BERBEDA dibanding kebanyakan seminar tentang korupsi yang kadang hanya berada di tataran pikiran dan konsep, lokakarya tentang gerakan korupsi yang diampu Yayasan Bhumiksara dan KWI lebih banyak mengolah unsur “rasa” dan “kehendak” manusia untuk berubah.
Dengan demikian, apa yang dikerjakan Yayasan Bhumiksara bekerjasama dengan KWI melalui Program Ehem! untuk menggelorakan semangat anti korupsi di kalangan anggota Gereja Katolik Indonesia itu lebih banyak berurusan dengan “formation” mentalitas daripada urusan mengisi benak manusia dengan konsep-konsep tentang korupsi.
Baca juga:
- Di Sukabumi, 36 Suster SFS Membangun Semangat Gerakan Anti Korupsi
- Para Suster Biarawati SFS “Belajar” tentang Korupsi (1)
Urusan melakukan formatio mental iniah yang dilakukan Yayasan Bhumiksara dan KWI dengan audiens mereka yang “istimewa” kali ini: 36 suster biarawati SFS (Suster-suster Fransiskan Sukabumi) di Rumah Retret St. Lidwina, Sukabumi, Jawa Barat, 12-14 Juli 2016 lalu. Di hadapan para suster biarawati SFS yang tengah menggelar forum rapat pra-kapitel mereka itulah, empat anggota tim fasilitator Tim Ehem! Yayasan Bhumiksara dan KWI mencoba mengolah pengalaman-pengalaman riil para suster ini di kala menghadapi situasi-situasi khusus dimana kemungkinan terjadinya aksi-aksi koruptif bisa terjadi.
Format empat modul
Itulah sebabnya, setelah dilakukan introduksi tentang apa dan bagaimana Yayasan Bhumikasara oleh Royani Lim (Direktur Eksekutif), Wisnu Rosarioastoko (praktisi manajemen dan pendidikan) lalu mengajak para suster SFS merumuskan apa itu korupsi menurut konsep spontan yang terlitas dalam benak mereka. Apa yang dilakukan Wisnu adalah mengikuti pola modul pertama.
Modul kedua dibawakan oleh Damayani Sabini, fasilitator Tim Ehem! Yayasan Bhumiksara-KWi yang sehari-hari banyak berkiprah di panggung konsultasi bidang manajemen dan asuransi. Melalui permainan-permainan ice-breaking di tengah suasana siang yang menggoda kantuk, Damayani mengajak para suster untuk bereksperimen tentang pentingnya leadership dan satu “komando” dalam organisasi.
Ngantuk usai makan siang terusir berkat permainan-permainan yang menggugah emosi. Berikutnya, model tiga dibawakan oleh Yustina Rostiawati yang kini menjabat Ketua Presidium WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia). Oleh mantan anggota komisioner Komnas Perempuan ini, para suster SFS dibawa ke relung renungan tentang budaya situasional yang terkadang tanpa sadar membuat orang terjebak tanpa sadar ikut “menyuburkan” praktik-praktik koruptif dan kolutif.
Para suster yang bekerja di lapangan pendidikan, misalnya, diajak berefleksi tentang situasi-situasi social dimana tak jarang “diseret” ke dalam situasi untuk berlaku pilih kasih kepada murid-murid hanya lantaran merasa rikuh pakewuh karena sudah diberi hadiah atau sumbangan oleh orangtua murid tersebut.
Rencana integritas pribadi
Modul empat diampu oleh Romo FX Adisusanto SJ, kini Kepala Dokpen KWI. Oleh mantan Rektor Seminari Menengah Mertoyudan ini, para suster SFS diajak membangun niat jiwa atau kehendak hati untuk melakukan pertobatan sekaligus perubahan sikap pribadi. Perubahan sikap sebagai pertobatan jiwa dan semangat baru ini menjadi penting, demikian penjelasan Romo Jesuit yang beberapa tahun lalu merayakan pesta emas 50 tahun dalam Serikat Jesus, karena perubahan semangat dan perilaku ini sesuai dengan amanat moral yang disampaikan para Uskup Indonesia melalui KWI agar muncullah habitus-habitus baru di tengah masyarakat.
Oleh Romo FX Adisusanto SJ yang selama beberapa decade berkarya sebagai dosen katekese di PUSKAT Yogyakarta, niat dan kehendak jiwa untuk berubah itu sebaiknya dirumuskan dalam beberapa untaian kalimat. Rencana integritas pribadi ini, kata Romo Adisusanto, nantinya akan dipersembahkan kepada Tuhan melalui perayaan ekaristi.
Baca juga:
- Indonesian Catholics, educate young people the faith to fight corruption
- Bishops and lay people lead the fight against corruption in Indonesia
Dalam sebuah perayaan ekaristi di Kapel Biara SFS Sukabumi, Jawa Barat, rangkaian kalimat berupa rencana integritas pribadi itu akhirnya dipersembahkan kepada Tuhan. Masing-masing suster SFS dipersilakan menaruh untaian kalimat berisi rencana integritas pribadi itu ke dalam nampan untuk kemudian didoakan Romo Adisusanto. Di akhir perayaan ekaristi, masing-masing suster dipersilahkan kembali mengambil pakta rencana integritas pribadi itu untuk kemudian “disimpan” di dalam bilik kamar suster.
“Bukan untuk dipajang semata, melainkan menjadi bahan permenungan agar kehendak untuk berubah semangat dan menelorkan habitus baru itu bisa berbuah,” kata Romo FX Adisusanto SJ di akhir perayaan ekaristi.
Baca juga:
- KWI – Yayasan Bhumiksara – EHEM!: Berangus Korupsi Harus Mulai dari Diri Sendiri (1)
- KWI – Yayasan Bhumiksara – EHEM! Kembangkan Semangat Alergi terhadap Korupsi (2)
- Ehem!, Kata Tagalog untuk Berdehem Guna Menegur (3)
- Gerakan Anti Korupsi di Gereja Katolik Indonesia oleh Tim Ehem! KWI-Yayasan Bhumiksara
[…] 36 Suster SFS Sukabumi “Belajar” tentang Korupsi: Berubah Diri dari… […]