Ajaran Sosial Gereja (ASG), Mengukir Kembali Nilai-nilai Kemanusiaan

0
3,670 views
Ilustrasi: Pedagang kaki lima. (Ist)

KETIKA secara sadar atau tidak sadar uang sudah menjadi “Tuhan” bagi dunia, pelan tapi pasti akan segera menyingkirkan tatanan kemanusiaan. Jurang si kaya dan si miskin demikian melebar, sementara sebagian besar orang-orang  miskin  harus menahan lapar karena tidak punya pekerjaan.

Ironisnya sebagian kecil lainnya menikmati “investasi” yang begitu besar.

Sekarang ini telah banyak muncul ‘robot-robot uang’ dalam wujud para  manajer  investasi di seluruh dunia dalam semangat ‘kapitalisme’. Intinya, ada cara untuk mengelola kekayaan orang lain , kesibukan bekerja digunakan untuk memperbesar pundi-pundi pemodal. Sementara si Polan mati, gara-gara sakit tidak punya uang untuk berobat. Sementara si Ucing memilih bunuh diri karena keputusasaan mencari penghasilan untuk menghidupi keluarganya tidak pernah membuahkan hasil gemilang.

Memang 100%  tidak ada yang salah kalau orang berusaha untuk menjadi kaya. Sebagian dari mereka bekerja keras secara baik dan halal, dan berusaha dan dengan bisnis atau investasi lain. Saya pun juga tidak menafikkan bahwa duit harus dicari, dan bahkan Alkitab pun banyak pesan ini tersurat dan tersirat. Sebab, jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. (2 Tes 3:10).

Bagi manusia di usia produktif serta sehat jasmani rohani, filosofi kemanusiaan yang tertinggi adalah “bekerja”. Nah di situlah orang harus bisa masuk dan menemukan visi kemanusiaan sosial ASG dengan “apa pun” yang akan kita lakukan untuk kemanusiaan itu sendiri.

Menyantuni orang miskin dengan bantuan uang atau paket sembako tidak menyelesaikan akar permasalahan kemiskinan. Diberi bantuan berulang kali kepada orang miskin pun tidak bakal cukup. Oleh karena itu klaim terhadap angka-angka kemiskinan merupakan “angka-angka karet” yang karenanya begitu fleksibel batas-batas  dan “menurut” kepentingan.

Keuskupan Purwokerto
Oleh karena itu, penting untuk dirintis gerakan revitalisasi ASG di tataran dunia riil. Di Keuskupan Purwokerto yang bakal dirintis, haruslah lebih bervisi untuk menciptakan gerakan kemanusiaan yang memberdayakan, dimana semangat pemberdayaan inilah yang membuat orang tergugah untuk mendapatkan kesempatan dan peluang untuk bekerja.

Sebagai contoh gambaran menciptakan peluang usaha, Kita (Komunitas Umat Katolik) tentu punya banyak pengusaha-pengusaha di level grosir, tentu ada peluang dimana barang dan jasa yang mereka punyai bisa untuk visi kemanusiaan ini. Mengacu pada konsep CU (credit union), baiklah untuk di “modifikasi” sehingga misalnya CU tidak memberi pinjaman berupa uang ,tetapi “Modal Kerja Barang”.

Lalu etalase modal kerja. Barang ini di desain untuk diolah menjadi peluang Usaha. Tentu baik untuk diadakan pelatihan dari para kompeten yang terbiasa memotivasi dan melatih kewirausahaan.

Menjaring pengusaha-pengusaha katolik dalam menciptakan peluang usaha inilah yang difasilitasi oleh CU. Contoh seorang pengusaha pabrik payung memasang etalase peluang usahanya di CU, agar tertib tentu hanya member CU yang bisa kulakan di sana untuk dijual kembali oleh member dan mendapatkan keuntungan, barangnya pun bisa dikredit ,dan lalu peluang usaha ini pun bisa terjadi.

Sementara CU menjadi badan penjaminan pembayaran bagi pengusaha2 pemasok barang ke etalase CU. (apabila ada yang macet atau wanprestasi, CU-lah yang nalangin agar tidak terjadi kerugian pada pengusaha).

Menciptakan peluang usaha

Bagi mereka yang tidak “bakat” sebagai wirausaha, tentu bisa dipilihkan atau memilih diri untuk terjun di sektor pertanian atau sektor jasa. Visi etalase ASG ini bertujuan untuk menciptakan peluang usaha dan investasi  yang menghidupkan banyak ekonomi orang kecil. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mau hidup miskin, tetapi tidak semudah membalik telapak tangan ketika seorang miskin meminta pekerjaan untuk menghidupi dirinya.

Menurut pendapat saya pribadi, memberi peluang usaha inilah yang merupakan intisari ASG. Banyak peluang bisa terjadi kalau ada komunikasi,ada visi kebersamaan mencari damai sejahtera di bumi. Dan dengan iman , kita bakal punya semangat, apa yang kita lakukan pasti akan dibimbing oleh Tuhan Yesus sendiri.

Nah peng-organisasi-an ASG inilah yang sarana  menjadi  tangan dan kaki Tuhan Yesus bekerja di dunia ini. Mimpi-mimpi ASG bisa menjadi kenyataan ketika kita dengan semangat kebersamaan satu visi mencari “format kemanusiaan yang menghidupkan”. Gagasan abstrak dan rumit, tetapi saya yakin akan “disederhanakan” oleh Tuhan Yesus.

Dia Allah Yang Hidup dan mendengar doa-doa  kita.

Marilah kita jangan hanya melulu memikirkan doa-doa   kita saja yang ingin dijawab Tuhan dan “apa yang kita minta” dalam setiap doa, tetapi dalam kesatuan iman katolik kita berani menyatakan “Siap Diutus” dan bekerja untuk Tuhan Yesus di dunia ini.

Sangat dipahami , bakat, talenta, pemikiran dan karakter “para legioner ASG” ini tentu akan berbeda. Perbedaan pendapat wajar, namun tentu kalau dalam semangat bingkai Iman dan kebersamaan dalam kemanusiaan. Tentu dibutuhkan ruang komunikasi untuk mewujudkan cita-cita luhur ASG ini.

Mendayagunakan ‘ruang kebersamaan’

Gagasan Bruder Yoanes sangat strategis, bahwa “Ruang kebersamaan” ini perlu disoundingkan kepada umat, dan tentu ini merupakan tantangan tersendiri. Asalkan gerakan ini mempunyai “daya tarik” dalam hal kebersamaan ,saya yakin semua daya upaya komunikasi bisa dilakukan.

Dan saya kira itu bisa sambil jalan sambil berproses dan sambil mengkristalkan visi-visi menjadi gerakan taktis yang sederhana namun efektif. Tulang punggung komunikasi umat inilah yang menjadi inti dari ASG berkarya untuk kemanusiaan, mengangkat harkat dan martabat manusia, menciptakan peluang-peluang baru untuk mengerem laju kesenjangan sosial. Dan kalau gagasan ini bisa berjalan dan diberkati Tuhan Yesus, kita bisa kumpulkan dana-dana sosial untuk menggerakkan sendi-sendi kebersamaan membangun bangsa dalam kesatuan Iman.

Siang tanggal 27 Juli ini kami lagi mau memulai “glenak-glenik” di kantor PSE di Jl Mesjid. Netter yang berminat monggo langsung sebagai undangan acara kumpul-kumpul non-formal perdana. Syukur bisa lanjut dan menjadi gerakan riil, enggak cuma teori.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here