TUBAN adalah sebuah kota kecil kawasan Pantura di wilayah Jawa Timur. Kota ini terkenal dengan bumi wali karena di situ ada makam Sunan Bonang. Tuban juga terkenal, karena ada sebuah tempat ibadat TITD yang mempunyai lambang kepiting di depan rumah tempat ibadahnya. Lain itu juga ada sebuah gereja katolik yang megah yang menghadap ke kampung nelayan di Karangsari bernama Gereja Katolik Santo Petrus Tuban.
Halaman gereja ini boleh dikatakan luas sehingga di kemudian hari pada tahun 1967 berdiri SDK Santo Petrus di sebelah baratnya; juga berdiri di sebelah selatan SDK adalah rumah biara para suster yang membantu proses pendidikan SDK.
SMPK Ronggolawe Tuban
Lulusan atau alumni SDK banyak melanjutkan sekolah ke SMPK Ronggolawe Tuban yang letaknya sekitar 1 km di sebelah selatan Gereja Katolik Santo Petrus Tuban. Nama sekolah ini unik, karena tidak mencantumkan nama santo/santo sebagaimana umumnya sekolah-sekolah katolik.
Ronggolawe dikenal sebagai Bupati kabupaten Tuban yang gagah dan berani dan tangkas menunggang kuda pada zaman Kerajaan Majapahit. Itulah mengapa sehingga badge SMPK Ronggolawe Tuban juga ada gambar kuda.
Pada tahun 1970-an SMPK Ronggolawe Tuban sangat terkenal seantero Kabupaten Tuban hal ini dapat dilihat dengan para siswa-siswinya yang berasal dari kecamatan-kecamatan diluar kota Tuban, dan prestasi-prestasi anak didiknya.
Pernah pada suatu waktu, sekolah ini mengalami puncak penerimaan siswa kelas 1 (sekarang kelas 7) hingga 4 kelas paralel dengan jumlah murid per klas tidak kurang dari 40 siswa. Padahal ruang yang dimiliki hanya 6 kelas, sehingga pada waktu itu dibangunlah dua kelas baru dan diadakan shift pagi dan sore untuk proses belajar mengajarnya.
Guru-guru baru juga didatangkan untuk mendidik para murid itu.
Nah sekarang para siswa yang masuk pada Januari 1974 dan lulus pada Desember 1976 menyebut diri sebagai alumni 76 SMPK Ronggolawe Tuban.
Baru-baru ini dan untuk pertama kalinya setelah 41 tahun meninggalkan bangku SMPK Ronggolawe Tuban, mereka berkumpul kembali dalam sebuah acara yang dikemas dengan nama “Temu Kangen”
Seolah wajah-wajah baru yang ada di depan kami, namun setelah kami saling mengenali dan mengingatkan kenangan-kenangan di sekolah kami tertawa terbahak-bahak. Ya memang di antara kami yang sudah menyebar ke seluruh nusantara bahkan ada yang berdomisili di Eropa dan New York. Banyak juga yang sudah berubah statusnya menjadi emak dan engkong; kakek dan nenek, maka wajarlah kalau kami agak lama mengenalinya kembali.
Bagaimana tidak karena rambut sudah beruban bahkan memutih ada juga yang kehilangan rambut alias plonthos, yang menggunakan kacamata juga banyak, perut yang tambun nampak di antara kami. Beberapa nama coba kamu sebut, tapi jawab teman ‘dia sudah pulang ke rumah Bapa’ ‘dia sudah beristirahat dalam damai’ ‘kontraknya di bumi sudah habis’, dsb.
Yah perjumpaan kami di rumah makan Kayu Manis Tuban dapat berlangsung dengan baik, baik karena didukung dan dihibur dengan sebuah grup band yang menyanyikan lagu-lagu lama dan dapat pula mengiringi kami yang ingin menyumbangkan suara, tempat yang sangat representatif. Konsumsi tersedia sangat luar biasa enak dan semua mengenyangkan serta menyenangkan bagi yang hadir. Ini semua berkat promotor, provokator dan koordinator dan para donatur yang mereka semua tidak mau disebutkan namanya disini.
Akhir kalimat eman-eman kalau dilewatkan yakni si Vican yang mampu menjadi MC dengan baik dan membawa suasana semakin gembira dan bahagia bagi semua.
Sampai jumpa sahabat 76, kapan-kapan kita berjumpa lagi.