Menjadi Keluarga yang Melayani Seturut Sabda Allah (1)

0
5,149 views

DALAM Lumen Gentium art. 11, keluarga kristiani disebut sebagai Gereja-rumah tangga (ecclesia domestica). Sebagai Gereja, keluarga kristiani adalah himpunan orang yang percaya kepada Kristus.

Hal ini nyata ketika mereka bersekutu dalam doa menanggapi janji Yesus, “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku di surga” (Mat 18:19).

Namun, bukti nyata bahwa mereka adalah pengikut Kristus adalah ketika mereka melakukan perintah Yesus, yakni saling mengasihi (Yoh 13:34) dan saling melayani (bdk. Yoh 13:14-15). Tentu perintah ini pertama-tama harus diwujudkan di antara sesama anggota keluarga sendiri (lih. Kol 3:18-21, Ef 6:1-4), sehingga menjadi kesaksian bahwa mereka benar-benar murid Kristus (Yoh 13:35). Selanjutnya, kasih ini harus diperluas kepada semua orang, terlebih kepada saudara seiman (Gal 6:10).

Hal senada juga ditegaskan dalam Dekret Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam bahwa tugas perutusan keluarga kristiani akan terwujud: “Bila melalui cinta kasih timbal-balik para anggotanya dan doa mereka bersama kepada Allah, keluarga membawakan diri bagaikan ruang ibadat Gereja di rumah; bila segenap keluarga ikut serta dalam ibadat liturgis Gereja; akhirnya, bila keluarga secara nyata menunjukkan kerelaannya untuk menjamu, dan untuk memajukan keadilan dan amal-perbuatan baik lainnya untuk melayani semua saudara yang sedang menderita kekurangan” (AA 11).

Dengan demikian semangat saling melayani dalam keluarga perlu terus ditumbuhkembangkan agar bisa menjadi motor bagi pelayanan dalam Gereja dan masyarakat. Kesadaran akan hal ini kiranya bisa menepis kecenderungan negatif dalam pelayanan di Gereja dan masyarakat sebagai bentuk pelarian dari tanggung jawab utama saling mengasihi dan melayani dalam keluarga sendiri.

Motivasi pelayanan seturut Sabda Allah
Dalam Alkitab dinyatakan bahwa cakupan diakonia tidak sebatas pemberian bantuan materi, tetapi juga mencakup pelayanan sabda (bdk. Kis 6:1,4). Dari kisah Marta yang sibuk melayani Yesus, kita diingatkan akan perlunya memprioritaskan Dia dan mendengarkan Sabda-Nya agar kita dapat mengenal apa yang sungguh Tuhan kehendaki. Keluarga kristiani perlu datang kepada Sang Sabda agar pelayanan mereka sungguh-sungguh seturut Sabda Allah sendiri.

Bukankah sering terjadi, orang begitu sibuk melakukan banyak a, pelayanan ini dan itu, namun dengan motivasi yang kurang tepat. Yang satu mungkin ingin mencari pujian, yang lain sebagai ajang pencitraan sebagai orang baik ataupun memiliki “modus” atau motif politis. Menanggapi hal ini, dengan jelas Sabda Tuhan mengajarkan agar kita tidak memiliki pamrih atas kebaikan yang kita lakukan (lih. Mat 6:1-4). Yang lain barangkali melakukannya sebagai balas jasa atas “hutang kebaikan” yang telah diterimanya, atau dengan harapan kelak akan dibalas demikian.

Dalam hal ini Tuhan Yesus mengajak kita berani melampaui mentalitas take and gave ini (bdk. Mat 5:46-47). Belajar dari pengalaman ibu mertua Simon Petrus, yang rela melayani Yesus dan murid-murid-Nya (Mrk 1:31) karena telah disembuhkan-Nya, kiranya pelayanan kasih keluarga kita pertama-tama perlu dimotivasi oleh rasa syukur atas kasih Tuhan sendiri bagi keluarga kita.

Kesadaran bahwa keluarga kita telah lebih dulu dikasihi Tuhan, akan mendorong kita membalas kasih Tuhan (bdk. 1 Yoh 4:10) dengan meneruskannya kepada sesama yang membutuhkan. Sebab dalam diri mereka yang hina dan menderita, Tuhan sendiri berkenan hadir dan dilayani (Mat 25:40).

Sumber: www.imankatolik.or.id

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here