, engkau sedang diombang-ambingkan ombak. Maka ketika angin betiup dan ombak mengalun tinggi, perahu ada dalam bahaya; hatimu terancam, dan akan hancur.

Saat mendengar bahwa kamu direndahkan, engkau hendak membalas dendam; tetapi kesenangan atas dendam pasti membawa kemalangan yang lain – perahu hidupmu karam. Mengapa ini terjadi? Karena Kristus tidur di dalam dirimu.

Apa yang kumaksud? Maksudku adalah bahwa engkau telah melupakan kehadiran-Nya. Maka, bangunkan Dian; ingatlah pada-Nya; persilakan Ia menjagamu; dan perhatikanlah Dia …

Pencobaan menghadang: angin menerjang. Pencobaan selalu mengganggumu: itulah saat laut sedang bergejolak.

Pada saat itulah, bangunkan Kristus. Pastikan engkau ingat sabda-Nya, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?” (Sermons 63:1-3)

Oratio-Missio

Tuhan, tambahkanlah imanku akan kasih-Mu dan bantulah aku untuk selalu mengenali kehadiran-Mu dalam diriku. Kuatkanlah aku agar aku mampu melakukan kehendak-Mu apa pun kedaan yang aku alami sehari-hari. Amin. 

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu mengenali kehadiran-Nya dalam setiap gejolak hidupku?

Quis putas est iste, quia et ventus et mare oboediunt ei? – Marcum 4:41

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here