NYARIS persis 5 bulan sebelum pergi menghadap Tuhan hari Kamis (16/5) dinihari tadi, almarhum Romo Heri Kartono OSC dari Ordo Salib Suci Bandung berhasil merilis buku terakhirnya berjudul Dibakar Semangat Pelayanan. Peluncuran bukunya terjadi di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) Kompas-Gramedia di Jl. Palmerah Selatan, Jakarta Pusat.
Buku Dibakar Semangat Pelayanan berkisah tentang refleksi iman almarhum Romo Heri Kartono atas perasaan kagum atas banyak orang yang pernah dia jumpai dalam berbagai kesempatan. Dan kekaguman itu terfokus pada karya dan perjuangan mereka yang menurut Romo Heri Kartono dibilang sangat inspiratif dan layak ditularkan kepada orang lain.
Buku kecil karya alm. Romo Heri Kartono OSC ini berisi 19 kisah dan karya mengagumkan dari beberapa orang yang pernah beliau kenal, sapa dan berbincang-bincang. Tidak harus katolik, melainkan semua orang dengan siapa alm. Romo Heri Kartono pernah dibuat terpesona oleh karya-karya mereka.
Asyiknya Jadi Romo
Buku lain yang ditulis alm. Romo Heri Kartono OSC adalah Asyiknya Jadi Romo. Buku ini dirilis Oktober 2012 di Paroki St. Helena Karawaci.
Jo Hanapi dari Paroki St. Helena Karawaci menulis catatan sebagai berikut:
“Buku ‘Asyiknya Jadi Romo’ membawa kita kepada perjalanan kehidupan imamat seorang pastur Brebes yang penuh dengan liku-liku. Seorang pastur yang terkadang sok tahu, sok jadi pahlawan, sok pintar, sekaligus lugu. Cerita-cerita pendek yang dirangkum dan ditulis secara kronologis menguatkan kesan sekaligus memberikan kesimpulan bahwa sebenarnya buku ini merupakan bagian dari otobiografi sang penulis. Penyajian cerita yang disampaikan dalam bentuk cerpen membuat pembaca ‘tidak cape’ bahkan hampir selalu membawa pembaca untuk tersenyum bahkan tertawa”.
“Biografi dimulai sejak pentahbisan, dan mulai berkarya di Paroki Tasikmalaya, Stasi Ciamis, Bandung, Cirebon, Kabanjahe dan Medan serta Tangerang, di mana sebelum berkarya di Tangerang pernah bekerja di Roma sebagai Konselor Jenderal OSC. Pernah juga terdampar di Australia sebagai pangkalan sementara untuk mengobati kegalauan dan kebimbangan antara copot jubah dan meneruskan karyanya sebagai imam.”
“Patut dicatat beberapa kelebihan buku ini dibandingkan dengan buku banyolan serupa. Cerita (pengalaman nyata) dikemas dengan detail tokoh yang terlibat, waktu, tempat, dan info tambahan bagi pembaca yang berbeda kultur sungguh merupakan kumpulan cerita yang tidak kering. Ada pelajaran yang bisa disirat dan disikapi pembaca bahwa mungkin saja pengalaman beliau bisa menimpa kita kalau kita belum membaca buku ini. Karya ini bukan semata pengalaman pribadi Sang Pastur Brebes. Tapi merupakan realita kehidupan ‘yang mungkin’ kita alami juga. Sang pastor Brebes digambarkan mengalami ‘sesuatu’ yang baru, baik bersifat konyol, lucu, maupun sedih dan gembira, namun kejadian yang sama tidak pernah dijumpai lagi dalam cerita yang lain. Ada pembelajaran yang bisa kita petik bahwa kejadian konyol serupa seyogyanya ‘hanya’ terjadi sekali saja dalam kehidupan kita.”
“Butuh suatu ‘keberanian’ untuk menuliskan pengalaman konyol dan memalukan, apalagi mempublikasikannya. Meminjam pengamatan (kesimpulan) dari kata pengantar Mgr. Ignatius Suharyo, “Dalam perjalanan 25 tahun imamat, saya merasakan Tuhan begitu baik dan murah hati”.
“Rekan Richard Gleeson, Pr dari Australia barangkali salah seorang yang ‘mengubah kembali’ kehidupan pst Heri untuk berbalik arah dari keadaan galau menjadi keyakinan bahwa Tuhan begitu baik.”
Mengenai sosok alm. Romo Heri Kartono OSC, seorang seminaris alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun masuk 85 mengatakan, pagi-pagi buta pun alm. Romo Heri Kartono sudah memberikan pelayanan iman dan hiburan batin kepada pasien sebuah rumah sakit di Karawaci. Waktu itu, kata seorang teman, anaknya tengah sakit serius dan harus segera mendapatkan transfusi darah.
Melalui halo-halo singkat, akhirnya tanpa diduga Romo Heri Kartono menyempatkan diri bezoek dan dalam hitungan menit, 20 orang dari Paroki St. Helena Karawaci datang menyumbangkan darahnya untuk keperluan transfusi bagi Damar yang tengah sakit serius.
Damai sejahtera.
Terimakasih untuk renungan yang bermakna. Menghayati serta mengamalkan, menjadikan pohon iman bertumbuh subur serta berbuah lebat.
Saling membagi kekayaan iman.
Saling menguatkan.