Lectio Divina 28.3.2025 – Perintah Yang Utama

0
37 views
Kasih di sudut jalan, by Diego Rivera

Jumat. Minggu Prapaskah III, Hari Biasa (U)

  • Hos. 14:2-10
  • Mzm. 81:6c-8a.8bc-9.10-11ab.14.17
  • Mrk. 12:28b-34

Lectio

28 Lalu salah seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan melihat bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada mereka, datang kepada-Nya dan bertanya, “Hukum manakah yang paling utama?”

29 Jawab Yesus, “Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa. 30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. 31 Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama dari pada kedua perintah ini.”

32 Lalu kata Ahli Taurat itu kepada Yesus, “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. 33 Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua kurban bakaran dan kurban lainnya.”

34 Melihat bahwa orang itu menjawab dengan bijaksana, Yesus berkata kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.” Lalu tidak seorang pun berani lagi menanyakan sesuatu kepada-Nya.  

Meditatio-Exegese

Bertobatlah, hai Israel, kepada Tuhan, Allahmu

Nabi Hosea, yang berasal dari Kerajaan Utara, bekerja sebagai nabi pada tahun 750-735 SM. Ia bekerja ketika situasi kerajaan itu sangat keruh. Ia menikah dengan Gomer, seorang pelacur bakti, dan memiliki tiga orang anak.

Perkawinan nabi menjadi lambang ketidaksetiaan Israel pada Yahwe, Allah (Hos. 1:2-9). Kepada bangsa itu Hosea menyerukan pertobatan dan kembali kepada Allah. Bangsa itu harus hidup dalam relasi kasih dan setia kepada Allah. Mereka tidak bisa mengandalkan kuasa manusia, sekalipun itu kemaharajaan  Asyur.

Sang nabi berseru-seru (Hos. 14:2), “Bertobatlah, hai Israel, kepada Tuhan, Allahmu.” Convertere, Israel, ad Dominum Deum tuum.

Sang nabi menyerukan pertobatan, karena umat telah tergelincir dalam dosa. Seluruh pesan Allah melalui mulut Nabi Hosea mengikuti pola: kecaman terhadap ketidak setiaan umat Israel selalu diikuti oleh janji Allah untuk memberkati mereka.

Nabi Hosea juga membawa pembaharuan. Semula keselamatan dan pengampunan ditawarkan pada umat dengan murah hati, tanpa tuntutan apa pun pada umat Israel; sekarang  nabi menuntut Israel untuk bertobat (Hos. 14:1-3) agar Allah menyembuhkan ketidak setiaan Israel (Hos. 14:4).

Baik nabi (Hos. 14:1-3) maupun Allah (Hos. 14:4) berbicara pada umat Israel. Nabi berseru agar umat bertobat dan memohon ampun pada Allah, “Bawalah sertamu kata-kata penyesalan, dan bertobatlah kepada Tuhan.” (Hos. 14:2).

Seruan pertobatan, kemudian, diikuti permohonan akan pengampunan dalam tata ibadat. Diserukan dosa-dosa Israel, yang mengandalkan kekuatan dan kuasa asing serta berhala-berhala buatan tangan manusia. 

Atas pertobatan umat, Allah menawarkan pendamaian dan pemulihan atas ketidak setiaan mereka. Kebaikan hati dan belas kasih-Nya diungkapkan dengan kata-kata dan gaya bahasa indah. Ia seperti embun yang menumbuhkan bunga dan akar-akar pohon.

Embun, zaitun, harum-haruman dari Libanon, anggur, gandum melambangkan segala kebikan yang dianugerahkan Allah, bukan Baal. Terlebih, nabi melukiskan (Hos. 14:8), “Aku ini seperti pohon sanobar yang menghijau, dari pada-Ku engkau mendapat buah.” Ego ut abies virens: ex me fructus tuus invenitur.

Menyimpulkan kasih Allah yang tak terbatas pada umat, Santo Bernardus menulis, “Kasih dari Sang Kekasih atau, lebih tepatnya, Sang Kekasih, yang selalu meluapkan kasih, hanya menyukai kasih dan kesetiaan.

Jangan menolak kasih-Nya. Bisakah kita berhenti mencintai Pribadi yang adalah Kasih secara pribadi? Bisakah Pribadi, yang adalah Kasih, tidak dikasihi?” (In Cantica Canticorum, 83, 5).              

Perintah manakah yang paling utama?

Setelah membungkam orang Saduki yang bertanya tentang kebangkitan badan (Mrk. 12:18-27), Ahli-ahli Taurat bertanya tentang perintah mana yang paling utama. Pada saat itu orang Yahudi merumuskan 613 perintah dan larangan beserta komentar para rabbi sebagai tolok ukur pelaksanaan Hukum Taurat (www.jewfaq.org/m/613.htm).

Beberapa kalangan berkata, “Semua peraturan itu penting, karena semua berasal dari Allah. Manusia tidak boleh mengabaikan satu titik sekali pun” (bdk. Mat. 5:17-18). Dan kita tidak boleh membeda-bedakan apa yang ditetapkan Allah.”

Yang  lain berkata, “Beberapa peraturan lebih penting dari lainnya. Karena itu mereka harus diberi perhatian lebih untuk dilaksanakan.”

Karena begitu banyak pendapat yang saling bertentangan, ahli Taurat bertanya kepada Yesus bagaimana pandangan Yesus tentang perintah mana yang terpenting dari hukum Taurat,.

Dengarlah, hai orang Israel

Di antara para penulis Injil Sinoptik, Santo Matius, Markus dan Lukas, hanya Santo Markus yang mengutip secara lengkap kata-kata pembukaan Syema (=Dengarlah) sesuai dengan (Ul. 6:4-5). Perintah pada Kitab Ulangan ini diawali dengan pengakuan iman akan Allah.

Kemudian disusul pengakuan akan ke-esa-an Allah. Pengakuan ini sekaligus menepis dan menghapuskan praktik kepercayaan politheisme di antara umat (Mrk. 12:29).

Selanjutnya disusul perintah, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Mrk. 12:30). Mulai abad ke-2 SM, setiap orang Yahudi harus mendaraskan Shema Israel secara berulang, tiga kali sehari, pagi, tengah hari dan malam.  

Pendarasan doa ini sejajar dengan pendarasan doa Bapa Kami, yang diajar Yesus di komunitas iman Perjanjian Baru.

Yesus mengutip perintah Allah dalam Kitab Imamat, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Mrk. 12:31; bdk. Im. 19:18).  Tidak ada perintah lain yang lebih utama dari pada kedua perintah ini.” 

Jawaban Yesus begitu singkat, tepat sasaran. Itulah isi seluruh Hukum Taurat dan Kitab Para Nabi, yang diajarkan Yesus dan dihayati-Nya (Mat. 7:12).

Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah

Ahli Taurat itu hanya dapat menyetujui dan membenarkan sabda-Nya. Ia lalu menyimpulkan sendiri, “Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua kurban bakaran dan kurban lainnya.” (Mrk. 12:33).

Para nabi dan pemazmur dalam Perjanjian Lama juga membenarkan kesimpulan itu (Hos. 6:6; Mzm. 40:6-8; Mzm. 51:18-19). Mengasihi Tuhan dan sesama dalam praktik hidup sehari-hari menjadi lebih penting dari novena, doa pujian, khotbah indah dan berapi-api serta perarakan megah.

Santo Markus menggunakan ungkapan βασιλειας του θεου, basileias tou Theou, Kerajaan Allah. Kerajaan-Nya dibangun dari perpaduan dua kasih: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.

Lalu, Yesus memuji ahli Taurat itu dengan bersabda, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.”, Non es longe a regno Dei.

Keduanya harus dilaksanakan dan dihidupi dalam komunitas iman; tidak dikotbahkan dan dibicarakan. Sabda Tuhan kita, Yesus Kristus, “Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh Hukum Taurat dan Kitab Para nabi.” (Mat. 22:40).

Dan tolok ukur mengasihi menurut Perjanjian Lama: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu.” (Im. 19:18). Tetapi dalam Perjanjian Baru, Tuhan menetapkan tolok ukur baru (Yoh. 15:12): “Kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”, ut diligatis invicem, sicut dilexi vos.

Mengasihi, seperti Ia telah mengasihi, menghantar setiap manusia tidak hanya dekat dengan dengan Kerajaan Allah, tetapi masuk ke dalamnya. Maka, selalu bergema: bertobatlah dan saling mengasihi.

Katekese

Api kasih Allah. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:

“Gaya tarik bumi mempertahankan setiap benda tetap ada di tempat masing-masing. Api berkobar ke arah atas; sementara sebutir batu jatuh.

Benda-benda yang tidak ada di tempat masing-masing akan melayang-layang hingga mencapai tempat untuk meletakkan dirinya sendiri. Hal ini juga diterapkan pada kita.

Berat badanku adalah kasih; ke mana pun aku pergi, aku digerakkannya. Melalui kasih Allah, kita menangkap api kita sendiri dan, dengan bergerak ke atas, menemukan tempat dan peristirahatan kita.” (Confessions 13,9

Oratio-Missio

Kami mengasihi-Mu, ya Allah kami; dan kami hendak semakin mengasihi-Mu. Bantulah kami, agar kami dapat mengasihi-Mu sebanyak yang kami mampu, dan sebanyak yang seharusnya.

Ya Sahabat yang terkasih, yang telah begitu mengasihi dan menyelamatkan kami, Engkau yang begitu manis dan selalu semakin manis dalam budi kami, datanglah bersama Kristus dan berdiamlah di dalam hati kami.

Kami sadar bahwa Engkau menjaga  bibir, langkah, dan perbuatan kami; maka, tidak perlu jiwa dan tubuh kami cemas dan gelisah. Berilah kami kasih-Mu, yang termanis dari semua anugerah, yang tidak mengenal musuh.

Tanamkanlah di dalam hati kami kasih murni, yang lahir dari kasih-Mu kepada kami, agar kami dapat mengasihi sesama seperti Engkau mengasihi kami.

Ya Allah, Bapa Tuhan kami, Yesus Kristus, dari-Nya mengalir seluruh kasih, biarkan hati kami, yang beku karena dosa, dingin pada-Mu dan dingin pada sesama, dihangatkan oleh api ilahi ini. Maka, tolonglah dan berkatilah kami di dalam Anak-Mu. Amin. (Doa Santo Anselmus, abad ke-12, terjemahan bebas)

  • Apa yang harus aku lakukan untuk masuk dalam Kerajaan-Nya?

Non es longe a regno Dei – Marcum 12:34

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here