Akhir Perang Baratayuda

0
22 views
Pandawa dan Kurawa dalam Perang Bharatayuda by Ist.

Puncta, 20 Maret 2025
Kamis Prapaskah II
Lukas 16: 19-31

PERJALANAN hidup kita itu ibarat perang Baratayuda, yakni sebuah perjalanan memperjuangkan baik lawan buruk, benar lawan salah, adil lawan sewenang-wenang dan jalan dharma lawan adharma.

Di posisi mana kita berpijak, dari situ kita akan memetik buahnya. Yang baik akan menerima kebaikan. Yang jahat akan mendapat hukuman.

Delapan belas hari perang antara Pandawa dan Kurawa telah berjalan. Yang tersisa tinggal Raja Duryudana di pihak Kurawa. Ia tidak mau mengalah, tetap pongah dan sombong dengan megahnya.

Dengan angkuh dia berkata, “Kalau saya menang, saya makin jaya. Tetapi kalau saya kalah, Pandawa akan kecewa, terkejut karena kerajaan tinggal puing-puing tak tersisa. Semua sudah hancur lebur. Yang tersisa tinggal anak-anak yatim piatu dan janda-janda.”

Ia mengejek Werkudara, “Saya sudah pernah mengalami semua kenikmatan hidup. Makan dengan piring kencana, dilayani dayang-dayang cantik, tidur di atas kasur permadani. Kalian hidup terlunta-lunta sebagai pengemis dan tak ada tempat berteduh serta menderita seumur hidup.”

Akhir dari perang adalah yang jahat dikalahkan. Duryudana gugur lebur oleh gada Werkudara. Kebaikan mengalahkan kejahatan.

Yesus menggambarkan akhir kehidupan dengan contoh orang kaya yang tak berbelaskasih dengan Lazarus yang miskin dan menderita.

Orang kaya itu sering berpesta pora dengan segala kemewahannya. Sedang di dekatnya ada Lazarus yang miskin, lapar dan penyakitan sampai anjing-anjing menjilati boroknya. Namun orang kaya itu tak sedikit pun berbelas kasih pada si miskin.

Keduanya mati dan Lazarus berada di pangkuan Abraham. Sedang Si Kaya berada dalam siksaan abadi. Dengan kisah ini, Yesus mengingatkan bahwa buah perbuatan kita akan menentukan kehidupan kita.

Siapa menanam kebaikan akan memetik buah yang baik. Siapa menabur kejahatan akan memperoleh keburukan.

Orang kaya itu anonim, tak bernama. Bisa jadi dia adalah kita yang tidak punya belaskasihan pada orang miskin di sekitar kita.

Nasi jagung untuk sarapan,
Sambal tomat bikin kelaparan.
Mari kita menanam kebaikan,
Dengan hati dan belaskasihan.

Wonogiri, “Ngundhuh wohing pakarti”
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here