WAKTU kecil aku sering mengambil air dari sumber air (“belik“) di pinggir desa. Para tetangga juga mengambil air di sana. Airnya yang bening dan segar menghidupi kami secara gratis. Seorang nenek suka membawa pulang air dalam kendi.
Nabi Yehezkiel mempunyai pengalaman istimewa dengan air yang meluap dari Bait Allah (Yeh 47: 1-9.12). Sedikit demi sedikit air itu makin besar. Kemudian menjadi sungai yang meluap airnya. Menghidupi lingkungan sekitarnya.
Di kiri dan kanan sungai yang airnya mengalir deras itu tumbuh pelbagai tanaman yang menghasilkan macam-macam buah-buahan. Di dalam air itu berkeriapan segala bentuk makhluk hidup (Yeh 47: 9).
Air memang memberikan kehidupan. Semua makhluk hidup membutuhkan air. Tanpa air mereka tidak akan bisa hidup. Betapa pentingnya air.
Sang Guru Kehidupan hadir di dekat air, yakni air kolam Betesda yang airnya dipercaya dapat menyembuhkan. Di dekatnya ada banyak orang sakit menanti disembuhkan (Yoh 5: 3).
Di antaranya seorang lumpuh yang sudah 38 tahun menunggu disembuhkan. Bila air kolam itu bergoncang ada daya penyembuh muncul dari dalamnya. Pasien yang pertama kali melompat akan kembali sehat.
Si lumpuh selalu terlambat. Namun dia bertemu dengan Sang Guru yang menawarkan “air” dengan bertanya, “Maukah engkau sembuh?” (Yoh 5: 6). Bukan dengan masuk ke kolam, melompat, tetapi dengan melakukan perintah Guru; percaya alias taat.
“Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.” (Yoh 5: 8). Dia taat dan dapat berdiri serta mengangkat tempat tidurnya; pulang.
Memang, Sang Guru itu “Air” yang membawa keselamatan.
Kini kepada yang ingin selamat Sang Air itu sedang bertanya kepada yang membaca tulisan ini, “Maukah engkau sembuh?”
Bagaimana jawabannya?
Selasa, 29 Maret 2022