Belajar Taat

0
1,030 views
Ilustrasi.

“Akan tetapi, sekalipun Anak Allah, Yesus telah belajar menjadi taat; dan ini ternyata dari apa yang telah diderita-Nya.” (Ibr 5,8)

BEBERAPA waktu yang lalu, Bupati Simalungun menegaskan bahwa dirinya tidak mau main-main lagi. Beliau akan mengeluarkan PNS yang tidak taat aturan dalam bekerja. Selama tahun 2017, beliau masih bisa memberi toleransi untuk para PNS; namun pada tahun 2018, beliau tidak akan memberi toleransi lagi. Beliau tidak segan-segan untuk mengeluarkan atau memecat PNS yang tidak taat aturan dalam bekerja.

Ketaatan merupakan sebuah tuntutan bagi para PNS maupun karyawan lain yang bekerja pada lembaga negara atau instansi swasta lainnya. Setiap lembaga, instansi, atau perusahaan mempunyai aturan dan tata tertib dalam bekerja untuk semua pegawai dan karyawannya. Yang dituntut dari mereka adalah sikap taat terhadap aturan, tata tertib dan kebijakan yang berlaku. Mereka yang tidak taat, pada umumnya, akan mendapatkan sangsi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran yang dibuatnya. Banyak pegawai atau karyawan sering mengalami hal ini. Mereka kesulitan untuk membangun sikap taat, di tempat mereka bekerja.

Ketaatan sebagai sebuah tuntutan yang harus dipenuhi memang sering terasa berat dan tidak mudah untuk sementara orang. Mereka merasa tidak bebas dan terbelenggu, merasa diatur dan diikat; mereka tidak bisa mengekspresikan dengan leluasa pikiran, perasaan dan kehendaknya sendiri. Banyak orang tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada, sehingga mereka jatuh dalam sikap tidak taat atau jatuh ke dalam pelanggaran aturan yang ada.

Ketaatan bukan merupakan sikap  yang otomatis ada dalam diri setiap orang sejak dilahirkan. Ketaatan merupakan sikap hidup yang harus dibentuk; merupakan kebiasaan yang terus menerus harus dilatih; merupakan keutamaan yang harus dibatinkan dalam diri setiap orang sejak usia dini. Dengan kata lain, orang harus banyak belajar untuk menjadi pribadi yang taat. Hal ini tidak hanya berlaku bagi para PNS, tetapi juga berlaku untuk setiap orang. Setiap orang harus belajar menjadi taat, selaras dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

Bahkan Yesus Kristus, Putera Allah, pun belajar menjadi taat; taat kepada rencana dan kehendak Allah, Bapa-Nya.Dia tidak belajar taat di sekolah atau seminari, tetapi belajar taat melalui sengsara dan penderitaan-Nya yang luar biasa beratnya. Dia mengalami sengsara dan penderitaan dalam banyak wujud, seperti: ditolak, dicurigai, difitnah, dicari-cari salah-Nya, ditangkap seperti penjahat, diadili, dipukul, diludahi, dicambuk, dihina dan direndahkan seperti penjahat, dihukum salib, dipaku tangan dan kaki-Nya. Sengsara dan penderitaan yang menimbulkan rasa miris, gelisah dan takut luar biasa, sehingga keluar tetes-tetes darah dari tubuh-Nya. Sekalipun demikian, Dia tidak lari menyelamatkan Diri sendiri; Dia tetap taat terhadap Allah, Bapa-Nya.

Tidak semua orang bisa belajar bersikap taat melalui sengsara dan penderitaan. Sebaliknya, banyak orang menjadi tidak taat, karena berhadapan dengan sengsara dan penderitaan hidup; tidak taat terhadap janji yang diucapkan; tidak taat terhadap jalan hidup yang sudah dipilih; tidak taat terhadap pimpinan atau pasangan hidup; dan tidak taat dalam hal-hal lainnya. Banyak orang memilih menjadi tidak taat, saat berhadapan dengan sengsara dan penderitaan; dari pada belajar taat melalui kenyataan pahit tersebut.

Sejauh mana dan bagaimana caranya saya membangun diri sebagai orang yang taat selama ini? Sanggupkah saya belajar taat, melalui sengsara dan penderitaan hidup? Berkah Dalem.

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here