Nobel Perdamaian 2011 untuk Trio Perempuan Perkasa

0
1,260 views

SUDAH menjadi jamak bagi Panitia Nobel Norwegia “membagi” hadiah paling bergengsi Nobel Perdamaian tidak hanya kepada satu orang semata. Tahun 2011,  hadiah Nobel Perdamaian jatuh ke tangan tiga perempuan perkasa: Ellen Johnson Sirleaf dan Leymah Gbowee –keduanya dari Liberia, sebuah negera kecil di Afrika— dan Tawakkul Karman dari Yaman di Timur Tengah.

Ketiga perempuan perkasa itu didaulat berhak menerima Nobel Perdamaian karena –demikian rilis resmi Komite Nobel Norwegia—dinilai berjasa membela hak-hak kaum perempuan. “Ketiganya mengedepankan prinsip non-kekerasan dalam perjuangannya agar kaum perempuan mampu tampil prima dalam karya-karya pembangunan manusia,” kata Komite Nobel.

Perjuangan tanpa henti

Tapi mengapa Komite Nobel sampai melirik kepada trio perempuan perkasa itu? Jawabannya sangat mudah, demikian penegasan Komite Nobel, “karena selama kaum perempuan tidak memperoleh hak-haknya secara sama dengan kaum pria, maka mustahil kaum perempuan bisa berpartisipasi dalam seluruh derap pembangunan menata tatanan hidup bersama.”

Ellen Johnson Sirleaf yang kini berumur 72 tahun tak lain adalah presiden pertama perempuan Liberia. Berkat perjuangannya, Ellen sering disebut “Perempuan Besi” oleh lawan-lawan politiknya, terutama oleh para badut-badut politik sisa rezim Presiden Charles Taylor yang dikenal tiran.

Perempuan perkasa Afrika lainnya yang dihadiahi Nobel Perdamaian adalah Leymah Gbowee, pendiri dan direktur eksekutif  Women Peace and Security Network-Africa. Tahun 2009 lalu, dia juga diganjar hadiah bergengsi berlabel John F Kennedy Profile in Courage Award. Dia dilirik Komite Nobel Norwegia atas perannya mengabadikan peristiwa-peristiwa heroik di Liberia saat bergolaknya aksi-aksi demo damai menentang rezim Presiden Charles Taylor.

Rekaman peristiwa itu akhirnya muncul dalam sebuah film dokumenter bertajuk  Pray the Devil Back to Hell yang tak lain merupakan nukilan-nukilan peristiwa perjuangan mengakhiri perang saudara di Liberia yang terkoyak perang selama 14 tahun.

Sementara perempuan Yaman yang mendapat hadiah bergengsi adalah Tawakkul Karman. Dia dinilai Komite Nobel berjasa memperjuangkan hak-hak kaum perempuan selain tentu saja mempromosikan demokrasi dan perdamaian di Yaman. Karman sendiri hingga hari ini menjabat Presdir Women Journalists without Chains yang tiada henti memperjuangkan kebebasan pers di Yaman.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here