ALMARHUMAH Sr Silvy Susanti SFIC lahir di Pontianak pada tanggal 08 Desember 1948. Ia merupakan anak ke-2 dari tujuh bersaudara. Almarhumah adalah buah cinta dari pasangan Bapak Haliman Tjenderawira dengan Ibu Ritaningsih.
Masa kecilnya dihabiskan di kota Pontianak bersama kedua orangtuanya dan saudara-saudaranya. Sejak kecil Sr. Silvy sudah menunjukkan kesalehannya akan hidup doa. Doa yang sangat ia cintai adalah Doa Bapa Kami dan Salam Maria.
Silvy kecil memiliki hobi yakni mendengarkan musik dan berolahraga . Ia dikenal oleh sahabat-sahabatnya sebagai anak yang ramah, murah senyum dan baik hati. Tidak heran kalau ia mendapat anugerah panggilan yang khusus ini.
Teladan suster misionaris Belanda
Menurut kisahnya, benih panggilan sudah muncul di hatinya sejak SMP (Waktu itu Sr. Silvy sudah dibaptis menjadi Katolik). Namun, seiring berjalannya waktu, benih panggilan itu sempat memudar karena belum mendapat restu atau izin dari kedua orangtuanya dan keluarganya yang pada waktu itu belum katolik.
Namun perjumpaannya dengan para suster misionaris Belanda yang pada waktu itu dikenalnya di rumah sakit, menyulutkan kembali benih panggilan yang sempat memudar itu.
Itulah pondasi awal yang mendorongnya memilih SFIC.
Sebelum masuk biara, Sr. Silvy melanjutkan pendidikan di bidang kesehatan di Akademi Kebidanan yang bernaung di bawah Yayasan Dharma Insan Pontianak. Setelah selesai studi dan menyandang profesi bidan, ia pun bekerja di Rumah Sakit Umum St. Antonius Pontianak.
Sebagai seorang bidan, ia kerap kali berjumpa dengan para suster misionaris yang juga bekerja di unit yang sama di antaranya yang ia kenal adalah Sr. Antony SFIC dan Sr. Yosephio SFIC.
Rasa cinta muncul karena perjumpaan yang intens. Itulah yang dialami oleh Sr. Silvy. Lambat laun rasa kagum akan figur para suster misionaris melayani para pasien di RS. St. Antonius Pontianak dengan penuh kasih menjadi pendorong baginya untuk ingin menjadi seperti mereka.
Sr. Silvy pernah tinggal dan bertugas di:
- Pontianak: Rumah Sakit Antonius Pontianak, Agustus 1990-Oktober 1993 sebagai Kepala Bagian Kamar Operasi.
- Komunitas Kuala Dua di bagian Kamar Obat/Posyandu/Asrama Puteri, Oktober 1993-Oktober 1995
- Singkawang Rumah Sakit St. Vincentius, Oktober 1995-1 Januari 2000 di bagian kebidanan/KIA.
16 tahun di Afrika
Kemudian ia pun bersedia diutus sebagai misionaris ke karya misi SFIC di benua Afrika:
- Kehanca, Afrika sebagai perawat-bidan terhitung 20 Januari 2000-2004
- Naroosura, Afrika sebagai perawat-bidan terhitung Desember 2004-Desember 2016.
Sr. Silvy telah mengabdikan diri di Misi Kenya Afrika selama 16 tahun, lebih separuh dari usia biaranya.
Dalam tugas dan kesaksian hidupnya, ia dikenal sebagai suster yang lemah lembut, sabar, tidak banyak bicara tetapi pekerja keras. Ia punya prinsip dan ketika melayani pasien sangat telaten dan tuntas dan kelemah lembutan tutur bahasanya membuat pasien yang dirawat mengalami penghiburan.
Menurut kisahnya, dia terkesan ‘lupa diri’ demi orang lain.
“Kalau ada ibu yang hendak melahirkan ataupun pasien yang sakit tetapi tidak mempunyai biaya atau pun kendaraan untuk pergi ke Klinik, maka saya nyopir sendiri menjemput mereka,” kisahnya.
Cinta besar untuk orang Afrika
Peluang untuk berbagi kebudayaan orang lain dan dengan demikian keajaiban karya Allah, akan dipandang sebagai rahmat oleh para Suster. Para Suster akan tetap mencari nilai dan norma-norma bersama orang lain di tempat mereka hidup, untuk memungkinkan mereka mewujudkan Kerajaan Allah. (Konstitusi, Dasar Spiritual baris 96-103).
Requiem untuk Sr. Silvy Susanti SFIC bersama Mgr. Hieronymus H. Bumbun OFMCap
Demikian spiritualitas misi yang tertuang dalam Konstitusi SFIC yang dihayati oleh Suster Silvy dalam tugas perutusannya di Tanah Misi Afrika. Sr. Silvi sangat mencintai tugasnya sebagai misionaris, rasa cinta yang besar akan orang-orang di Afrika inilah yang menjadi kekuatan baginya untuk melewati semua tantangan sulit dengan sabar dan penuh iman.
“Bahasa dan budaya di Afrika jauh berbeda dengan Indonesia,” ungkapnya sekali waktu.
Masalah yang kerap ia temui di sana adalah banyak anak gadis telah menikah pada usia muda. Itu yang kemudian menjadikan banyak ibu dan anak lalu mengalami kondisi kesehatan atau pertumbuhan yang tidak baik.
Lanjutnya lagi. “Saya sangat sedih apalagi ketika melihat anak-anak yang lahir dengan kondisi cacat,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.
Sebagai perawat-bidan pengalaman hidup di tengah-tengah orang Afrika khususnya ibu-ibu dan anak-anak mungil berkulit gelap meninggalkan kisah yang tak terlupakan di benak Sr. Silvy.
Pulang karena Sakit
Pada tanggal 21 Desember 2016, ia diminta kembali ke Indonesia karena mengalami sakit yang serius dan langsung menjalani perawatan di Jakarta.
Sejak 24 Januari 2017, Sr. Silvy ditempatkan di Komunitas St. Antonius Pontianak untuk menjalani perawatan yang intensif.
Semenjak itu suster sering keluar masuk rumah sakit di Jakarta dan Pontianak.
Kemudian pada 22 Januari 2018 kondisinya mulai menurun dan mulai susah berbicara dan perlahan-lahan menghembuskan nafas terakhir dengan tenang di rumah sakit St. Antonius pada 4 Februari 2018 pukul 02.20 WIB.
Suster Silvy SFIC meninggal pada usia 69 tahun dan selama 29 tahun hidup dalam persekutuan Kongregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC).
Requiescat in pace et vivat ad aeternam.