BERIKUT ini tulisan curhatan Yohanes Don Bosco Anggono yang mengenal almarhum Stefanus Sumarno sejak kecil di Lampung. Tulisannya yang menyentuh hati sebagai berikut.
Kabar ini (meninggalnya enam orang di Perairan Kasuari, Laut Arafura di perbatasan Agats-Timika –Red.) ini pasti tenggelam oleh hiruk pikuk pilkada. Kabar tentang tenggelamnya kapal yang ditumpangi oleh beberapa guru dan sebagian anggota keluarganya, nun jauh di Papua sana.
Baca juga:
- In Memoriam Sr. Sisilia TMM: Meninggal Tenggelam di Laut Arafura
- Agats-Asmat: RIP Enam Orang Tewas, Perahu Terbalik Diterjang Ombak Laut Arafura
- In Memoriam Stefanus Sumarno: Guru Pedalaman Agats, Korban Tewas Kapal Terbalik di Arafura (1)
Stefanus Sumarno, nama yang dekat dengan keluarga kami, adalah salah satu murid bapak dan ibu saya yang memutuskan mengikuti jejak sebagi guru. Bukan sebagai guru yang biasa-biasa yang kemudian mengajar di kota atau setidaknya desa yang dekat dengan kota. Bukan. Almarhum Mas Sumarno justru memilih ladang pengabdiannya di Papua.
20 tahun di Papua
Lebih dari 20 tahun dia berada di sana.
Selama kurun waktu yang sangat panjang itu, ia hanya berkesempatan pulang ke Lampung menengok orangtuanya hanya satu kali. Bisa dimaklumni, karena biaya yang sulit dijangkau oleh guru PNS biasa.
Mas Nus, begitu biasa kami memanggil, telah pergi menghadap Bapa di Surga dalam tugasnya.
Di belahan lain di negeri ini, ada guru-guru yang santai-santai saja melakukan tugasnya, menjadi guru hanya sekedar cara untuk bertahan hidup, sekedar mendapat upah. Tetapi, Mas Nus memilih jalan bertaruh nyawa untuk menunaikan tugas di pedalaman.
Betul dikatakan Mbak Rina Crick: “Sedihnya, orang-orang macam Nus ini yang punya semangat tinggi ‘membangun negeri’ tidak akan diingat /dirayakan olah khalayak ramai. May he rest in peace.”
Doa kami menyertai. Berkah Dalem Gusti.