[media-credit name=”Royani Lim” align=”alignright” width=”300″][/media-credit]JEJAK langkah itu yang menjadi bukti kehadiran…
waktu yang berlalu itu yang memberi kenangan…
pengalaman itu yang memberi rasa…
Pahitnya kehidupan memberi landasan arah ‘tuk tak kesana lagi…
manisnya kehidupan menjadi petunjuk kemana mesti melangkah…
Semua tercetak dalam memoriku…
dalam masa-masa yang telah aku lewati…
yang memberiku ruang untuk tumbuh…
yang memberiku waktu untuk berbenah…
Untuk apa perlu disesali…
tetapi betapa aku juga bodoh tak kunjung menyesali…
terdampar di tanah berduri…
menikmati gatal-gatal korengku…
sambil mencabuti duri yang tertanam…
[media-credit name=”Royani Lim” align=”alignleft” width=”300″][/media-credit]
Ketika malaIkat datang…
untuk mengajakku pergi terbang…
tak mudah melupakan nyamannya menggaruk koreng…
betapa aku terlalu mencintai tanah berduriku…
yang mesti aku tinggalkan dengan beranjak pergi…
Aku mau tambahan waktu lagi…
ingin kusingkirkan duri-duri di tanah ini…
namun malaekat memintaku meninggalkannya…
biarkan pohon-pohon berduri itu tumbuh…
dengan kembang dan buah-buahnya…
Sony H. Waluyo, freelance translator di Kelapa Gading, Jakarta Utara.