KEPULAUAN Mentawai adalah noktah-nohtak kecil di perairan maha luas Samudera Indonesia. Gugusan pulau kecil-kecil ini kadang malah tak pernah tampak muncul di banyak peta geografis Indonesia.
Karena berada in the middle of nowhere, maka bagi banyak orang Indonesia sendiri, Mentawai itu seperti sebuah titik khayal. Sungguh tak ada bayangan sama sekali, ketika kita belum pernah datang mengunjungi gugusan pulau-pulau kecil yang berlokasi sangat jauh dari bibir pantai Padang, Sumatera Barat.
Belum dua tahun ini, transportasi kapal cepat dengan durasi waktu hampir tiga jam sudah bisa melayani rute pelayaran Padang-Mentawai. Sebelumnya, Mentawai-Padang hanya bisa dicapai dengan kapal feri dengan lama pelayaran tidak kurang 10 jam.
Peta sosiologis masyarakat berubah
Mentawai sungguh terpencil dan itu pasti. Awalnya, Mentawai adalah kantong-kantong permukiman umat Katolik hasil besutan para imam misionaris Xaverian (SX). Tanggal 25 Oktober 2010, bencana gempa bumi 8,3 pada Skala Richterdan gelombang tsunami telah memporak-porandakan gugusan pulau-pulau kecil ini.
Sejak itu, peta sosiologis masyarakat di Mentawai telah banyak berubah. Banyak anak telah kehilangan orangtua dan tidak bisa melanjutkan sekolah lagi, selain bahwa di sana banyak bangunan permukiman dan sekolah juga hancur.
Program Pro Life Orangtua Asuh
Delapan tahun berselang sejak bencana alam menghempas Mentawai, sebuah prakarsa mulia mulai dirintis oleh Kongregasi Suster Passionis (CP). Para Suster CP di Batu, Jatim, ini berhasil mendesain program pendidikan formal demi pengembangan kapasitas anak-anak muda Mentawai dengan nama Pro Life Orangtua Asuh.
Melaui program Pro Life Orangtua Asuh tersebut, para suster CP di Batu ingin menciptakan peluang bagi anak-anak lulusan SMP di Mentawai agar bisa sekolah di Jawa. Target program ini adalah mereka dari keluarga-keluarga tidak mampu yang perlu dibantu agar bisa melanjutkan sekolahnya tingkat SMA.
Program ini dilakukan dengan objektif yakni dengan bekal pendidikan yang memadai usai lulus SMA dengan program tambahan khusus, mereka siap pulang kembali ke Mentawai membangun daerah dan masyarakat. (Berlanjut)