BERSAMA Sr. Lidya KFS, rekan sesama suster biarawati anggota Kongregasi Suster Fransiskanes Sambas (KFS) di Pontianak, Sr. Priska KFS datang pertama kali ke Tanah Papua awal Desember 2013.
Setelah jenak melepas lelah di “pusat kota” di Asmat, barulah mereka berdua menuju Atsj.
Di Paroki Atsj –sekitar empat jam perjalanan naik speeboat dari pusat kota Asmat—kedua suster Kongregasi KFS Pontianak itu mengawali karya agung mereka di Keuskupan Agats, Papua.
61 Tahun Paroki Atsj Keuskupan Agats, Papua: Di bawah Naungan Pohon Kelapa (4)
Menjawab tantangan
Bahwa Paroki Atsj dipilih sebagai medan pelayanan baru, hal itu menjadi pilihan terbaik karena di situ ada ‘tantangan riil’ yang mesti mereka hadapi. Kedua hal itu adalah tingginya angka kematian bayi karena berbagai sebab dan rendahnya kualitas pendidikan.
Mortalitas bayi sedemikian tinggi karena nutrisi buruk dan tentu saja pemahaman kesehatan juga kurang baik. Rendahnya kualitas pendidikan terjadi karena banyak kendala yakni anak-anak sekolah tidak bisa ‘hadir’ di sekolah karena harus membantu orangtuanya mencari nafkah di hutan.
Karena itulah, Atsji kemudian dipilih. Bapak Uskup Keuskupan Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM bersama Sr. Sylvia KFS –Provinsial Kongregasi KFS waktu itu—dalam kerjasama dengan KBKK sepakat mengacu Atsj sebagai lokasi pilot project karya kemanusiaan para suster KFS.
Tim kecil KBKK bersama penulis telah menginisiasi studi lapangan di Atsj di bulan Juni 2013. Enam bulan sesudahnya, barulah keputusan bulat itu diwujudkan di lapangan.
Ditemani Sr. Sylvia, kedua suster medior KFS itu akhirnya datang ‘mendarat’ di Paroki Atsj –medan baru karya pastoral KFS di Keuskupan Agats, Papua.
Menempati bangunan lama
Awalnya, dua bangunan itu terkesan tak terawat dan sangat kumuh. Di tempat itulah nanti, demikian kata Mgr. Aloysius Murwito OFM di medio Juni 2013, kedua suster KFS itu akan memulai karya muliaya di tengah masyarakat lokal Asmat di Atsj.
Setelah direhab dan percantik dengan biaya kurang lebih Rp 110 juta, maka bangunan lama itu kini menjadi lebih layak huni.
Sr. Priska KFS akan mengampu karya kesehatan dengan fokus antara lain pemeliharaan kesehatan para mama –kaum ibu—yang tengah hamil. Sedangkan, Sr. Lidya KFS akan mengampu karya pendidikan anak-anak asrama.
Anak-anak harus dipaksa tinggal di asrama agar terjadi kontinyuitas belajar.
Pembaca mesti tahu hal ini. Untuk bisa bersekolah dan tinggal di asrama asuhan Sr. Lidya KFS yang berada di belakang samping kompleks Gereja St. Paulus Paroki Atsj ini, para remaja Asmat itu harus punya nyali besar berani menyeberang ‘lautan’ Sungai Bets dengan lebar badan kali super lebar berkisar bisa 500-an meter lebih.
Di perairan sungai super lebar ini, tentu saja tidak hanya ada aneka jenis ikan, namun juga buaya.
Berikut ini, rekaman dokumentasi sejarah karya mulia yang diinisiasi dua suster KFS Pontianak di pedalaman Atsj – Keuskupan Agats, Papua. Kini, karya mereka diteruskan oleh Sr. M. Roberty KFS dan Sr M. Marcella KFS.
Sr. Priska KFS dari Klinik Bersalin Amkur, Pemangkat, Singkawang di Kalbar mengirim dokumentasi sejarah karya KFS di Keuskupan Agats ini kepada Sesawi.Net untuk para pembaca sekalian.
(Berlanjut)