Sabtu, 15 Maret 2025
Ul. 26:16-19.
Mzm. 119:1-2,4-5,7-8.
Mat. 5:43-48
KEJAHATAN hanyalah mendatangkan penderitaan dan kerugian bagi diri sendiri.
Maka pilihan yang ada bukan membalas kejahatan seseorang, namun berdoa baginya; mengasihinya dan memberikan pengampunan yang menyebuhkan.
Mengasihi dan mendoakan kebaikan musuh pasti memberi rasa damai di hati, sambil percaya bahwa Allah akan ikut mengubah dan menyembuhkan dirinya. Membalas kejahatan dengan kebaikan pasti menghasikan hal positif bagi kedua pihak.
“Saya pernah merasakan bagaimana pahitnya difitnah oleh sahabatku sendiri,” kata seorang bapak.
“Waktu itu, saya bekerja satu proyek dengan sahabatku, awalnya semuanya berjalan baik, kami bisa mencapai target bahkan selalu menerima bonus atas kerja keras kami.
Namun kemudian saya merasa difitnah oleh sahabatku, karena tanpa sepengetahuanku dia melapor kepada atasan atas sebuah kesalahan.
Saya dituduh mengambil keuntungan pribadi atas satu penjual produk. Tuduhan itu lalu menyebar dan membuat pimpinan akhirnya menghentikanku.
Saya sangat kecewa karena saya sungguh tidak melakukan apa yang mereka tuduhan padaku.
Beberapa bulan kemudian, saya mendapat pekerjaan baru yang lebih baik.
Suatu hari, saya bertemu dengan sahabatku di jalan. Wajahnya tampak penuh penyesalan. Ia mendekatiku dan berkata dengan suara pelan, “Teman, aku sangat menyesal. Aku iri padamu, jadi aku memfitnahmu. Sekarang aku kehilangan pekerjaanku dan merasa sangat bersalah.”
Alih-alih marah, saya tersenyum dan berkata, “Aku sudah memaafkanmu. Aku berharap kau juga bisa memulai kembali dengan baik.”
Dia terkejut dan menangis. Ia tidak menyangka bahwa saya bisa mengampuninya dengan tulus,” ujarnya.
Mengampuni bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda keberanian dan kekuatan sejati. Butuh hati yang besar untuk membalas kebencian dengan kasih, tetapi hasilnya sungguh luar biasa.
Ketika kejahatan datang menghampiri, mari kita memilih jalan kasih. Mendoakan mereka yang menyakiti kita, mengampuni dengan tulus, dan membalas keburukan dengan kebaikan.
Dengan begitu, kita bukan hanya membawa perubahan dalam hidup kita sendiri, tetapi juga menjadi alat Tuhan untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih penuh kasih dan damai.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Yesus ingin kita memahami bahwa kasih sejati tidak bersyarat. Kasih yang sejati tidak hanya diberikan kepada orang yang baik kepada kita, tetapi juga kepada mereka yang sulit untuk dikasihi.
Ketika kita memilih untuk mengasihi musuh, kita sedang meneladani kasih Tuhan sendiri. Allah tidak hanya mengasihi orang benar, tetapi juga mereka yang jatuh dalam dosa.
Bahkan, Yesus sendiri menunjukkan kasih yang sempurna ketika di atas kayu salib. Ia berdoa bagi orang-orang yang menyalibkan-Nya: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Kasih kepada musuh membawa damai, bukan hanya bagi mereka, tetapi juga bagi diri kita sendiri.
Membenci hanya akan menambah beban di hati, tetapi mengampuni dan mengasihi akan membebaskan kita dari belenggu kepahitan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku berdoa bagi mereka yang memusuhiku?