Catatan tentang Agats Asmat: Donasi Dana Lebih Baik, Uskup Diosis Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM (4)

0
1,317 views
Speedboat Keuskupan Agats ini menampung penumpang lima orang antara lain terdiri Bapak Uskup Diosis Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM di bangku kemudi kanan dan Sr. Sylvia KFS dari Pontianak di bangku belakang kanan dan Pak Hendra Kosasih di bangku belakang kiri. Speedboat ini hendak merapat ke dermaga kecil di Yaosakor, sekitar empat jam perjalanan dari pusat kota Asmat.(Mathias Hariyadi)

DALAM sebuah surat edaran untuk kelompok terbatas, Uskup Diosis Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM mengimbau agar donasi untuk misi kemanusiaan di Kabupaten Asmat melalui Keuskupan Agats ini sebaiknya diberikan dalam bentuk dana.

“Bukan dalam bentuk barang,” tulis Mgr. Aloysius Murwito OFM.

Keuskupan Agats, jelas mantan Minister Provinsial OFM (Ordo Fratrum Minorum) ini, telah ikut serta dalam segala upaya yang dikerjakan oleh Pemerintah Kabupaten Asmat merepon bencana KBL campak dan gizi buruk ini.

Fokusnya peningkatan asupan gizi

Fokus gerakan peduli kemanusiaan yang dikerjakan oleh Keuskupan Agats, demikian penegasan Monsinyur Aloy, adalah meningkatkan mutu asupan gizi makanan.

Gerakan itu difokuskan pada dua wilayah yakni di Distrik Pulau Tiga dan Distrik Jetsi.

“Di kedua distrik berbeda itu ada 20 kampung,” kata Monsinyur dalam surat edaran tersebut.

Catatan tentang Agats Asmat: Cuaca Cepat Berubah dan Hidup Tergantung Air Hujan (3)

Bisa terpencar di banyak lokasi

Meski tidak dijelaskan dimana letaknya, namun berdasarkan pengalaman riil penulis ikut blusukan ke Paroki Sawa Erma bersama Monsinyur Aloysius Murwito OFM di bulan Juni 2013 lalu,  rasanya cukup gamblang bahwa posisi permukiman penduduk di ke-20 desa itu berlokasi secara sporadis.

Permukiman penduduk Asmat di pedalaman Kabupaten Asmat itu sama sekali tidak sama dengan model permukiman penduduk di Jawa.

Di Jawa atau daerah lain di pulau ain, permukiman penduduk itu berupa deretan rumah-rumah dan mereka itu berada di sebuah kawasan permukiman yang kurang lebih sama.

Di Kabupaten Asmat, sentra-sentra permukiman penduduk bisa terpencar di mana-mana, meski kawasan itu masuk dalam wilayah ‘satu desa’ yang sama.

Untuk bisa bepergian dari satu titik lokasi dusun ke dusun lainnya –meski dalam wilayah teritori desa yang sama– penduduk harus menarik kayuh sampan melintasi ‘badan’ sungai yang sangat lebar; bisa 500-1.000 meter besarnya.

KLB Campak dan Gizi Buruk di Kabupaten Asmat – Papua, Mengapa Keuskupan Agats Perlu Dibantu?

Jangan kirim barang

Kondisi geografis di Asmat memang sangat unik dan spesifik, lengkap dengan semua tantangan perjalanan yang melelahkan, penuh risiko, dan butuh mental ‘tahan banting’ dalam arti seluas-luasnya bagi setiap orang luar yang ingin bepergian ‘melancong’ ke kawasan terisolir ini.

Karena itu, agar jangan sampai merepoti pihak Keuskupan Agats dalam menjalankan misi kemanusiaan tersebut, donasi amal sebaiknya dalam bentuk sumbangan finansial dan bukan barang.

Barang-barang kebutuhan untuk meningkatkan asupan gizi  itu bisa diperoleh dengan mudah di Timika.

Dari Timika, barang-barang itu bisa diterbangkan oleh pesawat ringan jenis Pilatus menuju Ewer dengan beban terbatas tidak boleh melebihi 800 kg.

Kalau dengan kapal, maka butuh waktu sedikitnya 10 jam perjalanan untuk mencapai Asmat dari Timika.

Bisa dibayangkan, berapa lama dan makan biaya berapa, kalau donasi berbentuk barang itu dikirim dari Jakarta atau tempat-tempat lain.

Mari kita bantu Keuskupan Agats dalam melakukan aksi-aksi kemanusiaan ini untuk merespon KLB campak dan gizi buruk.

Laporan Tahap 1, 18-23 Januari 2018: Donasi Amal untuk Keuskupan Agats melalui Sesawi.Net dan Yayasan Sesawi (1)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here