70 Hari di Roncalli, Cagar Budaya Salatiga: Pentingnya Buku Harian (2)

0
599 views
Buku Harian (BBC)

Senin, 3-5 Oktober 2016

HARI pertama kami di ruang kuliah. Teman pertama yang saya kenal adalah Sr. Margaretha Kowaas, JMJ. Suster ini berasal dari Manado, dan baru saja dipindahkan ke Jakarta.

Ia mengikuti kursus ini sendiri dalam kongregasinya sama seperti saya, maka kami langsung merasa akrab. Kamarnya pun berseberangan dengan kamar saya, jadi cukup dekat dengan kamar saya. Ketika kami berdua menuju ke ruang kuliah yang lumayan jauh dari kamar, semua tempat duduk sudah penuh, yang tersisa hanya dua kursi di bagian belakang. Akhirnya kami pun duduk bersebelahan di barisan belakang ini.

Setiap baris ada empat kursi berjejer. Dari awal kursus sampai akhir kami tidak pernah pindah tempat duduk. Saya bersyukur sekali mendapat tempat ini, karena saya tidak akan begitu mengganggu banyak peserta kursus lain bila saya terpaksa harus kipas-kipas bila udara terasa amat panas bagi saya. Ternyata teman saya ini pun juga harus kipas-kipas karena keringat selalu bercucuran dari wajahnya.

Untuk urusan keringat, ternyata dia lebih heboh dari saya, tiada henti-hentinya dia mengusap wajahnya. Saya mencoba menghafal dan mengenali mereka satu persatu. Ada beberapa nama yang sama dari tarekat religius yang berbeda.

Baca juga:  70 Hari Kursus Medior 2016 di Rumah Khalwat Roncalli, Salatiga (1)

Roncalli sebagai cagar budaya

Br. Anton Karyadi, FIC selaku pimpinan Rumah Khalwat Roncalli, mengawali pertemuan ini dengan memerkenalkan sejarah gedung Roncalli secara cukup mendetil. Ternyata gedung ini sudah masuk dalam cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.

Harus saya akui memang unik dan cantik bangunan gedung ini. Beberapa kali saya masih kesasar kalau kembali ke kamar atau menuju ke tempat cuci pakaian. Setelah ia menjelaskan sejarah gedung ini, maka dilanjutkan dengan beberapa ketentuan yang harus kami ketahui dan kami taati bersama.

Hal yang  biasa/normal, di mana ada banyak orang hidup bersama, maka pastilah harus ada peraturan yang jelas demi berlangsungnya kehidupan bersama ini. Saya merasa semuanya disampaikan dengan jelas, sehingga tidak lagi menimbulkan keraguan. Tentu saja Br. Anton mengharapkan agar kami, semua perserta, dapat mengikuti peraturan yang ada. Ia selalu mengatakan, bahwa kami semua adalah pribadi-pribadi yang dewasa, maka diandaikan dapat menaati semua peraturan tersebut.

Pengantar kursus

Materi yang diberikan di awal kursus pada pertemuan pagi itu adalah Pengantar Kursus. Br. Anton mengatakan, bahwa kami selama 70 hari di Roncalli sedang menjalani penyegaran, meninggalkan sejenak semua tugas yang diemban saat ini.

Kami boleh dan bahkan diharapkan dapat mengekspresikan diri dengan bebas, sebebas-bebasnya, dalam arti membebaskan diri dari berbagai masalah dan tugas-tugas selama ini. Semoga dengan selesainya kursus ini , kami pulang dengan membawa semangat yang lebih segar.

Buku harian

Pertemuan sore itu sampai tanggal 5 Oktober membahas tentang Buku Harian.

Selama kursus, kami akan diberi waktu khusus untuk menulis Buku Harian selama 40 menit setiap malam dari pkl. 19.50 – 20.30, kecuali hari Sabtu dan Minggu. Dengan panjang lebar, Br. Anton menjelaskan Buku Harian yang merupakan Sarana Penemuan Diri.

Kehidupan rohani berakar dalam pengalaman kehidupan kita sehari-hari. Kehidupan rohani tumbuh dari pengalaman hidup setiap hari. Maka memperhatikan, menyadari, dan mendalami segala peristiwa yang kita alami setiap hari sangat bermanfaat bagi perkembangan hidup rohani. Proses perkembangan hidup rohani terjadi dalam peristiwa konkrit sehari-hari.

Jurnal atau buku catatan harian atau yang biasa disebut Buku Harian adalah sarana efektif “menemani” perjalanan hidup kita. Buku Harian dapat membantu untuk mengungkapkan, merenungkan, dan mendalami semua pengalaman yang mewarnai hidup kita. Buku Harian sebagai sarana untuk menemukan diri sendiri.

Beberapa hal yang dibahas, antara lain:

  • Tujuan dan isi Buku Harian adalah merekam dari hari ke hari sejarah kehidupan kita, lembar demi lembar. Juga merupakan tanggapan, reaksi, gerak hati yang muncul.
  • Petunjuk Praktis Penulisan Buku Harian: menulis secara spontan, menulis secara jujur dan terbuka, menulis hal yang baik dan positif, menulis perasaan-perasaan yang negatif, menulis pengalaman waktu meditasi atau ibadat doa, mencatat mimpi, mencatat semua pikiran, gagasan atau kutipan yang mempunyai arti.
  • Buku Harian Sarana Pengembangan Diri: Sarana efektif untuk melihat peristiwa hidup, sarana berbicara dengan diri sendiri, sarana merefleksikan realitas kehidupan, sarana untuk hadir pada diri sendiri, sarana untuk menyalurkan gejolak emosi, sarana pembedaan Roh, sarana berkomunikasi akrab dengan Tuhan, sarana berkreasi dan imajinasi, sarana healing, sarana membina diri.
  • Gaya Bahasa dan Ekspresi: Katarsis merupakan bahasa emosi yang sepuas-puasnya bisa positif biasa negatif. Deskripsi yaitu menguraikan secara terinci, teliti, dan objektif. Refleksi sebagai gaya ekspresi dapat juga disebut pengamatan, permenungan, observasi-diri, sikap kontemplatif.
  • Teknik Praktis Penulisan Buku Harian: Daftar inventaris adalah mencatat secara berurutan atau pengumpulan data yang diingat. Melihat diri dari persepsi orang lain adalah suatu teknik pengungkapan diri yang cukup jitu dan bermanfaat.

Menulis pengalaman sendiri dengan subjek kalimat “dia”, “beliau” bukan “saya”, “aku”. Seakan-akan kita berbicara mengenai orang lain. Menulis dan membalas surat, yang ditujukan kepada diri sendiri. Teknik ini bermanfaat mengembangkan pribadi menjadi manusia dewasa dan harmonis.

Pertanyaan jurnalistik akan memermudah melukiskan secara rinci dan lengkap kejadian-kejadian, langkah-langkah hidup, dan titik-titik balik dari riwayat hidup. Menggambar, memakai gambar atau simbol, teknik ini banyak dipraktikkan dalam Buku Harian sebagai ekspresi atau ungkapan visual dari isi hati dan kesadaran diri.  Dapat juga menggunakan gambar atau foto yang sudah jadi, yang ditemukan dalam majalah.

Bahasa satu foto lebih jelas dan lebih berisi daripada ceramah panjang.

 Berdialog dalam Buku Harian semakin diakui manfaatnya sebagai sarana untuk perkembangan diri menjadi manusia yang lebih utuh. Dialog imaginer bagaikan sebuah jembatan yang menghubungkan antara “diri saya” dengan “suara-suara” dari bawah sadar, di mana tersimpan banyak pengalaman. Dialog tertulis itu adalah sarana untuk berkomunikasi dengan Diri Sejati (my true self). Dialog adalah alat bantu untuk mengintegrasikan aspek-aspek  dari diri kita yang tertekan atau terlalaikan.

Setiap pertemuan pada umumnya diselingi dengan istirahat sekitar 10 menit. Sesekali pertemuan diawali dengan gerak dan lagu yang diikuti oleh peserta kursus, kadang juga diawali dengan sebuah lagu yang mendukung sebagai gantinya doa. Setiap hari ada tiga kali pertemuan, dua kali pada siang hari dan sekali pada sore hari.

Inti Misa sore ini adalah bahwa kasih itu memberi, sedangkan mencintai itu mengambil. Malam hari para pengikut St. Fransiskus dari Asisi, lebih dari separuh peserta kursus, mengadakan doa bersama karena besok merupakan Hari Raya St. Fransiskus bagi mereka, pengikutnya.

Tiap hari Selasa dan Kamis ada latihan Doa Terbimbing pkl. 05.30. Biasanya mulai pkl. 05.00 para peserta sudah mulai berdatangan. Hari Selasa, 4 Oktober kami dilatih untuk meditasi alam. Karena pesertanya cukup banyak, maka kami dibagi menjadi dua.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here