Lebih Dekat dengan Uskup Agung KAS: Mgr. Robertus Rubiyatmoko Itu Fotografer Jempolan

0
679 views
Semasa masih menjadi dosen dan formator di Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta, Mgr. Robertus Rubiyatmoko tiada henti menjadi fotografer dengan kamera DLSR bagus untuk mengabadikan momen-momen penting. (Dok. Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta).

DI antara para staf formator Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan, hanya Romo Rubiyatmoko (kini: Mgr. Robertus Rubiyatmoko) yang biasa memposisikan diri sebagai tukang foto alias fotografer. Beliau  memang punya hobi fotografi. Setiap kali ada acara besar dan bersama-sama komunitas, kamera  DSLR (digital single-lens reflex camera) bagus tiada henti sering ditentengnya. Terutama kalau terjadi peristiwa dan momen penting di lingkup internal Seminari Tinggi Kentungan.

Itu saya kenali selama saya tinggal di Seminari Tinggi (2003-2012). Kameranya terbilang bagus. Hasil jepretannya pun sangat bagus. Beberapa kali saya menjadi pengelola Majalah Salus –buletin produksi Seminari Tinggi- dan Bidel Arsip sangat terbantu dengan hasil jepretan Romo Rubi waktu itu. Angle fotonya pun bagus dan kreatif.

Baca juga:

Seperti kita ketahui, angle dalam fotografi adalah sudut pengambilan foto yang menekankan posisi kamera pada situasi tertentu dalam membidik objek. Angle ini akan menciptakan foto-foto yang berbeda. Bila sebuah objek lebih menarik jika difoto dengan low angle, belum tentu akan menarik jika dipotret dengan angle lainnya.

Pada intinya,  sudut pengambilan gambar (angle) dalam fotografi adalah merupakan kreatifitas dari fotografer. Perlu kreatifitas dan mata jeli dari fotografer dalam melihat objek, untuk menghasilkan foto yang bagus. Ada 5 macam sudut pengambilan gambar (angle) yang umum digunakan dalam fotografi, yaitu: eye level, low angle, high angle, bird eye view, dan frog eye view.

Sebagai formator

Sebagai seorang dosen sekaligus formator, Mgr. Rubi bukanlah ‘orang kemarin sore’. Sudah puluhan tahun, beliau terlibat di bidang pendidikan dan formatio ini. Sejak akhir tahun 1990-an, beliau menjadi dosen dan formator. Beliau tidak hanya mengajar, tapi ia mendidik. Beliau sadar betul bahwa yang didampingi adalah para calon imam. Mereka adalah para pemimpin (gembala) umat masa depan. Beliau dengan jeli dan kreatif mendampingi dan mendidik para calon imam. Mereka adalah pribadi istimewa yang menanggapi panggilan suci Tuhan.

Berbagai angle pendampingan dilakukan Romo Rubi.  Beliau berusaha mengangkat dan menggali sisi positif dari setiap frater. Kepiawaian, kesabaran, dan kecermatannya dalam pendampingan membuat banyak frater merasa ‘at home’, nyaman, tidak takut, merasa dicintai, dan dikembangkan dalam panggilan imamat. Termasuk saya.

Saya merasakan Romo Rubi sangat ciamik dan kreatif mendampingi, menggembleng, dan mengembangkan kami di kawah candradimuka Seminari Tinggi dan Fakultas Teologi Wedhabakti Kentungan. Bahkan, saya sungkan, rikuh, karena beliau sering berbicara basa krama dengan saya.

Baca juga:

Barangkali itu salah satu wujud beliau menghargai orang lain, tanpa membedakan apakah orang itu sudah imam atau belum. Setiap frater diperlakukan sebagai pribadi yang berharga, unik, istimewa, dan rekan seperjalanan dalam imamat.

Mgr. Rubi, terima kasih. Grazie mille. Matur nuwun. Selamat menjadi gembala umat yang terus “mencari dan menyelamatkan” sebanyak mungkin orang. Semoga Bapa Uskup bisa menjadi gembala yang gemati, gembira, dan bijaksana.

Saya sebagai imam diosesan KAS siap taat dan ingin berusaha membantu pelayanan Bapa Uskup di Keuskupan Agung Semarang tercinta ini.

Berkah Dalem. Salam Teplok.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here