EKSISTENSI Api Pencucian dengan sendiri musnah dengan datangnya hari Penghakiman Terakhir. Hukuman di Api Penyucian dirasakan jiwa-jiwa dalam dua bentuk. Yakni sebagai ‘penderitaan karena kehilangan’ dan sebagai ‘penderitaan rasa sakit’.
Menderita ”karena kehilangan” berarti jiwa-jiwa yang ”ditampung” di Api Penyucian terpaksa mengalami penderitaan, karena harus kehilangan kebahagiaan surgawi untuk sementara waktu.
Tentang adanya ‘penderitaan rasa sakit’, kita tidak bisa bicara banyak. Namun tradisi Gereja Latin (Barat) meyakini adanya ”penderitaan rasa sakit”. Kalimat yang dipakai Konsili Florence menyebut: ”Jiwa-jiwa di bersihkan lewat penderitaan”. Pertanyaan itu bisa dipakai sebagai petunjuk akan adanya ‘penderitaan rasa sakit’ disamping ‘penderitaan karena kehilangan’.
”Penderitaan rasa sakit” ini kadang-kadang dianggap sebagai ’api penyucian’ semacam waktu untuk pembersihan seperti halnya ‘api neraka. Pernyataan Santo Paulus dalam 1 Kor 3: 13: ”Pekerjaan setiap orang akan kelihatan nanti pada saat Kristus datang kembali. Sebab pada hari itu, api akan membuat pekerjaan masing-masing orang kelihatan. Api akan menguji dan menentukan mutu dari pekerjaan itu.”.
Pernyataan ini ditafsirkan oleh sementara orang sebagai penegasan atas adanya ‘penderitaan rasa sakit’ di Api Penyucian.
Menolak
Gereja Yunani (Timur) sebaliknya menolak pandangan di atas antara lain gagasan tentang adanya ‘penderitaan rasa sakit‘ . Pada Konsili Florence, tokoh pemersatu Gereja Yunani dan Gereja Latin Yohannes Kardinal Bessarianus berketetapan menolak kedua pandangan ekstrim mengenai keberadaan api sungguhan di Api Pencucian.
Johannes Cardinal Bessarianus meyakinkan Gereja Yunani (Timur) bahwa Gereja Latin (Barat) tidak pernah menetapkan adanya ‘penderitaan rasa sakit‘ dan memang tidak pernah disebutkan apa pun tentang hal itu.
Dalam dekrit tentang persatuan dua gereja beda ritus (Barat dan Timur) disebutkan mayoritas para Bapa Gereja Yunandi menentang pandangan mengenai ‘penderitaan rasa sakit‘ di Api Penyucian. Origines, misalnya, agaknya berpendapat bahwa ‘Api Pencucian’ hanyalah sekedar ungkapan saja.
Dalam hal ini Origines sekedar mengikuti gurunya yakni Santo Clemens dari Alexandria yang menggambarkan ‘Api Penyucian’ sebagai ‘Api Rohani‘. Beberapa ahli teologi Gereja Latin dari Abad 18 berpendapat sama seperti Santo Clemens dari Alexandria.
Terhadap dua pandangan berbeda itu, kita diberi kebebasan untuk memilih ”memihak” pendapat yang mana. Sebagian orang mengikuti alur pendapat Santo Bellarminus, katanya: ”Apabila benar-benar tidak ada ‘api’, pasti ada yang jauh lebih mengerikan; yang telah disediakan oleh Tuhan dalam rangka untuk menunjukkan kekuasaanNya’ . (Bersambung)
JB Susanto, purnakarya tinggal di Bogor, Jawa Barat.