Menghidupi Misi sebagai Peziarah Pengharapan di Tahun Yubileum

0
16 views
Perjalanan menuju Halmahera di Provinsi Maluku Utara. (Heka)

“Jadilah saksi cinta Tuhan, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan setiap tindakanmu yang sederhana dan penuh kasih.”

Melangkah dalam kasih

Jejak Langkah Misioner (JLM) Keuskupan Agung Semarang adalah gerakan edukasi, animasi, dan penguatan semangat misioner bagi Orang Muda Katolik (OMK) di Keuskupan Agung Semarang (KAS).

Gerakan ini menjadi wadah bagi OMK untuk merasakan dan membagikan pengalaman kasih Tuhan yang melimpah. Sejak dimulai pada tahun 2017, JLM telah terlaksana delapan kali.

Berangkat ke Halmahera di Maluku Utara

Tahun 2025 ini, tim JLM yang terdiri dari satu pastor, empat frater, dan lima OMK mendapat kesempatan untuk bermisi ke Halmahera pada 20 Desember 2024 hingga 6 Januari 2025.

Proses perjalanan ini meliputi tahapan persiapan, live-in pelayanan misioner, serta refleksi lanjutan dalam persaudaraan JLM.

Pembekalan dalam JLM menegaskan bahwa misi bukan sekadar mewartakan sabda Tuhan, tetapi berakar dari pengalaman iman dan perjumpaan dengan-Nya.

Sebagaimana tertulis dalam Evangelii Gaudium artikel 264, “Alasan utama untuk evangelisasi adalah kasih Yesus yang telah kita terima, pengalaman keselamatan yang mendorong kita untuk semakin mencintai-Nya.” Oleh karena itu, misi tidak hanya berupa kata-kata, tetapi lebih pada tindakan nyata yang sederhana dan penuh kasih.

Pengalaman berjumpa umat di lapangan. (Heka)

Pengharapan membawa kehidupan

Dalam pembekalan JLM, kami diajak tidak hanya untuk memberi, tetapi juga untuk menerima. Kasih Tuhan yang melimpah harus dirasakan dan dibagikan.

Seorang misionaris sejati tidak hanya siap melayani, tetapi juga terbuka menerima kasih yang hadir melalui sesama. Pengalaman misi di Halmahera menggambarkan perjumpaan dengan Allah yang nyata melalui kehadiran umat di sana.

Dari sekian banyak perbedaan budaya dan tradisi, satu hal tetap sama: budaya kasih. Menjadi saksi kasih Tuhan menuntut iman yang teguh, keberanian, serta ketulusan dalam pelayanan.

Pengharapan menjadi kekuatan utama dalam menjalankan misi. Sebagaimana dikatakan dalam Redemptoris Missio artikel 7, “Misi berasal dari pembaruan hidup yang radikal yang dibawa oleh Kristus dan dihayati oleh para pengikut-Nya.”

Oleh karena itu, setiap orang dipanggil untuk menjadi saksi hidup kasih Tuhan.

Paus Fransiskus dalam bulla Tahun Yubileum Spes Non Confundit menekankan pentingnya harapan dalam evangelisasi. Beliau mengajak umat beriman untuk menjadikan Tahun Yubileum sebagai momen perjumpaan pribadi dengan Yesus, “pintu” keselamatan kita.

Harapan ini tidak mengecewakan, tetapi justru memberi kepastian akan kasih Tuhan. Maka, kita dipanggil untuk menjadi peziarah pengharapan, bahkan ketika menghadapi kecemasan dan ketidakpastian hidup.

Bermisi dalam kehidupan sehari-hari

Meskipun perjalanan misi di Halmahera telah usai, panggilan untuk bermisi tidak pernah benar-benar berakhir. Misi terus berlanjut dalam setiap langkah kehidupan, dalam setiap tempat yang kita tuju, dan dalam setiap hati yang kita temui.

Pada akhirnya, hidup itu sendiri adalah sebuah misi—misi untuk mencintai, memberi, menerima, dan percaya bahwa Tuhan senantiasa menyertai, membimbing, dan menumbuhkan kita.

Dalam perjalanan iman, misi bukan hanya perjalanan fisik ke tempat yang jauh, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari. Setiap orang dipanggil untuk menghadirkan kasih Tuhan dalam tindakan nyata.

Peziarah pengharapan bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan rohani yang bertumbuh dari pengalaman iman. Dalam setiap langkah kehidupan, ada harapan yang terus diperjuangkan—harapan akan kehidupan yang lebih baik, kedamaian, persaudaraan, dan penyertaan Tuhan.

Tanpa pengalaman nyata dalam bermisi, perjalanan iman bisa kehilangan maknanya dan sekadar menjadi perjalanan tanpa arah. Oleh karena itu, kita diajak untuk menjadikan setiap pertemuan dan pengalaman hidup sebagai kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih.

Bertemu dengan teman-teman di lapangan. (Heka)

Mewujudkan peziarah pengharapan secara nyata

Tahun Yubileum adalah masa penuh rahmat, di mana umat diajak untuk melakukan refleksi, pertobatan, dan pembaruan iman. Dalam konteks ini, pengalaman bermisi menjadi sangat relevan karena misi adalah wujud nyata dari iman yang hidup.

Kita diajak melakukan perjalanan rohani selama Tahun Yubileum ini dengan memperoleh indulgensi melalui ziarah, Sakramen Tobat, komuni kudus, pelayanan kasih kepada sesama, serta perbuatan baik lainnya.

Sebagaimana ditegaskan dalam Redemptoris Missio artikel 2: “Kegiatan misioner memperbarui Gereja, menghidupkan kembali iman, dan memberikan semangat baru.”

Dengan demikian, Tahun Yubileum bukan sekadar perayaan, tetapi juga panggilan untuk semakin menghidupi semangat misioner dalam keseharian.

Misi bukan hanya tugas kelompok tertentu, melainkan panggilan bagi setiap orang beriman. Menghadirkan kasih Tuhan dalam tindakan nyata, seperti membantu sesama, menjadi pendengar yang tulus, dan menjalankan tugas dengan penuh dedikasi, adalah bentuk nyata dari panggilan misioner.

Paus Fransiskus dalam Spes Non Confundit artikel 10 menegaskan bahwa selama Tahun Yubileum ini, kita dipanggil untuk menjadi tanda harapan bagi saudara-saudari yang mengalami kesulitan.

Semoga pengalaman bermisi kita sehari-hari dapat menjadi wujud nyata dari peziarah pengharapan dalam Tahun Yubileum 2025 ini.

Mari kita melangkah bersama dalam kasih, membawa harapan, dan menjadi saksi nyata cinta Tuhan di dunia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here