PADA hari Rabu, 8 Februari 2017, Dekenat Selatan yang terdiri tujuh paroki mengadakan dialog agama bersama FKUB, Gusdurian, dan Gereja Katolik se-Dekenat Selatan Keuskupan Purwokerto. Kegiatan ini diadakan dalam rangka program Dekenat Selatan tentang dialog agama.
Acara ini baru dimulai pada pukul 20.15. Sebelumnya, para rama Dekenat Selatan mengadakan kegiatan dekenat di aula Paroki Kebumen sampai pukul 19.00.
Sebelum acara dimulai, MC acara Mas David membuat ice breaking untuk mencairkan suasana dengan sulap. Makna dari sulap itu adalah dalam hidup bersama perlu kenal agar tahu dan dekat.
Hadir sebagai pembicara dalam acara ini antara lain: Rm. Handy Setyanto dari Katolik, Bp. Dafam (Ketua FKUB Kebumen), dan Mas Rimba (Gusdurian).
Rm. Wahyu MSC membuka acara dengan memberi pengantar dari kegiatan ini sebagai program Dekenat Selatan.
Poin dari kegiatan ini sebagai pengenalan antara Katolik, Gusdurian, dan umat Muslim dalam berdinamika bersama di Kabupaten Kebumen.
Pembicara pertama, Rm. Handi menceritakan sejarah Katolik dan serba serbi Gereja Katolik. Ia menekankan pernyataan “beda tur rukun” (berbeda dan rukun); bukan “beda ning rukun” (berbeda tapi rukun).
Gusdurian
Pembicara kedua adalah Mas Rimba, perwakilan Gusdurian. Ia menjelaskan secara singkat Kelompok Gusdurian.
Gusdurian adalah paguyuban yang meneruskan visi misi alm. Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid dalam keyakinan yang berbeda dalam konteks kemanusiaan. Mendiang Gus Dur mengatakan, “Jika engkau berbuat baik, maka tidak usah melihat apa ‘baju’mu”.
Persaudaraan Gusdurian dengan Gereja Katolik Kebumen selama ini sudah berjalan lama dan baik. Visi misi Gusdurian adalah menjaga keutuhan NKRI.
Mendiang Gus Dur mengatakan Indonesia ada karena kebhinekaan.
Mas Rimba menekankan nilai agama dibawa dalam penghayatan hidup bersama dalam menjaga kerukunan.
Pembicara ketiga adalah Pak Dafam, Ketua FKUB Kabupaten Kebumen.
Menurut Pak Dafam, ada tiga agama besar yang bersaudara atau satu ‘moyang’ –sesuai kajian ilmiah Islam– yaitu Yahudi, Kristiani, dan Islam. Ketiga agama ini mempunyai misi dakwah. Namun masalahnya dalam konteks plural bisa menjadi benturan dan konflik dalam hal tafsir.
Dalam konteks Indonesia hari-hari ini, berita sara dan hoax di medsos meramaikan animo konflik. Pesan Pak Dafam kepada peserta yang hadir adalah semakin berani menyaring berita-berita yang membawa pada konflik dan memecah NKRI.
Menurut Pak Dafam, Indonesia merupakan negara toleran yang diakui negara lain. Namun karena situasi Pilkada DKI, suasana nasional menjadi ‘panas’.
Kelompok Islam NU sungguh nasionalis dan tetap berkomitmen menjaga nasionalisme Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pak Dafam menutup penjelasan dengan mengutip pesan Menag pertama pada zaman Orde Baru, yaitu Tri Rukun: 1. Rukun internal tiap agama; 2. Rukun antar agama; 3. Rukun agama dengan pemerintah.
“Bareng (bersama) itu indah,” begitu pesan Pak Dafam.
Demikian laporan singkat acara dialog agama Dekenat Selatan di Paroki Kebumen.
Tanggapan mantan Uskup Keuskupan Purwokerto Mgr. Julianus Sunarka SJ:
Ytk. Rama Christy Mahendra Pr
Terima kasih untuk tulisan laporan tentang pembicaraan rapat bersama para Rama Dekanat Selatan. Profisiat kepada para Rama dan Frater Dekanat Selatan.
Omong-omong tentang masalah dialog antar umat beriman, sejatinya sudah terencana untuk menjadi kiprah pastoral KP 2017-2022. Namun, berhubung ada kekosongan uskup, rencana kiprah itu mandheg.
Namun, menurut pendapatku, masalah kiprah lima tahun, yang sudah tersiapkan dan berpanitya lengkap, dapat dikiprahkan lebih lanjut. Tetapi masalah kelanjutan itu tergantung dari pimpinan tertinggi KP nantinya, yang sekarang ini dalam tangan Ytk. Rama Administrator.
Mangga-mangga kemawon. Saking wisma sepuh Girisonta, kula sembahyang kagem para putra KP: Non mea,sed voluntas tua (bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu).
jsunarkasj