PAGI itu wajah seorang nenek berusia 76 tahun itu tampak gembira ria. Di tangannya ia memegang sebuah gunting tanamann berwarna oranye. Nenek ini memang seorang yang suka bekerja di kebun. Di halaman rumahnya terhampar bunga-bunga yang sedang merekah indah. Warna-warni bunga-bunga itu membuat sang nenek selalu bersukacita. Ia merasa hidupnya semakin hidup. Kerut-kerut di wajahnya seolah-olah musnah di kala ia berada di tengah-tengah kebun bunganya.
Pagi itu, dengan sekali sentak, setangkai bunga mawar merah muda telah pindah dari kebunnya. Ketika ditanya untuk apa, sambil ternyum, ia berkata, “Ini untuk ulang tahun cucu tersayang saya. Cucu saya itu orang baik. Saya tidak boleh melewatkan ulang tahunnya hari ini.”
Itulah tanda cinta sang nenek kepada cucunya. Baginya, sekuntum mawar itu memberikan sukacita dalam diri sang cucu. Ia pun bergembira dapat memberi hadiah dari kebun di halaman rumahnya. Begitu cucunya pulang sekolah, ia akan memberikan hadiah terindah itu kepada cucunya.
Bagi sang nenek, hidup itu adalah memberi. Menurutnya, ketika seseorang memberi apa yang dimiliki kepada orang lain sebenarnya ia tidak kehilangan apa-apa. Apalagi yang diberikan itu adalah cinta dan perhatian. Orang yang memberi cinta dan perhatian akan menuainya lebih banyak lagi.
Karena itu, setangkai mawar merah muda bagi ulang tahun sang cucu itu tanda cinta dan perhatiannya kepada sang cucu. Ia ingin membahagiakan sang cucu. Ia ingin agar sang cucu mengalami sukacita pada hari ulang tahunnya. Namun lebih dari itu, ia ingin agar sang cucu senantiasa menemukan cinta dan perhatian dari sesamanya. Ia boleh berbahagia berkat cinta dan perhatian itu.
Semakin banyak kita berbuat baik, kita akan menemukan bahwa kebaikan itu menjadi suatu habit, kebiasaan yang tidak bisa lepas dari diri kita lagi.”
Memberi dengan sukacita
Sahabat, pernahkah Anda mengalami sukacita, ketika Anda memberi sesuatu kepada sesama Anda? Atau Anda malahan merasa berdukacita, karena Anda merasa kehilangan ketika memberi itu? Nah, kalau Anda merasa berdukacita, Anda mesti belajar dari sang nenek dalam kisah tadi. Ia memberi dengan penuh sukacita. Ia mengalami kebahagiaan dalam hidupnya.
Sering orang beranggapan bahwa ketika seseorang memberi sesuatu kepada orang lain, ia kehilangan. Sebenarnya tidak. Ketika kita memberi, memang sesuatu itu hilang. Namun maksud baik kita dan perbuatan baik kita tetap ada di dalam diri kita. Semakin banyak kita berbuat baik, kita akan menemukan bahwa kebaikan itu menjadi suatu habit, kebiasaan yang tidak bisa lepas dari diri kita lagi.
Kita kemudian bertumbuh dalam kebaikan itu terus-menerus. Yang dikenang dari diri kita adalah kebaikan-kebaikan kita itu. Kebaikan itu kemudian tumbuh dalam hidup orang lain juga. Tidak hanya menjadi milik diri kita. Mengapa? Karena pada dasarnya orang mau belajar sesuatu yang baik dari sesamanya.
Karena itu, belajar dari sang nenek dalam kisah tadi, mari kita terus-menerus menyediakan diri kita untuk memberi. Apa yang kita berikan kepada orang lain hanyalah simbol dari cinta dan perhatian kita kepada sesama. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih indah. Dengan memberi, kita mau menjadi bagian dari hidup sesama kita. Tuhan memberkati