[media-credit name=”Google” align=”aligncenter” width=”300″][/media-credit]
PERTENGAHAN tahun 1997 adalah mimpi sangat-sangat buruk bagi Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia. Sejak mata uang bath Thailand jatuh terhadap dolarAS, maka krisis moneter yang waktu itu lazim disebut krismon langsung menerjang tanpa kendali merambat ke Indonesia. Ujung-ujungnya, jatuh pula nilai kurs rupiah terhadap dolar AS yang semula sekitar Rp2.300 per 1$ langsung meroket menjadi Rp12.000 per 1$.
Harga-harga pun langsung meroket tak terkendali. Honda GL Pro Neotech yang di akhir tahun 1996 masih dihargai Rp6.000.000 maka langsung terkantrol naik menjadi dua kali lipat di akhir tahun 1997. Indonesia menjerit. Kegiatan impor rontok, berbagai bisnis hancur kolaps, dan Indonesia –khususnya Jakarta—langsung didera kerusuhan rasial yang berakhir dengan tumbangnya kekuasaan Orde Baru.
[media-credit name=”Google” align=”alignright” width=”300″][/media-credit]
Krisis finansial global
Laporan AsiaNews dan The New York Times edisi Senin (8/8) melansir fenomena terbukanya kemungkinan krismon lagi, setelah pasar modal di Asia merosot tajam dalam sesi perdagangan sepanjang Minggu-Senin awal pekan ini. Semua mengalami penurunan hingga 5%, sementara pasar AS dan Eropa mengalami stagnan.
Senin petang, indeks perdagangan saham di Bursa Nikkei di Tokyo mencatat penurunan sebanyak 2,3%, Seoul 5%, Hong Kong 4%, Shanghai 3,7%, Singapura 4.7%, dan Mumbai sebesar 3%. Anjloknya nilai harga saham ini terjadi, setelah badan Standard and Poor’s (S & P) menurunkan peringkatnya dari semula pada level AAA menjadi AA+.
Oleh para analisis ekonomi global, fenomena ini sangat mencemaskan karena akan memicu terjadinya krismon akibat hutang AS dan Eropa. Efeknya bisa diprediksi, karena ekonomi AS akan mengalami resesi; sementara ekonomi Eropa akan tertatih-tatih meningkatkan performanya.
Dalam kondisi demikian, sudah pasti volume ekspor akan jatuh terjerembab. Ekonom HSBC sebagaimana dilansir BBC mengatakan, perlambatan performa ekonomi ini akan memancing sentimen negatif pasar di berbagai kawasan.
Para menteri keuangan negara-negara industrialis besar yang tergabung dalam Kelompok G-7 bersama para gubernur bank sentral mereka bukannya diam. Mereka berjanji akan mengerahkan sekuat tenaga untuk menjaga agar krisis ini jangan sampai merembet kemana-mana. Tak kurang, Bank Sentral Eropa konon sangat berminat membeli surat-surat berharga keluaran Italia dan Spanyol. Tokyo juga berminat memangkas nilai kurs mata uang yen.
Indonesia pantas cemas, karena kondisi ekonomi yang sangat “berat” ini sangat mungkin berimbas ke wilayah Asia. S & P’s bahkan berani mengatakan, negara-negara di Asia yang tahun 2008 silam ikut kena imbas krisis finansial global. Ikut disebut dalam daftar negara-negara yang rentan kena imbas krisis finansial global ini adalah Pakistan, Sri Lanka, Fiji, Australia, New Zealand, South Korea and Indonesia. Tak terkecuali juga Jepang, India, Malaysia, dan Taiwan.
Dalam hal ini, S & P’s tak menyebut China.
Mathias Hariyadi, penulis dan anggota Redaksi Sesawi.Net.