Tahbisan 5 Imam Baru Keuskupan Tanjungkarang, Uskup Harun: Jadi Romo Jangan Lebay

0
1,964 views
Mgr Yohanes Harun Yuwono (duduk). (Sesawi.Net/Loop/Sr.Fransiska FSGM)

SEORANG imam/pastor tetap akan sama, tidak kehilangan jati dirinya, bila ia dikutuk, difitnah, dijauhi atau digrenengi (red:Jawa, dipergunjingkan) sekurang-kurangnya oleh ibu-ibu ketika dipandang berbuat salah atau tidak menuruti kemauan umat atau segelintir umat.

Sebaliknya, imam akan dipuji bila mengikuti kata hati atau selera umatnya. Padahal ia adalah guru moral dan penjaga iman, yang dalam dua hal ini tidak harus meminta pendapat umat atau mengikuti selera umatnya.

Demikian Uskup Tanjungkarang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono mengawali homilinya dalam Perayaan Tahbisan 5 Imam Diosesan Keuskupan Tanjungkarang, di Paroki St. Yusup Pekerja Tulang Bawang, Unit VI, Kibang Budi Jaya, Lampung, Rabu, 20 Juni 2018.

Kesejatian itu oleh Uskup disampaikan dalam sebuah perumpaan seperti laut. Laut juga tidak akan pernah berubah bila dikutuk atau dipuji manusia. Laut tetaplah laut.

Ketika seorang anak kehilangan sandal di tepi pantai, ia akan mengatakan, pantai itu maling. Ketika seorang nelayan pulang membawa ikan hasil tangkapannya, ia akan mengatakan, laut itu baik sekali. Ketika seorang ibu kehilangan anak saat rekreasi, ibu itu akan mengatakan, laut itu pembunuh.

Ketika seorang anak menemukan bongkahan emas dan terjual dengan harga mahal, ibu itu akan mengatakan, laut menghidupi keluarga kami dan membawa sejahtera.

Maka itu, Uskup Yuwono meminta kepada para calon imam, untuk tidak merisaukan omongan orang karena setiap orang membaca seseorang sesuai dengan pemahaman dan pengalaman mereka yang berbeda-beda. Teruslah melangkah selama Anda benar, dan berada di jalan yang baik, rasional, manusiawi. Meski kebaikan tidak senantiasa melegakan dan dihargai. Tidak perlu repot-repot menjelaskan tentang diri Anda kepada siapa pun. Karena yang menyukai Anda tidak membutuhkan penjelasan, dan yang tidak menyukai pun, juga tidak akan percaya, walau Anda sudah menjelaskannya sampai berbuih-buih.

Selain itu Uskup Yuwono juga meminta para calon imam untuk tetap rendah hati. Dalam kerendahan hati, seseorang akan selalu terhindar dari kesalahan dan hanya akan berjalan dalam kebenaran. Sebab kerendahan hati adalah sikap Allah sendiri yang nyata dalam diri Putra-Nya yang menjadi manusia, Imam Agung, panutan kita. Jika kita salah, katakan saya salah dan minta maaf. Jika kita benar, teruslah berjalan dalam kebenaran.

Uskup Yuwono memohon pula untuk tidak berpikir bagaimana cara membalas dengan yang lebih menyakitkan bila gangguan datang. Namun, berpikirlah bagaimana membalasnya dengan kebaikan. Jangan merusak persaudaraan dan persekutuan, kesatuan, komunio hanya karena kesalahpahaman. Janganlah memulai persahabatan dengan apriori baik dengan rekan kerja, umat, atau komunitas di mana Anda ditugaskan. Tetapi hendaklah tanpa kenal lelah Anda membangun persaudaraan sejati, Gereja Katolik yang kudus.

“Jangan lupa berdoa, itu tugas utama Anda sebagai rohaniwan. Anda adalah pengantara umat kepada Tuhan. Dan, penyalur rahmat Allah kepada umat,” tegas Uskup. Ia menambah, agar mengurangi sikap lebay, manja, suka mengeluh, suka meminta maklum dan pengertian umat. Uskup minta supaya para pastor baru ini menyibukkan diri dengan kebaikan sampai keburukan lelah mencobai dan akan menjauh dengan sendirinya.

Tugas imam lainnya adalah menyelamatkan dan bukan menghakimi. Jika harus memaafkan, maafkanlah, jangan pakai tetapi. Jika harus menghargai, hargailah. Juga jangan pakai tetapi. “Hendaklah hati Anda jujur dan ikhlas dan tanpa pamrih. Jangan melewatkan hari tanpa Ekaristi. Ajaklah umatmu juga untuk bersama merayakannya. Umatmu itu juga mempunyai imamat. Imamat rajawi, imamat umum karena Sakramen Baptis. Imamat kaum awam berbeda dengan imamat para tertahbis. Tetapi keduanya mengambil bagian dalam imamat rajawi Yesus Kristus yang satu dan sama, hanya dengan cara berbeda (LG No, 10). Perbedaan ini justru melengkapi satu sama lain,”tegas Mgr. Harun.

Uskup mengajak para calon imam untuk hidup dalam kekudusan dengan menjalani kehidupan dalam panggilan khas, dimana pun dan kapan pun. “Jangan takut pada kekudusan. Itu tidak akan menghilangkan energi, vitalitas, atau kegembiraan Anda, Gaudete et Exsultate,”ujar uskup menguti kata Paus Fransiskus.

Jadilah Garam dan Terang Dunia

Para diakon yang tertahbis antara lain Fr. Lukas Raditya, Fransiskus Xaverius Desta, Krisantus Ian Bagas Brahmanthio, Robertus Michael Nopen Saputro, dan Kristoforus Susanto. Mereka mengambil tema tahbisan ‘Jadilah Garam dan Terang Dunia’ (Matius 5:13-14). Perayaan ini dihadiri sekitar 2.500 umat dan 62 imam dari Keuskupan Jakarta, Palembang, dan Tanjungkarang.

Sebelum perayaan tahbisan berlangsung, Uskup Harun Yuwono beserta para diakon disambut dengan tarian asal Jawa Jathilan, dari kelompok Pajar Mataram, Lampung. Mereka ingin menyatakan kegembiraannya bersama umat dalam pesta iman atas tahbisan lima diakon yang akan mengabdi untuk Keuskupan Tanjungkarang.

Jathilan merupakan kesenian yang telah lama dikenal masyarakat Yogyakarta juga sebagian Jawa Tengah. Jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, kuda kepang, atau jaran kepang.

Tersemat kata “kuda” karena kesenian yang merupakan perpaduan antara seni tari dengan magis ini dimainkan dengan menggunakan properti berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here