Kejujuran dan Kemurnian Hati

0
27 views
Jujur itu tidak celaka

Rabu, 12 Februari 2025

Mrk 7: 14-23

SEORANG sahabat mengatakan bahwa bukan kodrat alam ciptaan yang membuat sesuatu menjadi najis atau suci, tetapi bagaimana hati kita ini meresponsnya.

Makanan, benda-benda, atau bahkan aturan-aturan lahiriah tidak memiliki kuasa untuk menjadikan manusia baik atau jahat. Yang menentukan adalah sikap hati manusia dalam menghadapinya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering terjebak dalam kecenderungan untuk menghakimi sesuatu atau seseorang berdasarkan tampilan luar.

Kita mudah menilai sesuatu sebagai buruk hanya karena tradisi atau kebiasaan tertentu, tanpa melihat lebih dalam sikap hati kita terhadapnya.

Yesus mengajak kita untuk memiliki hati yang jujur dan murni dalam melihat segala sesuatu. Kejujuran berarti melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, tidak membiarkan prasangka, kepentingan pribadi, atau kepalsuan merusak cara pandang kita.

Kemurnian hati berarti memiliki ketulusan dalam menilai, tidak membiarkan hawa nafsu, kebencian, atau kesombongan mencemari penilaian kita.

Sering kali, manusia menganggap sesuatu najis bukan karena kodratnya, tetapi karena ketidaksucian hati mereka sendiri.

Sebaliknya, sesuatu yang baik pun bisa menjadi batu sandungan jika hati kita dipenuhi keserakahan, iri hati, atau niat buruk.

Dalam bacaan Injil kita dengar demikian, “Maka jawab-Nya: Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya,”

Yesus menegaskan bahwa bukan hal-hal dari luar yang membuat manusia najis, melainkan apa yang keluar dari dalam hati mereka.

Kejahatan, kebencian, keserakahan, dan segala dosa lainnya tidak berasal dari makanan atau benda luar, tetapi dari kedalaman hati manusia.

Kita dipanggil untuk tidak terjebak dalam kesalehan yang hanya tampak dari luar. Bukankah kita terkadang, terlalu sibuk menjaga citra dan tradisi, tetapi lupa memeriksa hati kita sendiri.

Kita mungkin mengikuti aturan agama, berdoa, dan beribadah dengan tekun, tetapi jika hati kita penuh dengan iri hati, kesombongan, atau niat buruk, kita menjadi orang yang munafik.

Yesus mengundang kita untuk lebih memperhatikan kebersihan hati daripada sekadar kebersihan lahiriah.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku lebih peduli dengan apa yang terlihat di luar daripada apa yang terjadi di dalam hatiku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here