Penyakit Membahayakan Zaman Sekarang, Skizofrenia Informasi

0
278 views
Para pembicara pada Seminar Sehari di Pekan Komunikasi Sosial Nasional, STIKOM Purwokerto, dari kiri ke kanan: Wartawan Harian KOMPAS Trias Kuncahyono, Prof.Dr. Eko Indrajit, Dirjen Bimas Katolik Eusabius Binsasi, Direktur Suara Surabaya Errol Jonathans, Dosen Filsafat Seminari Tinggi St. Michael Penfui Norbertus Jegalus / Foto : Retno Wulandari

DIRJEN Bimas Katolik Kementerian Agama Eusabius Binsasi mengajak masyarakat untuk menggunakan hati nuraninya masing-masing bila dihadapkan pada berbagai macam berita yang diterimanya utamanya bila itu sifatnya bohong (hoaks) maupun palsu.

“Seperti kata Menteri Agama dalam tulisannya Melawan Hoax Menjaga Hati,  penyebaran pesan-pesan di berbagai media sosial cenderung meningkat dan mengganggu kehidupan bersama utamanya antarumat beragama. Tebaran informasi sampah tanpa verifikasi ini sudah sangat masif,”ujar Eusabius pada seminar puncak Pekan Komunikasi Sosial Nasional ke-51 di Aula STIKOM Purwokerto, Sabtu, (27/5).

Eusabius menyebutkan, tak hanya hoaks yang saat ini marak dan menyebar di media sosial melainkan juga pernyataan palsu yang dibuat meme dari para tokoh. Hasilnya membuat masyarakat mengalami skizofrenia informasi karena sudah menjadi penyakit yang berujung pada lunturnya nurani, hilangnya akal budi. “Yang pintar menjadi orang bodoh,”tegas Eusabius.

Selain Eusabius, tampil juga Pakar Teknologi Informasi Prof. Richardus Eko Indrajit, Wartawan Senior Harian Kompas Trias Kuncahyono dan Direktur Suara Surabaya Errol Jonathans.

Baik Errol maupun Trias yang mewakili media menyebutkan bahwa media mainstream memiliki tahapan-tahapan atau prosedur yang ketat untuk menyajikan sebuah berita sehingga layak disampaikan kepada masyarakat.

“Sayang, media baru sekarang ini justru mengedepankan kecepatan yang bisa jadi melupakan verifikasi. Di tempat kami, para wartawan sendiri harus menjalani pendidikan dan latihan hingga sembilan bulan. Tidak bisa kita hanya belajar dua atau tiga hari terus jadi wartawan hebat. Tidak bisa,”ujar Trias.

Karena itu, Errol menyebutkan, masyarakat seharusnya mengambil sumber dari media mainstream dan bukannya dari media sosial. Setiap wartawan selalu dituntut untuk cek dan ricek, verifikasi serta melakukan validasi. Strategi ini tidak digunakan oleh sebagian besar pengguna media sosial dalam proses penyebaran informasi.

Jangan salahkan teknologi

Mengatasi masalah ini, Eko Indrajit menekankan bahwa kita tidak bisa menyalahkan teknologi. “Teknologi yang digunakan manusia untuk mempermudah. Kalau ada penyalahgunaan, jangan salahkan teknologinya atau media sosialnya, tapi salahkan manusianya,”ujar Eko.

Mengutip kata Paus Fransiskus yang menyampaikan pesannya berjudul “Jangan Takut Aku Bersertamu, Komunikasikan Harapan dan Iman” di Hari Komunikasi Sedunia yang jatuh pada hari Minggu, 28 Mei tahun ini, yang menentukan hitam putih medsos adalah pribadi di belakang teknologi.

“Kalau orang itu baik maka kebaikan yang disebarkan saat mereka bermain di media sosial. Kalau orang itu jahat, maka kejahatannya bisa makin canggih dan tersebar.”tegas Eko.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here