Minggu, 8 Oktober 2017.
Bacaan: Yes 5:1-7; Mzm 80:9.12.13-14.15-16.19-20; Flp 4:6-9; Mat 21:33-43
Renungan
SEJAK Perjanjian Lama, umat Israel sering disebut sebagai Kebun Anggur Tuhan. Perumpamaan tentang penggarap kebun anggur ini dikisahkan Yesus kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi untuk mengingatkan kepada mereka bahwa umat itu adalah kepunyaan Allah, bukan kepunyaan mereka. Mereka bukanlah pemilik tanah dan bangsa Israel; tidak boleh mendaku dan mengatur umat sebagaimana kehendak mereka dan untuk kepentingan mereka.
Kisah ini juga mengingatkan kita, sebagai gembala dan religius, bahwa paroki/tugas perutusan yang kita emban dan umat yang menjadi tanggungjawab kita bukanlah milik kita. Benar bahwa sense of belonging itu wajib kita hayati tetapi kita bukanlah owner. Spiritualitas sebagai penggarap membuat kita mengembangkan sikap syukur karena dapat ambil bagian sebagai penggarapNya, berkomunikasi secara tekun kepada owner yaitu Allah sendiri, taat dan tekun serta sungguh-sungguh sebagai seorang penggarap, dan merelakan hasil kerja kita bukan sebagai milik kita tetapi sebagai sebuah persembahan kepada Allah. Sebagai penggarap seharusnya kita bekerja bukan untuk kepentingan kita sendiri; tetapi untuk kepentingan Sang Pemilik yaitu Allah sendiri. Bukan hanya tarekat atau keuskupan yang menuntut pertanggungjawaban itu kepada kita, tetapi terutama Allah sendiri, Sang Owner.
Demikian juga halnya dengan kita yang hidup berkeluarga. Allah telah menyerahkan kepada kita pekerjaan dan keluarga untuk digarap. Kita bukan Owener atas pekerjaan kit, juga atas keluarga kita. Kita adalah penggarap, yang mempunyai rasa memiliki, tetapi sadar bahwa pekerjaan dan keluarga bukanlah milik kita.
Sangatlah tidak benar, jika kita merasa yakin bahwa pekerjaan kita adalah hasil jerih payah kita dan kemudian kita menyingkirkan Allah karena pekerjaan kita berhasil-sukses. Pekerjaan kita adalah pemberian Allah. Kita tidak jauh berbeda dengan para penggarap yang dikisahkan oleh Tuhan Yesus jika justru karena kita sukses dan berhasil dalam pekerjaan, kita merasa hebat, merasa memiliki dan melupakan Allah Sang Owner. Pekerjaan yang kita geluti dengan jerih payah dan hasil pekerjaan yang melimpah itu adalah milik Allah semata.
Kitapun diingatkan bahwa keluarga bukanlah milik kita, yang dapat kita atur dan kita pimpin sesukahati kita. Kita adalah penggarap keluarga kita, yang seharusnya menggarapnya dengan sungguh-sungguh sejak dari awal dengan ketelitian, sebagaimana Tuhan rancangkan. Perkawinan kita harus dirawat dengan sungguh-sungguh; tidak sekedar hanya dijalani. Keluarga kita harus kita pimpin menuju Allah; tidak sekedar hanya berkumpul bersama dalam satu atap. Tuhan akan menuntut tanggungjawab itu kepada kita.
Kontemplasi
Gambarkan bahwa kita ini adalah penggarap kebun anggur yang adalah pekerjaan, umat, keluarga kita dan Allah adalah Owner mereka.
Refleksi
Bagaimana aku mengembangkan spiritualitas penggarap itu dalam pekerjaan, jemaat dan keluarga yang dipercayakan Tuhan kepadaku?
Doa
Ya Bapa, aku bersyukur boleh menjadi penggarap kebun anggurMu yaitu umat dan keluargaku. Semoga aku semakin bertumbuh dalam sense of belonging, bersungguh-sungguh dalam tanggungjawab dan dengan sukacita menyerahkan semua hasil jerih payah itu kepadaMu. Amin.
Perutusan
Sadarilah terus menerus bahwa Allah adalah Owner pekerjaan, umat dan keluarga kita; kita ini adalah penggarapNya.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)