Konvenas II PUKAT: Manajemen Kristiani, Iman-Tindakan Kasih-Pelayanan (5)

0
903 views

KALI ini yang menjadi nara sumber adalah Edwin Lopez – EWTN

Bapa Uskup, Romo Moderator dan saudara-saudari, selamat pagi. Saya senang berada di sini, apakah Anda semua senang berada di sini? Saat saya memberi tanda, berikan salam kepada sebanyak mungkin orang-orang yang ada di sekitar Anda dengan gembira. Sampaikan bahwa Anda senang melihat mereka berada di sini, sampaikan dengan senyum, tatapan mata, yang menggambarkan kegembiraan.

Saya bukan pendeta. Saya ingin menjadi pendeta, tetapi istri saya keberatan. Indonesia selalu menjadi tempat berkesan bagi saya. Ini kesempatan kedua saya bicara di PUKAT, dan saya selalu senang. Saya sempat jatuh dari panggung, asisten saya bingung. Tuhan mengizinkan semua terjadi.

Bacaan kita dari Yohanes 15:5.

Sharing bersama 
Saya ingat ada waktu dimana saya pulang dan menangis di hadapan istri saya. Saya menikah di usia 17, usia 23 saya sudah menjadi General Manager.

Tetapi kemudian saya bertanya apakah kebanggaan menjadi seseorang yang sukses, berarti kehilangan keluarga saya?

Apakah ini kesuksesan itu? Saya bisa entertain klien, punya 7 bisnis, tapi ada satu hal yang sangat hilang dari diri saya. Saya punya bar sendiri, dan banyak hal lain yang saya miliki, tapi jauh di dalam lubuk hati saya, saya merasa ada yang hilang, sesuatu yang tidak bisa mengisi hati saya.

Saya bertanya, “Dimana Tuhan?”

Suatu saat istri saya pulang ke rumah dan mabuk. Sekretarisnya membawanya pulang dengan mobil. Ia dalam keadaan mabuk. Saya kaget. Tidak bisa bilang apa-apa. Di Universitas, saya bisa berceramah tentang bagaimana menghasilkan uang, tentang bisnis.

Tetapi di waktu lain, saat pulang dan melihat garis polisi dipasang di rumah saya. Polisi bertanya apakah saya memiliki anak bernama AB? Jika ya, saya harus ke kantor polisi, anak saya ditahan.

Saya punya empat anak. Satunya sangat manja. Saya kira dengan memberikan apa saja, itu cukup baginya. Ketika melihatnya di kantor polisi, saya seperti baru pertama kali mengenalinya. Rambutnya bergaya hiphop, pakaian moderen. Ia bilang ‘hi!’ seakan tidak ada masalah-masalah apa-apa.

Saya tanya pada istri saya, ‘mengapa?’. Istri saya katakan, ‘karena kamu memberikan segalanya’.

Ia ditahan pada Jumat malam, dan kami harus menunggu sampai hari senin. Saya, ayahny yang lemah, dan malu menceritakan ini. Saya menyelesaikan urusan ini dengan petugas polisi. Saya merasa malu, karena Allah sendiri tidak ‘menebus’ Anak-Nya yang tak bersalah dalam peristiwa Jumat Agung, tapi saya sendiri tidak berani membiarkan anak saya di penjara walau itu karena kesalahan anak saya sendiri.

Apa yang benar di dunia ini, tidak selalu benar di hadapan Allah. Apakah ini yang Allah inginkan? Benar bagi saya untuk memiliki posisi, gelar, dan sebagainya, tapi pertanyaannya adalah apakah itu yang Allah inginkan? Itulah yang saya tanyakan pada diri saya, dan mungkin juga Anda tanyakan pada diri Anda. Apakah Allah tidak ingin kita kaya, kita punya bisnis yang baik, dll? Tentu tidak demikian. Allah berkenan pada Daud, mengizinkan ia kaya, tetapi bukan kekayaan itu yang dilihat Allah dalam diri Daud, melainkan kemelekatannya dengan Allah.

Teman bunuh diri

pukat edwin lopez
Edwin Lopez

Saya sebaliknya, begitu melekat pada kekayaaan. Sampai suatu hari teman saya bunuh diri karena kehilangan banknya. Ia memang kehilangan banknya, tapi bukan itu saja, ia juga kehilangan dirinya, jiwanya. Dia salah satu dari 10 orang tersukses.

Dia baru mengunjungi makam orangtuanya, masuk ke mobilnya, dan menembak dirinya. Ketika saya melayat, saya ingin katakan, ia jauh lebih berharga daripada perusahaannya di hadapan Tuhan. Tapi tentu saja itu tak sempat disampaikan saat ia masih hidup.

Seorang general manager, suatu saat membuat skandal korupsi. Saya katakan, reputasi Anda dapat datang dan pergi, begitu juga posisi dan jabatan. Tapi keberadaan di hadapan Allah tidak. Kamu diciptakan menurut gambar Allah. Sayang saya tidak sempat berkata demikian. Ia bunuh diri.

Apakah Anda pun merasakan kehausan yang saya rasakan sebelumnya itu? Apakah Anda sudah menemukan sumber untuk memenuhi kehausan Anda? Saya tidak menemukan dalam berbagi hal, semuanya itu tidak memuaskan.

Saya pernah bertanya mengapa Tuhan mengizinkan banyak hal terjadi, termasuk krisis finansial. Semua yang kita letakkan dalam bisnis besar, hilang dalam semalam. Saya punya uang 200 dollar, 1997, saya juga meminjam uang di bank dan karena nilai tukar yang lemah, semuanya hancur lebur dan hutang menjadi berkali lipat. Saya pulang ke rumah, semua hilang, teman-teman hilang, hanya ada Allah. Saya mulai bekerja pada orang. Bos saya orang luar. Setengah bulan kemudian saya jadi wakil direktur. Allah baik. Tapi saya juga masih harus bayar hutang.

Kadang-kadang Tuhan mengizinkan tragedi. Ia mengetuk pintu saya agar saya menyadari bahwa saya masih membutuhkan-Nya. Tapi sering saya tidak mendengar. Suatu hari saya membaca buku Mother Theresa, itu sangat menyentuh saya, jauh di dalam lubuk hati saya. Kata-kata yang menyentuh itu adalah bahwa dalam perlombaan tikus-tikus, sekalipun Anda menang, Anda tetap tikus. Saya menemui Suster Analica, pendiri EWTN. Ia bertanya berapa bayaran saya tetapi bahkan saya merasa sudah dibayar terlebih dahulu. Saya kerja di EWTN.

Saya tidak pernah mendengar kuliah saya. Kadang gelar jauh lebih tinggi daripada bagaimana belajar. Bahkan dalam bisnis, jika kita menunggu sampai waktu yang tepat, maka perlombaannya sudah selesai. Kita sulit belajar.

Tapi ada tiga kapital saya pelajari di EWTN:
1) financial capital, tapi bukankah sesuatu yang bisa habis saat diwariskan kepada anak-anak
2) knowledge capital, tapi sekarang pun banyak sarjana bekerja sebagai janitor di Amerika
3) passion capital, adalah semangat dalam diri orang-orang seperti Steve Jobs dan Bill Gates.

EWTN mulai dengan 200 dolar, tetapi sekarang 240jt. Dan sudah di Indonesia. Semua lebih karena passion capital.

Kadang kalau kita tidak mulai melakukan yang ridiculous, Allah tidak akan melakukan yang miraculous. Do-do adalah seseorang yang tidak tahu bahwa ada hal yang tidak bisa dilakukan, tetapi dilakukannya juga. Tapi apa yang penting dalam hal ini?

Mother Theresa katakan, buah iman adalah kasih, buah kasih adalah pelayanan. Kasih yang sejati tidak akan lelah. Kasih yang tidak pernah lelah berakar pada iman. Itulah yang saya yakini sebagai hubungan bisnis dan kekatholikan.

Sebuah kutipan, katakan bisnis adalah pelayanan kita. Jika kita melayani semakin banyak orang, uang akan datang menyusul. Tetapi selama ini, kita mengejar uang terlebih dahulu. Pelayanan yang berakar pada kasih. Tindakan kasih adalah harga yang kita harapkan, bukan mengharapkan hal-hal yang lain. Jika saya menghargai Anda agar Anda menghargai saya, itu bisnis. Alkitab katakan, ‘Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-nya’.

Manajemen kristiani
Topik saya adalah manajemen kristiani karena itu yang terbaik. Kita tidak mengumpulkan uang tetapi ada saja orang yang membantu. Bukan berarti saya tidak pernah takut. Ketika suatu saat ada yang datang ke seminari dan katakan bahwa Anda harus bayar atau peralatan kami untuk satelit disk diabut.Dia adorasi,

Yohanes 17:28. Ia katakan pada Yesus, “Ini bukan masalah saya. Ini masalah-Mu, jadi selesaikan”. Ia minta penagih untuk duduk untuk minum kopi, tetapi orang itu hanya ingin uangnya. Lalu ada telpon dari seorang pengusaha, ingin mengirimkan 60rb dollar untuk diberikan padanya, dan dia perlu tahu kemana ia harus kirim.

Ketika saya dalam masalah, saya bangkrut dalam krisis. Uang saya 93jt peso, dan satu-satunya cara adalah menjual kepunyaan saya. Istri saya katakan bahwa ada yang mau beli, tetapi M. Saya katakan, jika Tuhan inginkan, haruslah Katolik, bukan M. Seminggu kemudian, dalam Shanggrila breakfast meeting, terdengar lagu Ave Maria. Seperti Allah berkata bahwa mengapa saya selalu menempatkan Allah di tempat terakhir? Sebelum kita buka mulut kita, kita harus percaya bahwa Roh Kudus bekerja, tetapi dengan cara dan waktu Allah.

Saya ingin menekankan, bahwa rule of business adalah otentic services, berakar dalam kasih dan iman. Produk dari tahun-tahun yang dilewatkan, air mata yang dicurahkan dalam perjuangan. Ingat C-A-R-E.

‘C’ adalah confession. Anugerah Allah adalah yang kita butuhkan. Anugerah Allah butuh kerjasama kita. Saya melihat anak saya di penjara sekian tahun lalu, setelah usia 24 ia didiagnosa Liposarcoma. Dokter menunjukkan yang harus dioperasi, 11 inchi ususnya harus diambil. Besarnya seperti tangan bayi.

Saya ingat menanyakan kepada Allah dalam hati saya, “Mengapa harus putera saya? Saya tahu Anda ingin mengajari saya, tapi janganlah terhadap putra saya”. Saya pun merasa Allah berkata bahwa Ia pun mengorbankan putera-Nya, mengapa putera-Nya, bagi orang-orang seperti saya? Sakramen pengakuan dosa akan membuka rahmat Allah yang terkunci oleh dosa. Sekarang mereka misa tiap hari, adorasi, rosario, setelah 20 tahun berjuang.

Saya punya 4 anak, salah satunya adopsi. Satu anak menikah dengan seorang Amerika, satu anak menikah dengan seorang Chinese, satu lagi dengan orang Philipina. Suatu hari saya ditanya pastor, koq anakmu mengaku dosa tiap minggu? Biasanya sekali sebuln. Saya jawab, kalau saya ada tamu raja di makanan ada satu helai rambut saja pasti tidak ingin disajikan. Begitupun saya, inginkan hati yang bersih.

Kemarin sebelum saya berangkat kemari, ada seseorang pengusaha kaya menelepon dan saya katakan bahwa saya tidak bisa karena harus ke acara yang penting ini. Ia menemukan kontak saya di FB, dan ia bertanya kenapa tidak menua?

Saya katakan CARE
C adalah Confession, A adalah Adoration, menempatkan diri pada rahmat Allah. R adalah Rosary. Dan E adalah Eucharist, menerima Sang Pemberi Rahmat. Lihat Yohanes 15:5.

Jika sukses kita inginkan dan keluarga juga berada dalam sukses itu, mari kita lakukan CARE.

Adorasi pada Ia, Raja kita. Jika saya membutuhkan uang, saya akan memberikan uang pada sesama saya. Jika saya melakukan sesuatu, itu karena Allah telah melakukannya terlebih dulu pada saya. Kita gunakan apa yang ada untuk Tuhan. Damai sejahtera yang tidak bisa kita beli dengan uang, akan ada dalam keluarga kita. Bukan dalam peristiwa-peristiwa, dalam uang yang banyak, atau hal-hal yang fashionable seperti sepatu Bally.

Kami pernah ada dalam kondisi itu, menginginkan hal-hal yang mahal. Tapi itu adalah kesalahan, saya membelikan barang yang mahal sesuai keingingan istri saya, sebuah sepatu Bally, dan baginya itu adalah berkat. Saat sedang adorasi, sepatu harus diletakkan di luar, istri saya menangis kemudian mendapati kemudian bahwa seseorang telah mencuri sepatunya itu.

Waktu saya masih muda, orangtua suka membanding-bandingkan dengan saudara yang lain. Saya merasa tertekan karena tidak summa cum laude seperti saudara-saudara saya, tetapi orang tidak bisa dilihat dari gelarnya. Walaupun ya bahwa seseorang bisa juga dilihat dari hal-hal itu tetapi semuanya adalah sesuatu yang bisa diambil dari kita. Hanya tindakan kasih, ungkapan syukur atas keberadaan kita yang diciptakan seturut gambar Allah, itulah yang akan tinggal tetap.

Waktunya diskusi

Tanya: Saya merasa sharing anda sangat menyentuh dan mencerahkan. Pendidikan saya mulai dari seminari, kemudian ke sekolah Katolik dan kampus Katolik. Sebagai katolik awam, saya terkesan bahwa Anda sangat akrab dengan Alkitab. Sedangkan saya, tidak bisa menghafal kitab suci seperti Anda, hanya diwaktu-waktu khusus saja. Bagaimana Anda bisa demikian? (Tobias – PUKAT …)

Jawab: Allah mengizinkan semua, dan kadang ia mengizinkan tragedi. Allah tahu saya orang yang sangat berbangga diri, selalu mempertanyakan Allah, tetapi Ia pun tahu bahwa saya tidak akan demikian ketika ada dalam tragedi dan tidak ada seorang pun, selain Ia, ada bersama saya. Sekarang saya punya asisten. Di kejadian di 2012.

Saya baru pulang dari Amerika. Saya selalu bekerja, tidak peduli jetlag. Saya baru pulang dari Amerika. Saya tidur siang, ketika bangun saya tidak bisa mendengar apa-apa selain dengung di telinga. Saya ke dokter, tidak tahu sebabnya apa. Saya tidur di sofa, dan tidak bisa membuka mata. Dokter tidak bisa menemukan penyebab masalah. Bahkan saya kemudian tidak bisa menggerakkan tangan. Jadi saya ke rumah sakit. Asisten saya ketakutan ketikadi 2012 saya jatuh dari panggung. Di rumah sakit, yang bisa saya lakukan adalah mencari Tuhan dan penghiburan-Nya. Sesuatu yang tidak dapat dari manapun, kecuali dalam Kitab Suci.

Dalam bahasa kasih, ada bahasa salib. Salib dan Kristus, tidak terpisahkan. Itulah yang membuat kita jadi Katolik. Banyak yang katakan, saya mencintaimu sampai terluka. Tapi hanya sampai kamu terluka, dan setelah itu meninggalkanmu terluka sendirian. Sekarang katakan, saya mencintaimu, walaupun terluka. 38 tahun saya menikah.

Istri saya bertanya, “Apakah saya masih malaikatmu?”, istri saya sudah tidak seramping dulu, “Saya katakan, “Tidak, tetapi setelah sekian tahun, kamu adalah ibu peri saya”. Saya bertukar renungan kitab suci dengannya. Saya katakan, I am my cross. Saya adalah salib saya. Orang-orang lain bukanlah ‘sesuatu’ yang harus saya pikul atau saya anggap penyebab dari apa yang saya alami, tetapi diri sayalah salib saya.

Saya seorang perfeksionis, tetapi tidak demikian istri saya. Banyak perbedaan kami, misalnya istri saya memencet pasta gigi dari tengah tube, tetapi saya dari bawah. Saya bisa marah-marah. Tetapi sesungguhnya istri saya bukanlah persoalannya, tetapi saya. Lihatlah Yesus, Ia tidak menyalahkan kamu, saya, atau Pontius Pilatus, tetapi ia menanggungnya untuk kita. Confession, Adoration, Rosary, dan Eucharist! Cari dahulu kerajaan Allah, semuanya akan ditambahkan kepadamu.

Saya masih di sini sampai besok, silakan datang jika ingin berbagi. Saya tidak ingin berbicara terlalu muluk-muluk. Allah adalah yang awal dan yang akhir.

Tanya: Anda katakan melayani dulu, uang akan mengikuti. Sepertinya dari cerita Anda, sukses itu perlu pengorbanan dan kita harus sabar. Anda punya aturan untuk mencapai sukses itu, melalui banyak kesulitan dan pengalaman. Apakah ada aturan, ataukah sukses itu dari pengorbanan dan kesulitan? (Tuty L. Yusuf – PUKAT Bogor)

Jawab: Menjadi Katolik, saya sarankan menggunakan cara Kristiani. Pelayanan haruslah produk dari kasih, dan kasih disemai dalam iman. Ia yang mengasihi, mengenal Allah. Ia yang tidak mengasihi, tidak mengenal Allah. Allah adalah kasih.

Cara kristiani kita adalah tindakan kasih, karitas. Tindakan itu adalah harganya sendiri. Saya tidak mengharapkan apa-apa sebagai balasnya, karena tindakan kasih sudah merupakan bayarannya. Karena Allah yang terlebih dahulu mengasihi. Tindakan kasih itu menyatakan Allah ada di tengah kita.

EWTN itu non-profit, tidak ada uang ataupun iklan, tapi sekarang jadi the biggest Catholic Network di dunia. Ujilah Allah, Ia luar biasa. Melelahkan, ya. Iman itu tidak terletak pada perut kita. Iman itu bukan ketiadaan rasa takut, tapi keyakinan bahwa kita tidak sendiri, Seseorang yaitu Allah sendiri telah mati bagi kita. Tindakan kasih adalah kasih itu sendiri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here