HARI ini adalah Rabu Abu tanggal 5 Maret 2025. Rabu Abu diperingati oleh umat kristiani di seluruh dunia sebagai hari pertama Masa Prapaskah. Ini menandai dimulainya Masa Prapaskah, yaitu 40 hari puasa dan penebusan dosa yang berpuncak pada Minggu Paskah.
Di hari Rabu Abu ini, umat paroki di seluruh dunia mengikuti tradisi Gereja Katolik dengan membuat tanda salib di dahi dengan abu untuk menandai hari suci itu.
Meskipun Rabu Abu dan Prapaskah telah dirayakan oleh umat Katolik dan beberapa umat Protestan selama berabad-abad, kini semakin lebih banyak umat Protestan juga memilih merayakan tradisi tersebut.
Mengapa Rabu Abu
Namun, apa sebenarnya itu Rabu Abu dan Prapaskah? Dan apa peran Alkitab dalam asal-usul dan tradisinya?
Meskipun Rabu Abu menandai dimulainya Maka Prapaskah, sebenarnya Prapaskah sudah merupakan tradisi Gereja sejak Gereja Perdana. Prapaskah ditetapkan dan diterima hanya setelah Gereja mula-mula memilah cara menghitung tanggal Paskah.
Pada Konsili Nicea tahun 325 M, “Semua Gereja sepakat bahwa Paskah, Paskah Kristen, harus dirayakan pada hari Minggu setelah bulan purnama pertama setelah ekuinoks musim semi.”
Karena ekuinoks musim semi biasanya jatuh pada tanggal 21 Maret, tanggal Paskah di Gereja Barat dapat terjadi kapan saja antara tanggal 22 Maret dan 25 April.
Acuan biblis
Di Nicea, Konsili menetapkan periode puasa 40 hari untuk Prapaskah. Itu karena berakar pada tulisan-tulisan Alkitab.
- Tuhan mengirimkan hujan ke bumi selama 40 hari dan 40 malam ketika Nuh dan keluarganya masuk ke dalam bahtera (Kejadian 7:4).
- Musa duduk di puncak Gunung Sinai menerima instruksi dari Tuhan selama 40 hari (Keluaran 24:18).
- Elia “berjalan empat puluh hari empat puluh malam ke gunung Allah, Horeb”, ketika ia melarikan diri dari murka Izebel (1 Raja-raja 19:8).
- Namun, 40 hari Prapaskah terutama diidentifikasikan dengan waktu yang Yesus habiskan di padang gurun untuk berpuasa, berdoa, dan dicobai oleh iblis (Matius 4:1–11).
Tetapi meskipun lamanya Prapaskah ditetapkan oleh Konsili, tanggal mulainya dalam kaitannya dengan Paskah masih belum diputuskan.
Tanggal awal Prapaskah baru ditetapkan pada tahun 601 M
Paus Gregorius memindahkan awal Prapaskah menjadi 46 hari sebelum Paskah, dan menetapkan Rabu Abu pada waktu yang sama.
Hal ini memungkinkan puasa selama 40 hari -di mana hanya satu kali makan lengkap dan tidak boleh makan daging- dengan enam hari Minggu dihitung sebagai hari raya -ketika puasa tidak berlaku- sehingga totalnya menjadi 46 hari.
Ia juga menetapkan tradisi menandai dahi umat paroki dengan abu berbentuk salib.
Mengapa abu?
Simbolisme menandai diri sendiri dengan abu dapat ditelusuri sejarahnya hingga ke tradisi kuno.
Penggunaan abu dalam liturgi dapat dilihat dalam Perjanjian Lama, yang menunjukkan dukacita, kematian, dan penebusan dosa.
Dalam Ester 4:1, Mordekai mengenakan kain kabung dan abu ketika mendengar keputusan Raja Ahasuerus dari Persia untuk membunuh semua orang Yahudi di Kekaisaran Persia.
Dalam Ayub 42:6, di akhir pengakuannya, Ayub bertobat dengan kain kabung dan abu. Dan di kota Niniwe, setelah Yunus berkhotbah tentang pertobatan dan pertobatan, semua orang mengumumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan bahkan raja menutupi dirinya dengan kain kabung dan duduk di atas abu, seperti yang diceritakan dalam Yunus 3:5–6.
Pada masa awal Gereja Katolik, Eusebius, seorang sejarawan gereja, menulis dalam bukunya The History of the Church bahwa suatu ketika seorang murtad bernama Natalis datang kepada Paus Zephyrinus dengan mengenakan kain kabung dan abu, memohon pengampunan.
Pada Abad Pertengahan, mereka yang sedang sekarat dibaringkan di tanah di atas kain kabung dan ditaburi abu.
Imam akan memberkati orang yang dalam sakratul maut itu dengan air suci, sambil berkata, “Ingatlah bahwa engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”
Kata-kata ini masih diucapkan saat ini oleh imam, diakon, atau pastor ketika mereka menandai dahi umat paroki mereka.
Nasihat lain yang kadang-kadang diberikan adalah “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.”
Hubungan abu dengan Injil, yang mencatat kehidupan Yesus, berasal dari persiapannya.
Abu yang digunakan setiap tahun dibuat dari pembakaran daun palem yang diberkati dari perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya, yang memperingati masuknya Yesus dengan penuh kemenangan ke Yerusalem pada minggu kematiannya.
Membuat tanda salib dengan abu ini menghubungkan awal Prapaskah, 46 hari sebelumnya, dengan dimulainya minggu suci pada hari Minggu sebelum Paskah.
Saat ini, Rabu Abu merupakan salah satu misa non-Minggu yang paling banyak dihadiri, meskipun bukan merupakan hari suci wajib dalam Tahun Liturgi.
Ibadah juga diadakan pada Rabu Abu di gereja Anglikan, Lutheran, dan beberapa gereja Protestan lainnya, yang terkadang juga merayakan Prapaskah.
Namun, yang terpenting, Rabu Abu dan Prapaskah mengarah ke hari paling suci dalam kalender Kristen, Paskah, yang memperingati kebangkitan Yesus.
Abu dan puasa, keduanya mengacu pada beberapa tradisi Alkitab, menciptakan musim pertobatan dan harapan menjelang Paskah.
Dengan cara ini, dampak Alkitab pada ritual dan rasa waktu sakral kita menjadi jelas.
Patung Pietà karya Michelangelo, penggambaran Yesus di kaca patri pada pagi hari kebangkitannya oleh Louis Comfort Tiffany, dan pameran Jalan Salib karya Gib Singleton, dapat membantu renungan Prapaskah kita.
https://www.museumofthebible.org/magazine/featured/the-biblical-foundations-of-lent-and-ash-wednesday#:~:text=The%20ashes%20used%20each%20year,the%20week%20of%20his%20death.