“Jikalau aku kurang paham dalam hal berkata-kata, tidaklah demikian dalam hal pengetahuan; sebab kami telah menyatakannya kepada kamu pada segala waktu dan di dalam segala hal.” (2Kor 11,6)
BEBERAPA hari yang lalu, Presiden berkunjung ke Cilacap, Banyumas dan sekitarnya. Dalam kesempatan kunjungan tersebut, Presiden menyempatkan diri bertatap muka dengan masyarakat dan memberikan pesan-pesannya. Di Kroya, Presiden sempat berdialog dengan seorang anak SMP dan menanyakan beberapa kata, seperti, “Saya lapar!” Spontan ank itu menjawab, “Nyong kencot!” “Kepriwe kabare”, tanya Presiden. Anak itu menjawab, “Maen!”
Dialog antara Presiden dengan anak itu membuat banyak orang tertawa terpingkal-pingkal, termasuk Gubernur Jawa Tengah. Dalam dialog tersebut memang nampak bahwa Presiden kurang paham terhadap Bahasa Ngapak atau Bahasa Banyumasan. Saya pun tidak bagitu paham kalau disuruh berkata-kata dengan Bahasa Banyumasan, sekalipun sudah lama tinggal di wilayah ini. Banyak orang asing atau pendatang kurang paham dalam berkata-kata, khususnya kalau menggunakan bahasa lokal atau bahasa setempat. Orang membutuhkan waktu lama untuk memahami bahasa lokal dan mempergunakannya dalam percakapan sehari-hari.
Kurang paham dalam berkata-kata sering dialami banyak orang. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh kurang pahamnya seseorang terhadap bahasa lokal atau bahasa asing, tetapi juga disebabkan oleh hal lain. Orang kurang paham dalam berkata-kata, karena pembawaan sejak lahir dan gagap; gangguan syaraf; ketrampilan dan kemampuan berkata-kata belum dilatih dan dikembangkan; tidak percaya diri atau karena alasan lain.
Kurang paham dalam berkata-kata merupakan sebuah kendala dalam berkomunikasi. Komunikasi yang terkendala atau tidak lancar bisa menimbulkan salah paham, karena materi komunikasi tidak sepenuhnya ditangkap dan dipahami oleh pendengar. Banyak mahasiswa/i sering mengeluh, karena mereka tidak bisa mengerti dan memahami apa yang diajarkan oleh dosen. Orang bisa kurang paham dalam berkata-kata, sekalipun mempunyai kelebihan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan gelar-gelar yang dimiliki.
Banyak orang membutuhkan pelatihan dan bimbingan agar mereka semakin memahami cara berkata-kata yang baik dan benar. Mereka rela mengikuti kursus atau pembinaan public speaking, yang ditawarkan banyak orang dan lembaga; mereka juga bisa belajar dari pada motivator atau MC yang telah berpengalaman. Mereka bersedia menempa diri, agar tidak menimbulkan gerutuan dan kekecewaan bagi orang lain.
Sejauh mana ketrampilan dan kemampuan yang kumiliki dalam hal berkata-kata selama ini? Apakah saya sudah menjadi komunikator yang baik bagi para audiens? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)