Aji Lebur Geni Sang Destarastra

0
761 views
Prabu Destarata, tokoh wayang (Sartono)

Puncta 02.12.22
Jumat Advent I
Matius 9: 27-31

SETELAH Perang Baratayuda selesai, anak-anak Destarastra yang jumlahnya seratus mati di padang Kurusetra. Mereka semua dikalahkan oleh Bima dan Arjuna.

Destarastra yang buta dan Gendari isterinya masih berada di Istana Astina. Destarastra ingin para Pandawa diboyong ke Astina. Tahta kerajaan akan diserahkan kepada mereka.

Tetapi Gendari tidak bisa menerima. Ia menyimpan dendam kesumat kepada Pandawa, karena membunuh semua anaknya. Dia merengek-rengek suaminya yang buta untuk membalas dendam.

Ketika Pandawa menghadap Destarastra, satu per satu datang untuk menyembah raja yang buta itu.

Bima sudah dibisiki oleh Kresna sebelum memasuki istana. Kresna berpesan, jika Destarastra meminta Bima maju untuk dipeluk, Bima harus menyorongkan gada miliknya.

Saat tiba giliran Bima maju menyembah, Destarastra ingin memeluknya. Bima menyorongkan senjatanya Gada Rujak Polo.

Gada itu dipegang Destarastra. Ia “ngrapal” Aji Lebur Geni. Apa yang dipegangnya bisa hancur lebur. Namun bukan Bima yang lebur, tetapi gadanya yang hancur berkeping-keping diremas-remas Destarastra.

Karena dia buta, dia tidak tahu kalau yang diremas itu adalah gadanya, bukan Bima. Maka marahlah Bima karena Destarastra menyimpan dendam kesumat.

Bima bilang kepada Destarastra, “Aku tidak mengira kalau inderamu tidak genap lima. Ternyata gelapnya mata juga membuat hatimu buta. Apa kamu tidak ingat bagaimana menderitanya Pandawa yang dibuang selama dua belas tahun oleh anak-anakmu. Apa hatimu tidak merasakan bagaimana Drupadi ditelanjangi oleh Dursasana di gelanggang permainan dadu.

Kowe wis suwung bebudenmu, gothang panca hindriyamu, landhep dengkul panggraitamu, kuthung nalarmu. (Mau-maunya kamu dimuliakan oleh orang-orang yang telah disengsarakan oleh anak-anakmu).”

Dua orang buta yang diceritakan dalam Injil ini berbeda sifatnya dengan Sang Destarastra, raja yang buta itu.

Mereka terus mengikuti Yesus sambil berseru-seru, “Kasihanilah kami, hai Anak Daud.” Mereka terus mengikuti Yesus yang masuk ke rumah.

Yesus tahu iman mereka yang teguh. Dia bertanya, “Percayakah kalian bahwa Aku dapat melakukannya?”

Mereka menjawab, “Ya Tuhan, kami percaya.”

Yesus lalu memelekkan mata mereka. Kendati dipesan agar jangan memberitakan kepada siapa pun, tetapi karena begitu gembira, mereka memasyurkan Yesus ke seluruh daerah itu.

Destarastra itu tidak hanya buta matanya, tetapi juga gelap hatinya. Ia tidak mau bersyukur dan berterimakasih karena masih diberi hidup.

Ia justru termakan dendam kesumat isterinya. Gendari kendati bisa melihat, tetapi hatinya buta. Dia tidak menuntun kepada kebenaran, justru menjerumuskan suaminya yang buta ke jurang kenistaan.

Dua orang buta itu mengajak kita percaya kepada Yesus. Yesuslah yang bisa membuka mata dan hati kita kepada kebenaran.

Maka marilah kita datang kepada-Nya dan berkata, “Ya Tuhan, kami percaya kepada-Mu.”

Berkeliling kota dengan sepeda,
Dengan sepeda naik ke puncak Merapi.
Mata adalah jendela hati kita,
Jika mata buta maka gelap seluruh hati.

Cawas, scio cui credidi…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here