Surat Gembala Pra Paska 2016 Uskup Manokwari-Sorong
Mgr. Hilarion Datus Lega: “Kebaikan Hatimu Harus Diketahui Semua Orang” (Fil. 4: 5)
Panggilan untuk Berbuat Baik
Panggilan hidup manusia sejatinya adalah hanya untuk mengupayakan kebaikan demi kebaikan dalam rangka mencapai kebahagiaan. Kita semua dipanggil untuk menjadi murah hati (Lk. 6: 36), dan wajib memperlihatkan kemurahan itu dalam tindakan cinta-kasih-sayang tanpa mengenal batas (Lk. 15: 1-7). Sementara itu, untuk mewujudnyatakan cinta-kasih-sayang dalam kehidupan setiap hari, kita dibekali pengetahuan sekaligus pemahaman mengenai kebajikan kristiani.
Inilah keberanian untuk berlaku jujur dan adil, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap sesama. Bukan cuma kebajikan kristiani, kita pun niscaya tahu akan kerahiman kristiani. Cara hidup kristiani yang memperlihatkan wajah kerahiman sesunguhnya dapat menobatkan orang berdosa:
- Mengajar orang yang tidak berpengetahuan.
- Mmenasihati orang yang bimbang.
- Menghibur yang sedih dan berduka.
- Bersabar.
- Rela memaafkan
- Tentu saja mendoakan keselamatan semua orang.
Kalau ketujuh point di atas merupakan kerahiman rohani, ada pula yang disebut 7 (tujuh) kerahiman jasmani, yakni:
- Memberi makan kepada yang lapar.
- Memuaskan dahaga mereka yang haus.
- Memberi pakaian kepada yang telanjang.
- Menjamu orang asing dan gelandangan.
- Membantu membebaskan para tahanan.
- Mengunjungi orang sakit.
- San akhirnya membantu menguburkan orang mati.
Pokok-pokok kerahiman kristiani ini bukan hanya bisa dilakukan, melainkan juga mudah dilaksanakan! Ini bukan hanya untuk memenuhi perintah Yesus sebagaimana disebutkan injil Matius 25: 35-45, melainkan benar-benar karena Allah hadir, dan kehadiran-Nya sungguh membebaskan dan menyelamatkan! (Lk. 15: 11-32) melalui cara kita berperilaku baik.
Aneka kendala dan tantangan
Amat disayangkan bahwa panggilan luhur manusia untuk hanya melakukan kebaikan ternyata terkendala oleh aneka tantangan. Kita berkeinginan bahwa tindakan kasih dan kerahiman dapat menghalau dosa serta pelbagai bentuk kejahatan. Kenyataannya dosa dan kejahatan seperti merajalela. Kita menginginkan pengampunan dapat mengatasi aneka konflik kepentingan. Namun yang kita temukan justru amuk kekerasan dan balas dendam berkepanjangan.
Tantangan pertama adalah ketidakmampuan manusia untuk merasa puas dengan apa yang seharusnya disyukurinya. Kita seperti sulit sekali merasa benar-benar bahagia, lantaran kesenangan bukan diupayakan dalam pahit getir bekerja, melainkan dibeli uang dan materi, bahkan terkadang dengan menipu! Memang rasa bahagia tidak dapat dibuat-buat atau dikejar-kejar seperti suatu keasyikan permainan dengan menghitung biaya dan tenaga. Kebahagiaan sejati sebagaimana kita temukan dalam hidup Yesus dimulai dari kemurnian hati, kerendahan hati, penuh damai sejahtera dan selalu haus akan keadilan. Muaranya adalah penyerahan diri total, sehingga kebahagiaan sejati itu seperti mengalami kerahiman Ilahi, karena manusia menemukan diri diterima oleh Allah bahkan mulai dari dalam lubuk hatinya.
Tantangan kedua dapat dirumuskan sebagai ketidakmampuan manusia untuk merawat diri karena wajib menghormati sesama manusia dan segenap keutuhan ciptaan. Secara kasat mata, bentuknya adalah korupsi. Korupsi bukan hanya melacurkan arah hidup dan harga diri manusia, melainkan sungguh merongrong sendi-sendi kehidupan yang paling fundamental. Dalam surat pemakluman Tahun Suci Istimewa 2016, Paus Fransiskus menyebutkan, “korupsi membuat kita tidak mampu melihat masa depan. Kerakusan korupsi menghancurkan harapan kaum lemah dan menginjak-injak orang paling miskin di antara kaum miskin” (Misericordiae Vultus, No. 19).
Tantangan ketiga yang membuyarkan impian manusia untuk menghayati panggilan luhur hidupnya adalah kehilangan kepedulian akan jati-diri manusia sejati. Paus Fransiskus merumuskannya sebagai “orang yang terjerumus ke dalam pola pikir mengerikan yang beranggapan bahwa kebahagiaan bergantung pada uang, dan bahwa dibandingkan dengan uang, semua yang lain tidak ada nilainya”. Sri Paus selanjutnya menantang, “kekerasan demi menimbun kekayaan yang berlumuran darah tidak akan mampu membuat seorang pun berkuasa atau tidak mati” (Misericordiae Vultus, No. 19). Di tengah situasi kemiskinan yang membelit, pendewaan uang dengan korupsi menggurita, tindak anarkis kekerasan dengan aneka kerusakan, Paus meminta kita membaharui hidup -melalui pertobatan!
Barangkali masih bisa dicari dan dirumuskan seribu satu tantangan lainnya yang membuat kita sungguh terpana: mengapa manusia seperti suka bergelimang dosa dan kejahatan? Tidak mampukah aksi kebaikan manusia menghalau kejahatan dosa? Dengan kata lain, di manakah sengat-sengat kebaikan budi luhur manusia untuk hanya memancarkan gelombang kebaikan demi kebaikan? Sebagian jawaban kiranya dapat ditemukan dalam gerakan pertobatan melalui Aksi Puasa Pembangunan (APP) Nasional 2016 yang mengambil tema: HIDUP PANTANG MENYERAH.
Pantang Menyerah
Sebagai ungkapan semangat kepahlawanan, pantang menyerah sesungguhnya merupakan nafas kesejatian hidup. Manusia tidak boleh tanpa harapan. Apalagi manusia kristiani, sudah sepantasnya menghayati keyakinan bahwasanya orang yang memiliki harapan mesti masih bisa melihat secercah terang di dalam kegelapan yang paling gulita sekalipun (bdk. I Kor. 1: 4-9).
Ini berarti, kita harus mampu membebaskan diri dari rasa putus asa, karena keyakinan: kalau saya gagal, bukan berarti Tuhan Allah pun gagal, sehingga mestinya tidak ada tempat bagi rasa putus asa. Selanjutnya, pengharapan orang kristiani harus mampu membebaskannya pula dari sikap congkak, karena keyakinan: kalau saya berhasil, maka sebetulnya yang berhasil itu adalah Tuhan, sehingga saya sungguh hanyalah alat dalam kuasa tangan Tuhan!
Sebagai tema gerakan pertobatan dan pembaharuan hidup selama masa Pra Paskah 2016, pantang menyerah ingin menggarisbawahi 2 (dua) hal sekaligus.
- Upaya menghargai hidup sebagai anugerah yang berasal dari kemurahan hati Allah, sehingga aneka tantangan tidak harus menyurutkan langkah untuk tetap sabar, ulet dan bertekun!
- Upaya menemukan energi baru untuk semakin percaya bahwa kekuatan untuk mengubah hidup ke arah lebih baik-lebih bermakna justru bersumber dari kemurahan hati Allah. Dengan demikian, selalu ada dorongan semangat untuk mengupayakan hidup lebih baik-lebih bermartabat!
Inilah wujud-nyata dari judul Surat Gembala ini, sebagaimana dikutip dari surat Paulus kepada jemaat di Filipi, “hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang” karena Tuhan sungguh hadir di tengah-tengah kita (bdk. Flp. 4: 5).
Dalam rangkaian Tahun Suci Istimewa
Kita patut bersyukur bahwa masa Pra Paskah 2016 ini berada dalam rangkaian Tahun Suci Istimewa yang telah dicanangkan oleh Sri Paus Fransiskus dengan tema Kerahiman Allah. Dalam surat khusus pemakluman Tahun Suci Istimewa (8 Desember 2015 – 20 Nopember 2016), Paus menandaskan betapa wajah kerahiman Allah harus selalu menandai kesaksian hidup kita. Bermula dari pengalaman hidup sang Paus sendiri, yang yakin karena kerahiman Allah, beliau telah dipilih menjadi pelayan-Nya, Paus kita ini benar-benar membaharui hidupnya, dan berusaha sekuat tenaga membaharui gereja Katolik sedunia.
Pada tempat pertama dan utama, menurut Sri Paus Fransiskus, kerahiman atau belas-kasihan Allah adalah jantung injil dan seharusnya menjadi pola hidup segenap gereja. Kemurahan hati harus dijadikan tolok-ukur kredibilitas gereja Katolik! Kerahiman Allah tidak harus hanya menjadi alasan untuk sekedar sebuah devosi belaka. Paus menyerukan agar kita memperdalam pemahaman dan keyakinan bahwa Allah adalah Maharahim, mengalaminya secara pribadi, dan segera menjalankan pertobatan dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, Tahun Suci Istimewa Kerahiman Allah harus dimaknai pula sebagai kesempatan untuk memurnikan diri dari dosa dan akibat-akibatnya. Secara amat sangat istimewa Paus menetapkan sebuah ‘kegiatan khusus’ yang diberi nama “24 Jam Bagi Tuhan” yang ditentukan pada tanggal 4-5 Maret 2016.
Dalam kurun waktu ’24 jam’ ini kita semua dimohon menerima Sakramen Pengakuan Dosa. Oleh karena itu, bersama ini saya mohon dengan hormat agar rekan-rekan Imam se-Keuskupan Manokwari-Sorong (KMS) menyediakan diri dan waktu untuk saling menerimakan Sakramen Pengakuan Dosa, dan selanjutnya melayani segenap umat kita untuk Sakramen yang sama. Dengan menempatkan sakramen rekonsiliasi ini sebagai sumber kerahiman Allah, saya yakin Paus telah mengajak kita untuk menjalankan masa Pra Paskah secara intens bermakna! Lebih dari sekedar hanya pada tanggal 4-5 Maret 2016, dimohon agar rekan-rekan Imam menyediakan waktu untuk mendengarkan pengakuan dosa, lebih dari biasanya, sepanjang 2016 ini.
Tahun Suci Istimewa Kerahiman Allah ini, kecuali terilhami oleh pengalaman hidup pribadi Paus Fransiskus, sudah pasti muncul dari kedalaman pemahaman teks, “hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Lk. 6:36). Yesus-lah suri tauladan utama belaskasihan Allah, seperti disebutkan “tergeraklah hati Yesus oleh belaskasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala” (Mt. 9: 36).
Lantaran belaskasihan yang sedemikian besar pula Yesus menyembuhkan penyakit (Mt. 14: 14); memberi makan mereka yang lapar (Mt. 15: 37); dan bahkan pada puncaknya menyerahkan hidup-Nya sendiri bagi keselamatan dunia (Yoh. 10: 10). Di tangan kita dewasa ini, belaskasihan itu harus menjadi kewajiban mendesak: memperhatikan mereka yang paling membutuhkan pertolongan! Dengan bertindak nyata! Karena, kebaikan hatimu harus diketahui semua orang (bdk. Flp. 4: 5).
Akhirnya keistimewaaan Tahun Suci Kerahiman Allah pada 2016 ini adalah untuk sungguh-sungguh merasakan kemurahan/kerahiman Allah di tengah kita dan segera membangun semangat pertobatan untuk menikmati indulgensi. Selama Tahun Suci Istimewa ini, Sri Puas melimpahkan wewenang kepada semua Imam untuk mengampuni orang yang telah pernah melakukan aborsi dan benar-benar mau bertobat! Bagi kita yang sungguh bertobat dan membangun perdamaian dengan Tuhan Allah dan sesama melalui Sakramen Pengakuan Dosa, gereja Katolik memberikan indulgensi penuh!
Tentang indulgensi, Katekismus Gereja Katolik (KGK) menyebutkan: “Indulgensi adalah penghapusan sisa-sisa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni. Warga beriman kristiani yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan bantuan gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif” (KGK No. 1471). Secara populer, indulgensi penuh merupakan kerelaan pengampunan dosa, karena kemurahan hati luar biasa!
Sepenggal Doa Mohon Kerahiman
Izinkan saya menutup Surat Gembala ini dengan beberapa penggalan doa yang dikutip dari Doa Santa Maria Faustina: “Tolonglah aku, ya Tuhan, agar tanganku dapat bermurah hati dan penuh dengan perbuatan-perbuatan baik, sehingga aku dapat berbuat baik bagi sesamaku, dan kutanggung sensiri tugas-tugas yang lebih sukar dan berat. Ya Yesusku, ubahlah aku menjadi Diri-Mu, se’moga kerahiman-Mu selalu menetap dalam diriku, sebab Engkau dapat melakukan segala-galanya, ya Tuhan Yesus.
Marilah menjadikan masa Pra Paskah kita penuh anugerah rahmat kerahiman Allah, sehingga puasa dan pantang benar-benar bermakna mendalam untuk membaharui hidup dalam Tahun Suci Istimewa Kerahiman Allah 2016.
Sorong, Rabu Abu, 10 Februari 2016
+ H. Datus Lega
Uskup Manokwari-Sorong