Sajak “Hampir”

0
2,614 views

sajakHampir Sajak Sederhana

Aku mencintai hal-halsederhana
bunga, kicauanburung, senyummu
dan mimpi-mimpi kita

Taka da yang istimewa di dunia ini:
bunga bermekaran dan berguguran;
telur menetas dan burung berkicau-kicau;
engkau tak akan pernah kehabisan senyum;
dan mimpi-mimpi masih banyak tersedia.

Aku mencintai hal-hal sederhana
untuk kita, cukup-cukupkanlah semuanya.
Cukup kutulis di dalam sajak yang sederhana,
cukup kaubaca dengan cara yang sederhana.

Kelak setelah kita tiada adalah semoga masih
ada seorang berlari-lari kecil menerobos gerimis.
Kepada sahabatnya yang terbaring berselimut resah
disodorkanlah wajah tersenyum yang sedikit basah

“lihat kawan, bacalah ini
air mata kita telah tertulis di sini”

Maka datanglah ia, sesuatu yang sederhana
menghinggapi dan mengecupi pipi-pipi
rona-rona mencerahkan wajah mereka
air mata bertambah hangat, berkali-kali.

——————————————————————————————

Hampir Sajak Tabungan Air Mata

Kakekku petani miskin yang sederhana dan cermat.
Ia pandai berhemat uang, kata-kata, serta air mata.
“Ketika kesedihan mendesak, tabahkanlah hatimu
tabunglah air matamu agar kelak berbunga pelangi”
Begitu pesan singkatnya.

Maka sejak kecil aku terpaksa belajar tabah
menahan semuanya, menahan air agar tidak tumpah
untuk kusimpan di kantong mataku yang cukup dalam.
Sekarang tabungan air mataku sudah lumayan.

Kini, di saat-saat tertentu, air mata akan mengalir
dengan sendirinya, dengan derasnya, karena engkau
siapakah yang tahu hangatnya selain pipiku sendiri?

Aih lihatlah, air mataku sedang mengalir dengan bahagia
terlihatkah warna-warna pelangi pada tiap tetesnya?
Jika iya, mendiang kakekku tentulah sangat bahagia.

———————————————————————————————–

Hampir Sajak di Bulan Desember

Kalender tahun ini,
Desember-mu
tinggal setengah lembar umurnya.
Sudahkah engkau siap merobek
berlembar-lembar keresahan
masa lalu yang tidak sehat?

Aku ingin memasang kalender baru
di rumah mu. Di setiap wajah pintu.
bergambar sesosok duduk di bulan
Januari, Februari, sampai Desember
–seperti pemerhati yang bertanya,
“Mau kemana?” tapi tanpa kata-kata.

Itu bukan aku.
Barangkali cuma Tuhan
yang Maha setia dari awal
hingga akhir meski kita tak
pernah menandai kalender,
misalnya: melingkari
setiap tanggal jatuh
kasihnya.

Tengoklah di jejak rahasiamu
apa tahun ini sudah kauhabiskan
hampir 354 hari, semuanya hanya
untuk mencintai diri sendiri.

——————————————————————————————————-

Hampir Sajak di Bingkai Jendela

Aku berdiri di belakang jendela yang terbuka;
langit masih berwarna, biru remaja. Bersih, dan luas.
Andaikan segala macam air di dunia ini dimendungkan
maka kelabunya tak akan cukup menutup keterbukaannya

Langit seluas itu.
Seluas apakah telapak tangan penciptanya?
Andaikan segala macam kejahatan di dunia ini digumpalkan,
tidak terlalu kecilkah bagi-Nya jika dibikin sebutir kelerang?

Dan jika telapak

tangannya lebih luas dari langit
dapatkah kaubayangkan yang lainnya
selapang apakah dadanya, Sayangku?

Aku berdiri di belakang jendela yang terbuka
Langit itu sedang membiru.
Kukumpulkan segala yang menyesakkan;
ke sanalah dadaku yang sempit kuhadapkan.

Engkau tidak sedang di atas sana,
tidak sedang dibalik awan. Tapi pikirku
Engkau sepertinya sedang di atas sana
di balik awan itu. Seperti seorang pelukis
yang tersenyum saking terpesonanya
mengamati lukisannya sendiri.

Di dalam bingkai jendela
aku seperti lukisan
diam melangut ke yang jauh engkau

engkau seperti sengaja dijauhkan dari aku,
bahkan jauhnya lebih jauh dari kata jauh itu
Siapa yang diam-diam menjatuhkan daun-daun
sambil menumbuhkan kuncup-kuncup baru.

————————————————————————————————–

Hampir Sajak Sekolah

Aku telah membongkar isi rumahku. lihatlah
ada baju, radio, kulkas, buku-buku, ranjang
dan aneka barang yang dulu sangat kuinginkan
yang telah kukumpulkan dengan bersusah-susah.

Yang dulu baru kini telah menjadi usang
banyak barang sudah tidak lagi kuperlukan
terpaksa dibuang demi langkah yang ringan
sebab aku harus pergi pagi ini.

Suma ada sedikit yang perlu kubawa:
kenang-kenangan, rindu-rindu, dan mimpi-mimpi
bekal pergi ke tanah terjanji yang entah dimana
ah, tidak. itu bawaan yang terlalu banyak.

Sebab di tempat baru akan kutemukan orang-orang baru
barang-barang baru, detik-detik yang akan segera berlalu
dan sebuah peringatan bahwa tidak akan ada yang bertahan
dan belum ada yang awetnya melebihi kenangan.

Di sana aku disekolahkan,

mata pelajarannya cuma dua:
pelajarantersenyum dan pelajaran rela.

Ujiannya pun cuma dua:
ujian diberi yang takkupinta dan ujian kehilangan yang kucinta

“Kau perlu banyak belajar tabah
supaya jiwamu bisa selamat sampai kepada-Ku”
Kubayangkan tertawanya terpingkal-pingkal.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here