“BERSINARLAH bulan purnama
Seindah serta tulus cintanya
Bersinarlah terus sampai nanti…”
Dan semua yang hadir ikut menyanyikannya lagu ini, sehingga membawa suasana semakin gembira ceria bagi semua.
Itulah penggalan lirik lagu pop yang mengawali sambutan Sr. Hilda Sri Purwaningsih OSU, Pemimpin Komunitas Sancta Trinitas Malang.
Apabila lirik lagu menanyakan “Andaikan Kau datang kembali”, maka jawaban apa yang akan kuberi adalah hal ini. ”Engkau telah menanamkan kepada kami untuk mencintai Cor Iesu, Gereja, dan masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tak akan kami melupakan itu, lebih-lebih meninggalkan Cor Iesu tercinta,” kata Sr. Hilda OSU.
118 tahun Ursulin di Malang
Sambutan singkat namun mengesan itu terjadi dalam acara pesta seni dalam rangka memperingati 118 Tahun Karya Suster Ursulin di Malang.
Acara mengambil tema Cor Iesu’s Art Performance 2018 dan dibuka aneka pesta seni yang dibawakan oleh siswa-siswi warga Kampus Cor Iesu Malang: KB-TK, SDK, SMPK, SMAK. dan SMK Cor Iesu Malang.
Menurut Sr. Kristopora Nou OSU, tidak kurang 891 pemain terlibat dan semuanya warga Kampus Cor Iesu Malang.
Dimulai dari gerak dan lagu Ceriaku oleh anak-anak yang masih imut-imut dengan gerakan lucu-ceria diiringi lagu Kembali ke Sekolah, Lihat Kebunku, Air Diobok-obok, dan Tari Semut. Tampilan pembuka ini sungguh mempesona dan semarak, terlebih dengan aneka kostum warna-warni serta pernak-pernik khas anak-anak. Semua tampilan ini mengundang tawa para hadirin di Gedung Graha Cakrawala Universitas Negeri Malang yang megah dan besar.
Aneka tarian Nusantara oleh siswa/siswi SMK Cor Iesu itu merupakan gabungan dari beberapa tarian tradisional Indonesia. Ini dibuka dengan tampilan gunungan di awal tarian melambangkan alam semesta yang harus kita jaga cintai dan dilestarikan selaras dengan seruan Laudato Si.
Bhinneka Tunggal Ika
Parade Nusantara mengingatkan kita akan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” bahwa ada banyak ragam budaya di Tanahair Indonesia yang perlu dijaga dan terus dikembangkan.
Itulah yang ditampilkan siswa/siswi SMAK Cor Iesu; antara lain tari Lan E Sape khas Dayak Kalimantan dengan iringan gitar khas Dayak; Yamke Rambe Yamko dan tarian Pangkur Sagu dari Papua; Goyang Gemu Fa Mi Re dari Maumere serta Bungong Jeumpa lagu daerah Aceh.
Semua tampilan pesta seni itu menjadi tontonan segar, sehingga 2.000-an penonton tak henti untuk bertepuk tangan.
Aneka lagu dolanan
Lagu-lagu dolanan Kuwi Opo Kuwi, Gugur Gunung dan Serayu dengan iringan gendhing Jawa dengan para pengrawit berpakaian Jawa lengkap dengan blangkon, beskap dan jarit dibawakan oleh anak-anak SMPK Cor Iesu.
92 anak SDK Cor Iesu membawakan tarian daerah Jawa Timur-an, tarian daerah Osing, tarian pesisir pantai dengan latar belakang perahu tertambat di pantai yang membuat decak kagum.
Di tengah-tengah acara, MC mengundang Sr. Benedicta OSU yang berulang tahun ke-72 pada hari Selasa 13 Februari 2018 dan mendapat hadiah lagu Selamat Ulang Tahun dari seluruh undangan.
Drama kolosal
Jejak Sang Misioner yang kita rayakan ini adalah jejak-jejak kasih Allah yang nyata dan tanpa batas. Itu yang memberi kekuatan dan keyakinan bagi para pendahulu kita, para suster dan mitra mereka untuk berjuang dengan semangat berkobar-kobar menghadapi dan mengatasi setiap hambatan dan kesulitan yang dijumpai.
Setiap kesulitan dan tantangan tidak menyurutkan semangat mereka, namun semakin erat bersatu dalam doa, dalam cinta dan dalam karya yang telah mereka mulai.
Semangat itulah yang kita rayakan, syukuri dan dengan tekad bulat kita teruskan untuk kemudian dirayakan dan disyukuri oleh generasi berikutnya.
Demikian sambutan Sr. Yovita Tiwang OSU, Ketua Yayasan Dhira Bhakti yang menaungi sekolah-sekolah Cor Iesu Malang.
Drama kolosal Jejak Sang Misioner menjadi bagian kedua dari seluruh acara yang dikemas dengan rapi oleh Panitia Besar yang telah disiapkan sejak Juli 2017, walaupun ide pertama muncul pada tahun 2016.
Drama itu mengisahkan perjalanan beberapa bulan para suster Ursulin ke Indonesia dengan menaikki kapal yang pernah mengalami dihantam ombak besar. Namun karena Penyelenggaraan Illahi, mereka akhirnya sampai juga ke tujuan dan mendarat di Batavia. Membuka lalu komunitas di Kepanjen, Surabaya, dan kemudian dengan seizin Mgr. Luypen, Uskup Batavia, lalu membuka biara Ursulin di Malang.
Tiga orang suster Ursulin sebagai pioner berangkat ke Malang dan tiba di Malang pada 6 Februari 1900.
Pada tahun yang sama, mereka mulai membuka TK, SD dan asrama sekaligus mulai membangun kapel dan Biara Ursulin di daerah Celaket, Malang. Juga membuka MULO pada tahun 1920 yang kemudian hari bermetamorfosis menjadi SMPK Cor Iesu
Zaman susah dan mencekam terjadi, ketika tentara Jepang masuk Indonesia tahun 1942 sampai 1945.
Saat itu, banyak suster Ursulin ditangkap dan ditahan, bahkan ada yang meninggal di tahanan. Jaman perang kemerdekaan, gedung Cor Iesu yang monumental itu dibumihanguskan dengan dalih agar tidak dipergunakan oleh Belanda. Aksi bumi hangus mengakibatkan seluruh atap gedung terbakar hebat dan hanya meninggalkan kapel yang masih berdiri kokoh hingga sekarang.
Karya suster-suster Ursulin di Malang terus berlanjut dengan mendirikan SMA yang pada awalnya hanya menerima siswi. Kini, tidak ada lagi perbedaan jender dalam menerima siswa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Lembaga pendidikan terakhir yang didirikan adalah SMK Cor Iesu.
Drama kolosal yang disutradarai oleh Eduardus Suseno Harjito ini melibatkan ratusan siswa-siswi Kampus Cor Iesu, aneka gerak dan tari, lagu-lagu dari lagu tradisional maupun kontemporer. Kostum aneka macam dari pakaian biara, pakaian sekolah, pakaian tentara Jepang dan pakaian sehari-hari berwarna-warni.
Didukung dengan tata suara dan tata cahaya yang sangat bagus sehingga banyak hadirin dan undangan tidak beranjak dari tempat duduknya hingga berakhirnya acara yang dapat dikatakan sebagai spektakuler.
- Sumber: Diolah dari booklet CJAP 2018.
- Kredit foto: Laurensius Suryono.