
Puncta 14 Maret 2025
Jum’at Prapaskah I
Matius 5: 20-26
PADA zaman Yesus penghuni surga dipegang oleh kaum Farisi dan Ahli-ahli kitab. Dengan cara hidup mereka, para Farisi merasa mendapat jaminan masuk surga.
Mereka merasa diri sebagai penghuni tetap kerajaan surga. Orang lain yang tidak sepaham dianggap tidak punya peluang masuk surga.
Mereka menilai diri sebagai rohaniwan terbaik dan terkemuka pada era itu. Ketekunan mereka memegang tradisi agama dan kesalehan ibadahnya adalah gold standard hidup keagamaan orang Israel.
Tetapi Yesus menjungkir-balikkan penilaian hitam putih itu. Yesus tidak mau kita hidup dengan polesan kosmetik keagamaan yang semu. Luarnya kelihatan baik tetapi dalamnya bobrok seperti kuburan.
Maka Yesus menegaskan, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”
Yesus memberikan tuntutan yang lebih berat dan tegas dalam menjalani praktik hidup keagamaan. Bukan hanya soal membunuh, tetapi Yesus mempertegas dengan berkata:
“Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”
Sekarang ini hampir tidak ada hari tanpa kemarahan di mana pun. Kita bisa menemui orang marah-marah dimana-mana; di jalan, di kantor, di rumah, bahkan di gereja. Kemarahan juga meledak dan tertumpah di media sosial. Sumpah serapah dan hojatan-hojatan berseliweran di medsos.
Kemarahan dan hojatan sama beratnya dengan pembunuhan. Hujatan-hujatan bisa membunuh karakter seseorang. Itu akan lebih kejam karena orangnya masih hidup tetapi karakternya dijelek-jelekkan dan direndahkan.
Apakah kita sudah sempurna, baik dan tak bercacat sehingga kita membunuh karakter orang dengan mengumbar kemarahan di mana-mana?
Anda tidak membunuh orang, tetapi kemarahan anda bisa membunuh karakternya. Hati-hatilah.
Jalan di pinggir waduk Wonogiri,
Melihat ikan-ikan ke sana kemari.
Jangan meniru orang-orang Farisi,
Merasa paling bersih dan paling suci.
Wonogiri, jangan suka mengumbar kemarahan
Rm. A. Joko Purwanto, Pr