KATA ‘Efesus’ berasal dari Bahasa Yunani kuno “öåóïò, Ephesos, dalam Bahasa Turki Efes.
Efesus merupakan kota kuno Yunani, yang terletak di pantai Barat Anatolia, dekat dengan Selcuk, Propinsi Izmir, Turki. Kota ini sangat terkenal dengan adanya Kuil Artemis, yang selesai dibangun pada tahun 550 sebelum masehi.
Kuil Artemis ini telah dihancurkan pada tahun 401 Masehi oleh Santo Yohanes Krisostomus.
Efesus merupakan salah satu dari tujuh Gereja di Asia Minor dalam Kitab Wahyu (2:1-7). Injil Yohanes kemungkinan ditulis di sini. Kota Efesus merupakan pusat kota yang penting pada awal masa Kekristenan, mulai tahun 50-an masehi.
Berbagai tempat dengan kisah-kisah menarik dapat kita temukan di Efesus.
Di Efesus, tepatnya di puncak Bulbuldagi, Gunung Nightingale, ada sebuah rumah kecil yang tersusun dari batu. Rumah ini dipercaya sebagai tempat, di mana Bunda Maria menghabiskan sisa hidupnya.
Konon, setelah Tuhan Yesus naik ke Surga, Bunda Maria datang ke Efesus bersama dengan Santo Yohanes. Ia dibawa ke Gunung Panaghia Kapulu untuk bertahan dari kekejaman Romawi. Rumah Bunda Maria ini telah hancur akibat beberapa kali gempa bumi.
Kemudian, rumah ini ditemukan kembali oleh seorang biarawati Jerman Anne Catherine Emmerich, dalam sebuah penglihatan.
Kisahnya begini. Pada tahun 1811, Suster Anne Catherine Emmerich sakit. Ia mesti istirahat total di tempat tidurnya. Dalam kesaksian Suster Emmerich ketika sakit, ia mendengar adanya suara-suara, yang tidak dapat didengar oleh orang lain.
Pada tanggal 29 Desember 1812, Suster Emmerich sedang berdoa di tempat tidurnya dengan tangan terlentang. Namun tiba-tiba tubuhnya terguncang oleh kekuatan Ilahi. Ia diliputi demam tinggi, hingga wajahnya menjadi merah tua.
Saat itu juga, Suster Emmerich melihat cahaya terang turun ke arahnya. Ketika cahaya itu sampai padanya, kaki dan tangannya sangat sakit dan tiba-tiba berlumur darah, seperti luka tusukan paku. Kejadian seperti penyaliban ini membuat orang lain takjub.
Para dokter yang memeriksa Suster Emmerich pun merasa heran. Mereka tidak bisa menjelaskan penyakitnya dengan ilmu kedokteran.
Dalam penglihatannya, Suster Emmerich melihat Bunda Maria meninggalkan Kota Yerusalem bersama Santo Yohanes. Mereka menetap di Efesus. Ia juga melihat sebuah rumah di dekat Efesus, yang berada di sebuah gunung di dekatnya. Ia mengatakan lebih lanjut, kalau rumah itu adalah rumah Bunda Maria. Ciri-cirinya adalah rumah ini terbangun dari batu. Santo Yohanes yang membangun rumah berbentuk persegi panjang, dengan dinding belakang berbentuk bulat dan dilengkapi perapian.
Keadaan Suster Emmerich yang sakit-sakitan tidak memungkinkannya untuk beranjak dari Jerman. Ia hanya dapat menjelaskan detail rumah Bunda Maria, sesuai rahmat penglihatan yang diterimanya. Lantas tim peneliti pun segera pergi ke Efesus dan menemukan sebuah rumah kuno, yang ciri-cirinya sama seperti yang dikatakan Suster Emmerich.
Dihiasi banyak pilar
Efesus adalah kota yang dihiasi dengan pilar-pilar. Hampir semua bangunannya memiliki banyak pilar. Taman Devosi Maria Mater Dei (Maria Bunda Allah) juga dihiasi beberapa pilar putih. Ada dua belas pilar.
Keunikannya, Taman Devosi Maria Mater Dei ini tidak terletak di Efesus, tetapi di Palembang, Sumatera Selatan, tepatnya di Gereja Katolik Santo Fransiscus de Sales.
“Kedua belas pilar melambangkan pilar-pilar Efesus,” kata Aloysius Soeherman, ketua pembangunan Taman Devosi Maria Mater Dei.
Di Indonesia terdapat banyak tempat devosi kepada Bunda Maria, mulai dari yang terkenal, sampai yang tidak terkenal. Ini gua Maria? Kok tidak berbentuk gua? Bentuknya yang banyak ornamen, ditambah warnanya yang dominan putih mengesankan tempat ini modern sekali. Ya, menurut Herman, ini adalah sebuah Taman Devosi kepada Bunda Maria.
Masing-masing ornamen di Taman Devosi Maria Mater Dei ini memiliki arti. Misalnya saja, pada pilar-pilar yang menghiasi salah satu tiang penyangga atap patung Bunda Maria, kita diingatkan ada peristiwa saat Bunda Maria mendaraskan pujian Magnificat. Saat dirinya mengandung dan mengunjungi Santa Elisabeth, kita diingatkan akan peristiwa kelahiran Yesus di Kota Betlehem.
Pada tiang penyangga atap lainnya, kita diingatkan akan peristiwa sengsara Tuhan sampai Ia disalibkan di Golgota. Di Golgota, Yesus menyerahkan ibuNya kepada Santo Yohanes, yang mewakili kita.
Di tempat patung Bunda Maria ditahtakan, ada sebuah atap berbentuk oval dengan huruf “M” untuk mengingatkan umat pada janji rahmat berlimpah dalam medali wasiat. Peristiwa ini merupakan penampakkan Bunda Maria yang Dikandung Tanpa Noda kepada Sr. Chatherine Labouré tahun 1830. Dalam atap itu diletakkan kaca bulat yang melambangkan matahari berputar. Hal ini mengingatkan umat beriman akan penyertaan dan pendampingan Bunda Maria sepanjang waktu. Di samping atas jejeran pilar-pilar Efesus, ada gambar Malaikat Gabriel yang berjubah biru. Ada juga Malaikat Mikael yang memakai jubah hijau.
Taman Devosi Maria Mater Dei berukuran lebih kurang 400 meter persegi. Taman yang didirikan di samping Gereja St Fransiscus de Sales ini mulai dibangun sekitar Mei 2016, setelah bangunan gereja diresmikan.
“Ide itu muncul (pembangunan Taman Devosi Maria Mater Dei) pada saat membangun gereja, dengan melihat ada lahan kosong. Kemudian ide itu didukung oleh pembicaraan selanjutnya dengan pihak Yayasan Xaverius, yang tukar guling dengan beberapa kelas, sehingga ada sedikit lahan yang bisa kita gunakan untuk perluasan gereja. Itulah yang akhirnya dijadikan moment untuk mewujudkan (sebuah) Taman Devosi Maria Mater Dei,” tutur Ignatius Hendro Setiawan, wakil ketua panitia pembangunan Taman Devosi Maria Mater Dei.
Devosi kepada Bunda Maria memang terkenal di kalangan umat Katolik, termasuk di Paroki Santo Fransiscus de Sales. Selama ini, tepatnya setelah Misa Kudus, banyak orang berdiri di depan patung Bunda Maria yang ada di dalam gereja. Mereka menyalakan lilin dan berdoa di sana. Kesannya memang agak berdesak-desakan, tetapi umat tetap semangat berdoa bersama Sang Bunda Allah. Hal ini menjadi pertimbangan panitia, untuk membangun sebuah taman devosi, di mana umat dapat dengan lebih nyaman berdevosi kepada Bunda Allah.
Konsep pilar-pilar Efesus ini berasal dari arsitek Effendi Sofjan, sedangkan nama Taman Devosi Maria Mater Dei diberikan oleh Uskup Agung Keuskupan Palembang, Mgr Aloysius Sudarso SCJ. “Bentuknya yang seperti ini, pertama-tama karena situasi. Lahan kita terbatas. Lalu, kita ingin membuat sesuatu yang lain, di mana orang bisa berdevosi setiap saat, hujan pun tidak ada masalah. Dan tempat ini juga sudah didesain kedap suara,” kata Hendro.
Tempat yang direkomendasikan Mgr Sudarso SCJ sebagai salah satu tujuan wisata rohani di Palembang, kini sudah berada di tahap finishing. “Proses pembangunannya sudah jadi sekitar 95% dan akan diresmikan pada Hari Raya Kabar Sukacita, 25 Maret 2017, mendatang,” kata Herman.
“Semoga tempat ini bisa dimanfaatkan (secara) maksimal bagi umat yang membutuhkan. Semoga ke depan, umat Sanfrades turut ambil bagian dalam menjaga dan melestarikan apa yang sudah dimulai ini,” harap Hendro.
“Semoga umat Katolik di Keuskupan Agung Palembang maupun dari luar Keuskupan Agung Palembang, bisa berkunjung ke sini. Bahkan mungkin juga untuk yang non-katolik. Kita harapkan itu. Dan ini sesuai dengan harapan Bapak Uskup,” tambah Herman.