Prapaskah 2017 di Wedi: Anak PAUD Theresia Wedi, Klaten, Diajak Kikis Egoisme

0
497 views
Sr. Marga AK bersama guru melakukan edukasi anak untuk mengikis sifat egois di PAUD St. Theresia, Wedi, Klaten.

ANAK-anak PAUD Santa Theresia Wedi, Kabupaten Klaten, antusias dan gembira mengikuti pertemuan Aksi Puasa Pembangunan (APP) yang diadakan setiap hari Jumat di sekolah setempat selama Masa Prapaskah ini. Anak-anak diajak merenungkan tema APP tahun 2017 yaitu “Aku Pelopor Peradaban Kasih”.

Kepala PAUD Santa Theresia Wedi Suster M. Margaretha AK menyampaikan, inti dari pertemuan selama lima kali itu yakni mengajak anak untuk menjadi pelopor peradaban kasih. Menurutnya, penyajian materi pertemuan APP untuk anak ini tidak semudah pertemuan orang dewasa atau umat di lingkungan.

“Materi pertemuan APP untuk anak-anak yang sudah disusun oleh Panitia APP Keuskupan Agung Semarang (KAS) memang sangat membantu sebagai acuan. Tetapi untuk penyajiannya, para pendamping harus mendesain ulang sesuai usia anak,” katanya.

Sebelum pertemuan, para pendamping harus mempersiapkan jauh-jauh hari, seperti lagu–lagu dan permainan yang merupakan bagian dari materi APP. Selain itu, para pendamping juga harus menyiapkan gambar atau video yang sesuai dengan isi bacaan kitab suci.

Paparan visual

Gambar atau video ini sebagai bahan cerita untuk membantu anak agar lebih paham, lebih menyadarkan, dan lebih menggerakkan. Misalnya, bagaimana agar anak dapat menyadari bahwa Tuhan mengasihi mereka lewat orang-orang yang ada di lingkungannya, terlebih orangtua mereka.

Pendidikan dini untuk membentuk mentalitas anak agar tidak punya sifat egois. Edukasi dini ini terjadi di PAUD St. Theresia di Wedi, Klaten, di bawah asuhan para suster Abdi Kritus.

Dalam pertemuan APP ini,  anak juga diajak mengikis egoisme pada diri anak, agar anak tergerak untuk berbagi dengan temannya, terlebih saat di sekolah.

Suster asal Muntilan, Magelang, ini menyatakan, mengikis egoisme pada diri anak itu tidak mudah. Kalau di rumah, segala sesuatu milik sendiri dan dipakai sendiri. Bapak, ibu juga milik sendiri. Tetapi, anak–anak akan menemukan “permasalahan” saat di sekolah. Karena dalam satu kelas, hanya ada satu guru. Bahkan, dengan perbandingan satu guru untuk 20 anak.

Begitu pula pada alat permainan yang ada di sekolah. Di rumah, alat permainan bisa dipakai sendiri. Tetapi di sekolah, alat permainan dipakai bersama-sama.

Juga dalam hal berbaris saat mau mencuci tangan atau mau pulang. Hampir semua anak maunya minta paling depan atau didahulukan.

Begitu juga dalam berteman. Kadang anak-anak berebut teman, atau menjadi “provokator” kecil dengan mengajak temannya untuk tidak berteman dengan anak anak tertentu.

“Dari pengalaman ini guru mendapatkan masukan yang sangat beragam dari berbagai karakter anak yang mereka dampingi. Untuk bisa mendampingi anak, guru pendamping harus bisa berbagi kasih. Seperti yang sudah dilakukan oleh orangtua kita maupun Tuhan Yesus sendiri,” ujar Suster Marga.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here