Examen conscientiae atau simpelnya ex-cons bukanlah khas Yesuit, bahkan bukan khas kristen/katolik. Ex-cons adalah sesuatu yang “manusiawi”.
Ini sejalan dengan kebijaksanaan filsuf Yunani Socrates yang hidup ribuan tahun sebelum Yesus dan pernah mengatakan bahwa “hidup yang tidak direfleksi bukanlah hidup yang pantas untuk dihidupi”. Ini berbeda dengan “cogito ergo sum” – nya Rene Descartes yang hidup pada abad ke-17 pernah berujar: “Aku berpikir, (maka) aku ada”atau dalam bahasa aslinya je pense, donc je suis.
Ignatius mengambil ”metode kemanusiaan” ini dengan sudut pandang Katolik, untuk melihat bagaimana Tuhan berkarya bersama kita dalam hidup sehari-hari.
Ignatius pernah berkata bahwa dalam situasi sakit, bolehlah orang tidak mengikuti misa dan berdoa, tapi jangan sekali-kali meninggalkan ex-cons. Dalam arti tertentu, mengikuti misa dan berdoa adalah proses ”identifikasi” diri kita pada ”Tuhan di luar sana”. Namun ex-cons adalah latihan rohani dimana kita terhubung dengan Tuhan konkret dalam realitas hidup kita.
Ex-cons yang dilakukan secara benar dan rutin merupakan latihan kita sampai mati untuk semakin menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup kita sehari-hari. Jika sudah biasa, kita akan mempunyai sense akan” kehadiran Tuhan” secara refleks.
Refleks yang baik ini akan semakin mendekatkan kita pada Tuhan. Refleks akan kehadiran Tuhan tidak akan membatasi kita dalam menemukan Tuhan. Inilah yang membuat manusia dapat berhubungan dengan Tuhan, seperti Yohanes yang bisa langsung melihat Yesus saat teman-teman yang lain belum mampu melihatnya, ”Itu Tuhan!”.
Refleks inilah yang membentuk orang untuk menjadi ”contemplativus in actione”, berkontemplasi dalam realitas hidup sehari-hari.
Kerajaan Allah bukan ”masalah nanti”, tapi ”masalah sekarang”. Jika tidak pernah dilatih dalam hidup kita sekarang ini, setelah mati pun kita tidak akan bisa melihat Kerajaan Allah.
Ex-cons melatih kita untuk melihat Kerajaan Allah setiap saat, sekaligus ”mempersiapkan” kita untuk ”melihat wajah Allah” nantinya saat kita sudah dipanggil Tuhan.
Romo Gregorius Heliarko SJ, Magister Teknik Mekanikal lulusan Marquette University di Milwaukee, Wisconsin (AS) dan bertitel Insinyur Teknik Mesin/Konstruksi dari UGM Yogyakarta. Sekarang baru menyelesaikan program doktoral filsafat di STF Driyarkara Jakarta.
Sesawi.net sudah bagus bentuk tampilannya, proficiaat dan terimakasih untu yang mempunyai gagasan dan membuat sampai jadi seperti ini. Bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk menuangkan gagasan dari angan-angan menjadi suatu bentuk yang kongkrit. Sesawi memang hebat. Beberapa rekan ex-sem Mertoyudan yang non jesuit, melihat sesawi sampai mengacungkan jempolnya; karena ikatan ini masih solid bila dibandingkan dengan tarekat ataupun kelompok para mantan dari tarekat/kongregasi ataupun keuskupan lainnya.
Oleh karena itu, sebaiknya para anggota dapat mengisi wadah yang sudah apik ini untuk menjadi semakin berguna dan ada manfaat bagi yang lainnya. Sekali lagi saya merasa bersyukur dan berterimakasih kepada rekan-rekan yang telah mewujudkan ini semua.
Salam,
Budijuwono