Old soldier never dies, just fades away.
Ungkapan ini tampaknya cocok dan bisa menggambarkan sosok jenderal tua Tiongkok yang meski sudah mulai renta, namun semangat juangnya tidak pernah kendor. Apalagi, kalau sudah menyangkut harga diri bangsa Tiongkok di hadapan kaum kolonial Perancis yang menduduki Tiongkok akhir abad 19.
Film besutan tahun 2017 bertitel The War of Loong ini luar biasa.
Tidak hanya karena film ini memadukan dua bahasa berbeda –Perancis dan Mandarin—tapi terlebih karena menyuguhkan dua karakter jenderal dengan pengalaman perang bau anyir darah.
Di satu sisi adalah Jenderal Perancis Francois de Negrier yang bernafsu ingin mengusai daratan Tiongkok, utamanya Provinsi Guangxi.
Pada sisi lain ada Jenderal Feng Zicai. Meski sudah mundur dari gelangang birokrat Kekaisaran Dinasti Qing (1644-1911), namun kemudian ia memilih bergerilya dengan “pasukannya” sendiri melawan pendudukan pasukan kolonial Perancis.
Patriotisme Tiongkok
Kisah heroik Jenderal Zicai terjadi di episode Sino-French War (1884-1885) di mana gerilyawan asuha Zicai dan pasukan Perancis terlibat dalam baku bunuh untuk memperebutkan Zhennan Pass, akses strategis di areal Provinsi Guanxi.
Episode perang berdarah-darah ini dikenal sebagai Perang Bang Bo di mana supremasi Perancis akhirnya keok di hadapan pasukan gerilya Tiongkok di bawah jenderal sepuh Zicai.
Meski kalah dalam persenjataan yang lebih modern, namun pasukan Tiongkok berhasil meredam ambisi Perancis menguasai daratan China. Kemenangan Tiongkok atas Perancis ini juga menguburkan kesan yang selama ini membekas di antara masyarakat Tiongkok waktu itu bahwa Perancis tak bisa dikalahkan.
Lalu apa eloknya film ini?
The War of Loong besutan sutradara Feng Gao ini banyak bicara tentang nasionalisme Tiongkok berhadapan dengan kolonialisme asing.
“Gambar sorot” ini juga bicara tentang “kesetiaan”sebagai seorang serdadu yang tanpa kompromi bila berhadapan dengan musuh, apa pun risikonya sendiri.
Menarik disimak, Jenderal Zicai terpaksa mengorbankan anak kandungnya sendiri untuk “dihukum mati” lantaran meninggalkan zona perang.
Ia juga sesumbar bahwa siapa pun boleh menembak mati dirinya, kalau “kedapatan” melarikan diri dari kancah perang hanya untuk menyelamatkan diri.
Mesiu, desing peluru dan sambetan pedang mewarnai film kolosal bau darah ini.
Namun, di balik semua bau anyir darah itu, ada jiwa patriotisme besar. Dan itulah yang dikobarkan sutradara Feng Gao dan Jenderal Zicai melalui aksi-aksi heroiknya menentang kolonialisme Perancis dalam The War of Loong.
Baca juga: