Yohanes 2:13-22 – Pemberkatan Basilika Lateran
PARA nabi sering membuat tindakan-tindakan simbolis untuk bernubuat. Musa dengan tongkatnya. Yeremia dengan periuk. Yunus hidup di perut ikan tiga hari lamanya. Elia dengan jubah dan kereta terbangnya. Yesus melakukan tindakan simbolis mengusir para pedagang di Bait Suci.
Yesus ingin menormalisasi Bait Suci sebagai tempat perjumpaan manusia dengan Tuhan, bukan tempat berjualan, mencari keuntungan pribadi atau bahkan menindas pembeli.
Bait Suci adalah tempat kudus dimana Allah bertahta, bertitah dan berpetuah. Tentu saja tindakan Yesus itu menimbulkan gejolak bagi mereka yang merasa dirugikan: para pedagang, penukar uang, cukong, rentenir, dan petugas Bait Suci yang mengambil keuntungan dari kegiatan ekonomi itu.
Konflik itu dimanfaatkan Yesus untuk menjelaskan misiNya dan sekaligus fungsi dan peran Bait Suci. Ia menggambarkan diriNya sebagai Bait Suci: tempat berjumpanya Allah dan manusia.
TubuhNya adalah Bait Suci Allah. Maka Ia bernubuat: “Rombaklah Bait Suci ini, dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”. Yang dimaksudkan adalah tubuhNya sendiri. Tubuh Yesus dibunuh, dirombak.
Tiga hari dibangun, dibangkitkan kembali oleh Allah. Nubuat itu baru disadari oleh para muridNya setelah peristiwa kebangkitan.
Yang dapat kita renungkan adalah apakah kita menyadari tubuh kita ini Bait Suci tempat Allah bersemayam? Apakah kita menjaga kesucian tubuh kita sendiri?
Kedua, apakah kita menggunakan gereja sebagai tempat kudus dan menghormatinya agar bisa berjumpa dengan Allah? Bagaimana sikap kita jika masuk gereja?
Hormat, takzim, hening atau sibuk dengan berbagai urusan pribadi? Marilah kita menggunakan gereja sebagai tempat berdoa dan berjumpa dengan Allah. Pohon mahoni setinggi pohon kamboja. Akarnya dalam daunnya merata.
Marilah kita pergi ke gereja. Bukan main HP tapi untuk berdoa. Berkah Dalem.
