INILAH sosok pribadi Pastor Jacques Bernard Gros CM yang luar biasa. Ia adalah imam religius anggota Kongregasi Imam Misionaris (CM) atau Lazaris yang hidup di kawasan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan.
Monika Shu telah berhasil menulis kisah biografinya dengan judul Jejak Emas Romo Tengkalang, Biografi Jacques Bernard Gros CM.
Menjawab Sesawi.Net, Monika Shu mengatakan bahwa penulisan buku ini dimotivasi oleh satu keinginan yakni membantu para imam misionaris (CM) melakukan karya-karya kemanusiaan istimewa dan luar biasa yang –kalau tidak didokumentasikan dalam bentuk tulisan berupa risalah atau buku– maka orang takkan pernah tahu atau mengenalnya.
Dengan demikian, kata Monika, hasil penjualan buku ini akan dipersembahkan untuk karya para misionaris dan umat yang dilayani. Tentu, hadirnya buku ini juga menjadi sarana sekaligus untuk memperkenalkan karya pelayanan apa saja yang telah dilakukan oleh para misionaris tertahbis bagi sesama.
Pada Paskah tahun 2017, demikian Monika menjelaskan kepada Sesawi.Net, bersama sejumlah orang, ia sempat berkunjung ke salah satu stasi di kawasan Pegunungan Meratus. Kawasan ini bisa dijangkau dengan perjalanan darat kurang lebih 10 jam dengan mobil 4x4WD.
Di sebuah stasi itu, tulis Monika, terlihat Romo Gros CM ada bersama umat Katolik di kawasan pedalaman Pegunungan Meratus. Umat yang hadir ada sekitar 60-an orang dewasa dan anak-anak.
Hasil kolekte tidak banyak. Bisa jadi hanya Rp 50 ribu dan itu pun masih harus dibagi dua untuk kas stasi dan pastoran.
Bagi Monika, pemandangan yang ‘tidak biasa’ bagi umat Katolik di Keuskupan Agung Jakarta itu tentu saja menyentuh hati. Uang hasil donasi bersama itu jelas tidak akan cukup.
Lalu muncul sejenak dalam pikiran Monika: Kalau bukan kita yang mau membantu, lalu kepada siapa lagi harapan itu bisa diletakkan?
Jalan berhari-hari menembus hutan dan pegunungan
Ada saatnya ketika Romo Gros harus melakukan turne ke pedalaman jauh di belantara untuk melayani umat. Di situ jelas tidak ada moda tranportasi. Akses jalan raya juga tidak ada.
Bila demikian, maka pastor CM asal Perancis ini tidak ragu berjalan kaki. Lamanya bukan hitungan jam, tapi pernah sampai mingguan.
Makan apa saja seketemunya. Menahan lapar merupakan hal yang biasa bagi dirinya. Tidur di alam terbuka di tengah jalan atau di dalam hutan bukanlah hal yang menakutkan bagi dirinya.
Semua ini dengan suka hati rela dilakoni, karena cintanya yang besar pada orang miskin dan terpinggirkan: masyarakat Dayak di kawasan Pegunungan Meratus, Keuskupan Banjarmasin, Kalsel.
51 tahun imamat
Pastor Gros CM adalah misionaris yang kini telah merajut usia 78 tahun. Ia berasal dan lahir di Negeri Anggur Perancis.
Beberapa waktu lalu, imam Perancis bernama Romo Jaques Bernard Gros CM telah merayakan 51 tahun imamat dan 60 tahun hidup membiara.
Romo Gros CM, imam misionaris Lazaris (CM), berani meninggalkan segala kemapanan dan lebih memilih hidup bersama orang miskin.
Semua yang ada pada dirinya telah diserahkan kepada orang-orang yang dia kasihi.
Pernah berkarya di Vietnam
Romo Gros pernah berkarya menjadi misionaris di Vietnam, namun kemudian dia diusir keluar dari Vietnam saat negara ini terkungkung dalam perang saudara dan kemudian pemerintah seluruh kawasan negeri itu jatuh ke rezim pemerintah komunis.
Bersama para kolega imam CM, ia kemudian pergi meninggalkan Vietnam dan mulai berkarya di Indonesia.
Selama 20 tahun, Romo Gros pernah bekerja di kawasan pedalaman Kalbar. Ia pergi keluar masuk hutan melayani orang sakit, menyapa orang yang belum mengenal Kristus serta berhasil membangun kapel-kapel kecil sederhana di kawasan pedalaman Kalbar.
Pada tahun 1996, Romo Gros pindah ke Papua Nugini. Selain melayani tugas pastoral, ia juga mendampingi advokasi bagi para pengungsi OPM, membela hak hidup mereka bersama UNHCR.
Tahun-tahun terakhir ini, Romo Gros CM telah menetap dan berkarya di kawasan hutan pedalaman Pegunungan Meratus, Keuskupan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Ia melakoni hidup kesehariannya di kaki Pegunungan Meratus, melaksanakan tugas pastoral, menyelamatkan budaya dan adat masyarakat Dayak Meratus yang mulai kehilangan identitas asalinya.
Tidak banyak orang mengenal sosok imam Lazaris dengan kisah hidup yang luar biasa dan karyanya yang menyentuh hati. Itu karena dia tidak suka publikasi.
Ia senang bekerja dalam hening, jauh dari sorotan kamera dan hingar-bingar dunia luar.
Monika mengaku terpanggil untuk mendokumentasikan kisah-kisah menyentuh hati itu dalam bentuk sebuah buku. Tujuannya antara lain untuk melestarikan kisahnya dan mengenang jejak-jejak karya yang pernah dia lakukan dan tinggalkan.
Monika sangat berharap, bahwa sejarah misi ini jangan sampai hilang menguap begitu saja.
Tidak mudah membujuk Romo Gros CM berkisah tentang dirinya. Namun Monika Shu berhasil melakukannya, hanya karena kisah-kisah penting dalam rekaman tertulis berbentuk buku ini nantinya akan berguna sebagai catatan historis untuk mengisi ‘halaman’ Kisah Sejarah Keuskupan Banjarmasin.
Romo Gros CM mau berkisah, hanya karena dia taat kepada Uskup dan Provinsial CM.
Banyak kisah bisa ditemukan dalam buku ini. Kisah tentang orangtuanya dan masa kecilnya, kisah romantis dengan lawan jenis, ketulusan dan kepasrahan pada umat yang pernah menipunya, kemarahan, kekecewaan dan ketidakberdayaannya.
Semua romantika kisah ini tertuang dalam buku biografi bertitel Jejak Emas Romo Tengkalang, Biografi Jacques Bernard Gros CM, Imam Petualang di Pegunungan Meratus, Kalsel.
Buku ini juga menyajikan pandangan orang lain –para imam– yang mengenalnya dan umat Katolik yang pernah dia layani di berbagai daerah.
Harga buku
Buku biografi dicetak berwarna setebal 230 halaman dengan ukuran 18,5 X 24 cm, harga @ Rp. 100.000,00 di luar ongkos kirim. Yang berminat memilik buku ini sebagai bentuk donasi, silakan menghubungi Redaksi Sesawi.Net: portalsesawi@gmail.com dengan menulis subjek: Romo Gros CM
Dengan membeli buku ini, kita sudah menyumbang karya misionaris, sekaligus diajak mengenal spriritualitas Santo Vincentius a Paulo, Bapak Orang Miskin yang patungnya bisa ditemukan di dalam Basilika St. Petrus, Vatikan.