Bersama FMKI KAJ Membedah “Jeroan” Generasi Millenial (1)

0
768 views
Diskusi terbatas FMKI KAJ tentang Komunikasi Generasi Millenial di Jakarta, 17 Desember 2017. (Panitia FMKI KAJ)

SEJAK Mei 2017, Forum Masyarakat Katolik Indonesia Keuskupan Agung Jakarta (FMKI-KAJ) seperti mendapat ‘darah segar’. Banyak generasi muda mulai mengisi pos-pos penting di jajaran kepengurusan di forum ‘rembug bersama’ antarberbagai elemen organisasi sosial-kemasyarakatan berlabel katolik di tlatah KAJ ini.

Komunikasi Generasi Millenial

Yulius Setiarso –Ketua Umum FKMI KAJ mulai 2017-2020— bolehlah  dibilang anak produk Zaman Millenial generasi awal. Bersama Maximinus AD Purnomo sebagai Sekretaris Umum, Yulius mencoba mengaktifkan roda organisasi FMKI KAJ dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan edukatif yang mencerahkan pikiran dan menambah wawasan.

Program edukatif yang mencerahkan pikiran dan menambah wawasan ini akhirnya berhasil digelar dalam sebuah diskusi terbatas bertema “Komunikasi Generasi Millenial”.

Ketua Umum FMKI KAJ Yulius Setiarto saat mengawali diskusi terbatas dengan paparannya. (Mathias Hariyadi)

Dua perspektif tentang Generasi Millenial

Mengambil lokasi di  Gedung  Yohanes di Paroki St. Yohanes Penginjil – Blok B, Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu tengah hari (17/12/17), perbincangan dengan topik bahasan yang sangat ‘membumi’ ini menghadirkan dua narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing.

Kedua narasumber itu adalah:

  • Andre Prodjo. Sehari-harinya, Andre yang telah banyak makan garam berkecimpung di dunia kreatif periklanan adalah CEO Meme Comic Indonesia.
  • Lainnya adalah Dominique Nicky F, dosen alumnus Inggris dan kini menjadi peneliti profesional di CSIS (Centre for Strategic and International Studies) Jakarta.

Dalam pengantarnya mengawali diskusi terbatas bersama Andre dan Nicky tersebut, Yulius Setiarto menyebut kedua narasumber itu masuk kategori  mumpuni. Itu  karena keduanya sehari-hari bergaul dengan kaum Generasi Millenial “Zaman Now”.

Kedua narasumber dalam diskusi terbatas tentang Komunikasi Generasi Millenial bersama Nicky (kiri) dan Andre (kanan) dan dipandu oleh Daniel. (Panitia)

Karena itu, kata Yulius, Andre akan bicara tentang model komunikasi Generasi Millenial dan content-nya dari perspektif praksis nyata. Paparan itu berangkat dari pengalamannya menyerap pola komunikasi Generasi Millenail “Zaman Now”  yang dia temukan dan amati dalam pergaulannya sehari-hari bersama anak-anak muda “Zaman Now” ini.

Sementara Nicky, kata Yulius,  akan meneropong fenomena tatanan sosial dan model komunikasi anak- anak muda “Zaman Now” ini dari perspektif  ‘alam pikir’ mereka dalam mempersepsi sesuatu yang berkembang di masyarakat.

Berikut ini adalah tulisan serial tentang peristiwa diskusi terbatas tersebut dalam bingkai besar pemikiran pop urban culture yang kini tengah dihidupi oleh Generasi Millenial “Zaman Now” tersebut.

Komunikasi nirkabel merubah tatanan

Revolusi Industri yang terjadi mulai pertengahan abad ke-18 telah merobek stuktur tatanan sosial masyarakat yang selama ini telah eksis.

Revolusi ‘radikal’  (kata Bahasa Latin ‘radix’ berarti  ‘akar’) dalam bidang proses mencipta barang telah menciptakan tata pola relasional antarmanusia yang sama sekali baru di masyarakat. Dari yang semula proses manufaktur itu terjadi di kelas rumahan (home industri), kini berubah menjadi massif.

Pola komunikasi berubah karena berkembangnya temuan alat-alat komunikasi nirkabel dan sistem penyimpan data virtual. (Bahan Pelatihan Jurnalistik bersama Mathias Hariyadi)

Orang berbondong-bondong ke kota menjadi buruh industri sehingga terciptalah hubungan majikan dan buruh. Urbanisasi terjadi di sini.

Revolusi karena smartphone

Revolusi besar lainnya juga telah mengubah struktur tatanan sosial: menciptakan sistem tata nilai sosial yang benar-benar grès dan menerapkan pola berkomunikasi yang  juga anyar.

Fenomena ini terjadi sejak dekade terakhir. Hal ini akan menjadi makin massif dan intensif, ketika keseharian hidup setiap orang di  “Zaman Now” sudah tak bisa pisah dari yang disebut smartphone.

Smartphone adalah perangkat alat berkomunikasi sekaligus penyimpan data. Alat ini termasuk hasil temuan terkini di bidang teknologi komunikasi nirkabel. Dalam hidup manusia sekarang ini, ‘status’ smartphone sudah menjadi barang indispensable –hal yang tak bisa dibuang dari keseharian hidup.

Cara berkomunikasi berubah berkat adanya alat komunikasi nirkabel smartphone. (Bahan Pelatihan Jurnalistik bersama Mathias Hariyadi)

Ini secara berseloroh.  Bagi suami, isteri dan anak boleh dilupakan sejenak, tapi jangan sampai smartphone hilang dari genggaman tangan. Bagi ibu-ibu, smartphone adalah ‘teman curhat’ dengan kelompok baya mereka manakala tengah asyik bergosip dan terlibat dalam omongan ringan. Bagi anak-anak, smartphone adalah ‘pengisi hidup’, ketika orangtuanya hanya sibuk bekerja dan sering melupakan mereka.

Nah, bagi anak-anak muda Generasi Millenial, smartphone adalah nyawa sekaligus hiburan mereka.

Bahan Pelatihan Jurnalistik bersama Mathias Hariyadi: Ilustrasi/Ist

Konsep hic et nunc

Dulu, orang hanya bisa mengandalkan pesawat telepon berkabel untuk berkomunikasi. Namun, kini benda itu sudah dianggap usang–hampir masuk museum—karena orang bisa terkoneksi satu sama lain dengan cara yang sama sekali berbeda 

Konsepnya yang berlaku sekarang adalah model berkomunikasi yang mampu mengisi ruang dan waktu secara hic et nunc (sekarang dan di sini) dan berlangsung secara real time. Semua ini menjadi mungkin lantaran tersedianya berbagai progam aplikasi di semua perangkat smartphone.

Selain dompet, yang kini harus selalu ada di saku atau dalam genggaman orang di setiap kesempatan apa pun adalah smartphone. Bahkan saat tidur pun, orang tetap ingin ‘ditemani’ smartphone-nya.

Rasanya tanpa smartphone

Tanpa smartphone ada di genggaman tangannya, mana ada orang sekarang masih berani mengaku diri tetap merasa aman dan nyaman. Tidak ada.

Orang bisa melupakan banyak hal, namun ia tidak mampu membebaskan diri dari keterikatan akan smartphone.

Kehilangan atau tidak punya lagi smartphone, maka  berarti orang itu telah ‘terputus koneksinya’ dengan dunia, tidak terjalin lagi dengan kelompok bayanya (peer groups), merasa diri tidak eksis lagi lantaran tak berkesempatan bisa lagi meng-update status.

Situasi-situasi macam itu merupakan disaster yang merobek kedirian sekaligus menciderai eksistensi Generasi Millenial “Zaman Now”. Bagi banyak orang, dunia ini serasa kiamat, manakala tiba-tiba tak mampu mengisi content komunikasi dengan meng-update statusnya di medsos hanya gara-gara tangannya tidak memegang smartphone”. (Berlanjut)

Bingung Hadapi Generasi “Now” Millennial? Inilah Jawabannya (1)

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here