SUDAH lama nyaring disuarakan dan kini sudah sering dipraktikkan oleh korporasi bisnis dan perusahaan, yakni corporate social responsibility (CSR).
Melalui program CSR inilah, perusahaan bisa mengimplementasikan tanggungjawab sosialnya kepada masyarakat sesuai amanat UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Personal social responsibility
Gerakan MataHati rupanya malah sudah bertindak lebih jauh. Gerakan amal kemanusiaan yang peduli dengan kualitas penglihatan dan kesehatan mata ini sudah sejak lama mengimplementasikan semangat berbagi yang dikemas dalam bentuk program personal social responsibility (PSR).
Kegiatan-kegiatan PSR semacam itu mulai banyak dipraktikkan oleh para filantropis yang berdiri di belakang Yayasan MataHati, badan hukum yang menaungi kegiatan operasi katarak gratis yang diampu oleh Gerakan MataHati.
Melalui lembaga sosial kemanusiaan nirlaba inilah, mereka menyediakan dana dan semua perangkat operasionalnya guna mewujudkan PSR itu sebagai bagian penting untuk memaknai hidupnya bagi orang lain.
Selama 10 tahun, Gerakan MataHati telah mempraktikkan spirit PSR tersebut. Ini bukan sekedar omongan penghias menu acara HUT ke-10 lembaga sosial kemanusiaan untuk kesehatan mata.
Lebih dari itu, inilah sebuah testimonial yang benar-benar dihayati sebagai komitmen personal seorang pengusaha bernama Pandji Wisaksana.
Di mana dan kapan saja, kalau sudah bicara tentang personal social responsibility, Pandji Wisaksana seakan lalu dengan mudah “lupa diri” bahwa dia sudah sangat sepuh. Namun di situ pula ‘hebatnya’ seorang Pandji Wisaksana.
Berguna bagi sesama
Di tahun 2018 ini, Pandji Wisaksana genap merangkai usia 93 tahun.
Pada acara sederhana peringatan HUT 10 Tahun Gerakan MataHati di JEC Kedoya, Jakarta Barat, Sabtu tanggal 29 September2018, lagi-lagi Pandji Wisaksana dengan “semangat 45”-nya bicara tentang apa itu personal social responsibility.
Baginya, PSR yang dia hayati sebagai komitmen pribadi itu bukan pertama-tama soal ‘ambisi’ ingin mengatrol citra diri demi popularitas.
Ibarat kata panggang jauh dari api, maka personal social responsibility bagi seorang Pandji Wisaksana adalah perkara tentang bobot kualitas pribadi manusia di hadapan Tuhan dan sesama. Karena itu, ia serius menghayati spirit PSR itu sebagai komitmen pribadi dalam konteks keinginannya memaknai hidupnya sebagai manusia yang berguna untuk orang lain.
“Saya ingin mengajak semakin banyak orang (baca: pengusaha) untuk dengan sukacita mau dan bersedia menyisihkan sebagian hartanya untuk keperluan melakukan personal social responsibility ini,” ungkap Pandji Wisaksana, inisiator utama dan founder Gerakan MataHati.
“Sekali lagi, personal social responsibility ini bukan untuk membangun citra diri. Tapi lebih sebagai tanggungjawab personal kita masing-masing sebagai manusia yang diberi kelimpahan dan inilah komitmen kita untuk memaknai hidup agar semakin berguna bagi sesama,” tandas Pandji di acara sederhana peringatan HUT ke-10 Gerakan MataHati, Sabtu pekan lalu.
Satu milyar jreng untuk program kesehatan mata
Pernyataan Pandji Wisaksana di atas langsung ‘disambar’ kebenarannya oleh Wandi S. Brata mewakili Yayasan MataHati.
Berikut ini kisah nyatanya. Tanggal 8 Juni 2017, Pandji Wisaksana mendapat penghargaan “The 4th Lifetime Achievement Award 2016 Social Work Field” dari Tahir Foundation.
Acara sederhana pemberian penghargaan itu diberikan langsung oleh pengusaha kakap sekaligus filantrop Dato Sri Tahir bersama para pengurus Tahir Foundation yakni mantan Kapolri Jenderal (Purn.) Da’i Bachtiar, Todung Mulya Lubis, dan lainnya.
Kepada Pandji Wisaksana, Tahir menyerahkan penghargaan berupa uang tunai sebesar satu milyar rupiah. “Namun donasi uang senilai satu milyar itu justru tidak mau dimiliki Pak Pandji, melainkan langsung jrèng diserahkan kepada Yayasan MataHati untuk membiayai programnya merawat kesehatan mata,” ungkap Wandi.
Membawa gerbong perusahaan
Masih ada satu perkara penting yang disampaikan Pandji Wisaksana di hadapan media saat perayaan sederhana HUT ke-10 Gerakan MataHati. Yakni, perlunya pemilik atau CEO perusahaan itu mau melibatkan korporasi bisnisnya untuk misi kemanusiaan yang sama.
Di sini Pandji Wisaksana langsung “tunjuk hidung”.
10 tahun sudah, Pandji serius dan tanpa lelah menggarap visi-misi personal social responsibility dan menghayati spirit tersebut. Dan selama kurun waktu yang sama itu pula, spirit PSR juga dihayati oleh pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama, Prof. Tek Sioeng pendiri koran berbahasa Mandarin Guo Ji Ri Bao, PERDAMI (Persatuan Dokter Mata Indonesia), Jakarta Eye Center, Yayasan Lions Indonesia.
Untuk sebuah misi besar meningkatkan harkat kemanusiaan dan demi merawat kesehatan mata itulah, para pemilik dan CEO sejumlah korporasi bisnis di atas juga ikut hadir menyemarakkan acara sederhana peringatan 10 Tahun Gerakan MataHati.
10 Tahun Gerakan MataHati: Kaya Dulu, Barulah Nyumbang – Itu Jangan (2)
Mereka adalah Lilik Oetama mewakili ayah kandungnya Jakob Oetama sekaligus representasi Kelompok Kompas Gramedia, Dr. Tjahjono Gondhowiardjo mewakili PERDAMI, Dr. Darwan M. Purba dari Jakarta Eye Center bersama jajarannya (Dr. Johan Hutauruk, Dr. Azrul) yang selama ini menjadi pendukung sekaligus mitra pelaksana program Gerakan MataHati, Tony Djumadi mewakili Yayasan Lions Indonesia.
Dr. Steven datang mewakili RS St. Carolus Jakarta, karena selama ini RS ini juga selalu berpartisipasi memberi sumbasihnya terlibat Guo Ji Ri Bao. (Berlanjut)