Anak saya belum paham benar tentang waktu. Dia belum tahu benar bahwa sekolahnya dimulai jam 08.00. Yang dia tahu adalah begitu bangun, mandi, sarapan, dan ibunya sudah siap mengantar, saat itulah jam mulai sekolah. Saya hampir tidak pernah mengantarnya masuk sekolah, kecuali saat saya ambil cuti, karena saya harus berangkat kerja pukul 06.00.
Pada suatu hari saya mempunyai acara di luar kantor yang baru dimulai pukul 09.30. Oleh karena itu, saya menyempatkan diri mengantar anak saya sekolah pukul 07.45, dan langsung menuju acara di luar kantor. Saya tidak menyangka bahwa anak saya begitu terkesan diantar oleh ayahnya. Keesokan harinya, seperti biasa saya sudah siap berangkat pukul 06.00 kurang. Tidak seperti biasanya, anak saya sudah bangun. Begitu melihat saya sudah rapi, dia minta diantar masuk sekolah.
Saya jelaskan bahwa jika saya antar sekarang sekolah masih sepi, para guru dan teman-teman sekolah belum masuk. Saya bilang bahwa sekolah baru mulai jam 08.00 dan sekarang baru jam 06.00. Namun dia tidak terima. Dia minta mandi, pakai seragam, dan minta diantarkan sekolah.
Dengan konsekuensi terlambat masuk kantor, saya luluskan permintaan anak saya, sekadar menunjukkan bahwa sekolah masih sepi pada jam-jam itu. Begitu sampai sekolah, anak saya baru percaya, dan dia bersedia diantar pulang menungu sampai pukul 07.45, saat biasanya dia diantar ke sekolah.
Mirip doa
Apa yang saya pelajari dari kisah kecil ini? Yang anak saya pikirkan tampaknya sama dengan apa yang sering saya pikirkan ketika saya minta sesuatu kepada Tuhan. Seringkali apa yang saya mohon pada Tuhan tampak “logis” di mata saya. Namun persis itulah yang dipikirkan anak saya ketika dia minta diantar ke sekolah saat waktu baru menunjukkan pukul 06.00.
Dalam pikiran anak saya, permohonannya untuk diantar masuk sekolah pukul 06.00 adalah logis karena saat itu saya sudah rapi siap bekerja, sama seperti yang dia lihat sehari sebelumnya, saat saya mengantarkannya masuk sekolah. Yang belum dia pahami adalah masalah waktu. Dia belum paham benar bahwa sekolah baru dimulai pukul 08.00 sehingga jika berangkat 06.00 masih terlalu pagi.
Dia juga tidak paham bahwa hari kemarin adalah hari “perkecualian” karena saya harus menghadiri acara di luar kantor, yang memungkinkan saya berangkat lebih siang daripada biasanya.
Jadi, jika doa kita tidak / belum dikabulkan Tuhan, jangan-jangan “pola pikir” kita memang belum “sampai”. Tentunya Tuhan punya “pikiran” yang lebih luas daripada apa yang sekarang kita pikirkan.
So, tepatlah sebuah kata mutiara yang sering kita dengar,”Segala sesuatu ada waktunya. Dan Tuhan akan membuat indah pada waktunya.” Tuhan akan membuat kita mengerti pada waktunya. Hanya saja, sering kita tidak paham selama proses “mengerti” itu. Tidak heran jika kita sering protes, “marah”, “mencerca” Tuhan, seperti yang acapkali saya lakukan, karena kita belum / tidak mengerti atas apa yang terbaik buat kita.